Palembang, Kompas - Ratusan naskah kuno beraksara ulu yang ditorehkan di atas bambu, atau biasa disebut gelumpai, masih tersimpan di masyarakat pedalaman Sumatera Selatan. Sebagian besar warisan budaya masa lalu itu terancam rusak karena kurang pemeliharaan dan dimakan usia.
Pamong Budaya Ahli pada Museum Balaputra Dewa Sumsel, Rafanie Igama, yang dihubungi dari Palembang, Kamis (28/9), memperkirakan ada lebih dari 300 naskah kuno beraksara ulu atau disebut kaganga yang masih berada di tangan masyarakat. Manuskrip itu mulai ditulis sejak abad ke-12 Masehi, tetapi yang masih utuh berasal dari abad ke- 19-20. Peninggalan budaya itu disimpan secara turun-menurun.
Naskah yang masih di tangan masyarakat itu kini terancam rusak atau hilang akibat kurang pemeliharaan. Apalagi, banyak keluarga pewaris yang tidak mengetahui bagaimana memelihara naskah yang ditulis di atas bambu atau kulit kayu itu dengan baik. "Naskah beraksara ulu yang masih disimpan di masyarakat perlu segera dicatat dan kalau bisa dipelihara seperti dikoleksi museum," katanya.
Manuskrip atau naskah beraksara ulu yang sudah resmi dikoleksi baru 85 naskah. Sebanyak 74 naskah di antaranya disimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta, 9 naskah di Museum Balaputra Dewa, dan 2 naskah di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Kepala Museum Negeri Sumsel Syafei Wahid, mengungkapkan, saat ini museum sedang mendata naskah ulu dari Baturaja dan Musi Rawas yang dianggap memiliki simpanan banyak naskah. Jika diizinkan, naskah itu akan dibeli dari keluarga pewaris untuk koleksi museum. (iam)
Kompas September 2006
0 comments:
Post a Comment