weblogUpdates.ping Taneak Jang, Rejang Land, Tanah Rejang http://rejang-lebong.blogspot.com Taneak Jang, Rejang land, Tanah Rejang: Richard McGinn Book I Folk Tales

Richard McGinn Book I Folk Tales

·

© 2005 Ohio University. All rights reserved.


CERITO-CERITO EJANG MUSEI



PENYUSUN dan AHLI BAHASA:


PROF. DR. RICHARD McGINN



PENCERITA dan AHLI REJANG MUSI:


DR. H. ZAINUBI ARBI


KA-GA-NGA Consonants

Vowel diacritics with ka








ISI BUKU


Kata Pengantar (Bupati Hijazi) . . . . . . . . . . . . . . . . i


Kata Pendahuluan (Pak Cik Asan Denn) . . . . . . . . .ii


Ucapan Terima Kasih (Dr. H. Zainubi Arbi). . . . . . . iii


Sistem Ejaan dan Pelafalan Bahasa

Rejang (Prof. Dr. Richard McGinn) . . . . . . . . . . . . . iv


Cerita-Cerita . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1-46


Kosa Kata . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48-66




Cerita-Cerita


1. Kampung ku

2. Lalan

3. Kancil Si Pembohong

4. Kepiting dan Beruk

5. Meterei

6. Kancil dan Raksasa

7. Ketinoak

8. Beruk Dan Kura-Kura

KATA PENGANTAR

KATA PENDAHULUAN

UCAPAN TERIMA KASIH


Sistim Ejaan dan Pelafalan Bahasa Rejang



1. Aksentuasi setiap perkataan jatuh atas huruf-hidup yang terakhir: caci (cacI) `uang'; bujang (bujAng) `bujang'. Kalau huruf-hidup terahir itu adalah diftong, aksentuasinya jatuh atas kepala diptong: bukeu (bukEu) `buku’; sapié (sapIé) `sampai'; umeak ('umEa') `rumah’; tidoa (tidOa) `tidur’. Diftong-diftong Musi-Sambé adalah sebelas: eu, ei, ai, au, oi, éu, uo, ié, éa, oa, ea.


2. Setiap perkataan yang awalannya dieja dengan sebuah huruf-hidup diucapkan dengan bunyi [?] (glottal stop) walaupun hurufnya tidak terlihat. Umpamanya itu adalah: an [?an] ‘lama’; us [?us] `jatuh’; oak [?oa?] ‘jauh’; awié [?awié] ‘seperti’.


3. Huruf e mewakili bunyi “pepet” (= schwa) seperti perkataan besar dan emas dalam bahasa Indonesia, sedang huruf é diucapkan sama seperti bebek (bébék) atau elok (élok) dalam bahasa Indonesia. Jadi perkataan ebes [bs] atau [bs] 'rotan' lain ucapannya dengan élék-élék 'pulang-pergi'; dan perkataan pet lain ucapannya dengan pét `pahit’. Jadi ungkapan Rejang pet gén `nama panggilan’ menunjukkan kedua huruf-hidup e dan é itu.


4. Huruf -g di akhir perkataan diucapkan -k. Misalnya Rejang olog [olok] 'ulat'; mapag [mapak] 'mengawinkan'.


5. Huruf -k di akhir perkataan diucapkan [?] (glottal stop) sama halnya dengan bahasa Indonesia anak [ana?]. Misalnya Rejang anak [ana?]; umeak [um«a?] `rumah’.


6. Huruf ( ' ) antara dua huruf-hidup diucapkan [?] sama dengan ( ' ) dalam bahasa Indonesia so'al =[so?al] 'problem'. Oleh karena itu Musi-Sambé su'ang [su?ang] `sendiri’ lain ucapannya dengan kuat [kwat] `teman’.


7. Huruf bunyi sengau yang sederhana (m, n, ny, ng) selalu diikuti oleh huruf-hidup yang diasimilasi dijadikan bunyi persengauan (udara dan nada melalui hidung): mioa [mĩõã] ‘memeraskan’. Lain lagi halnya dengan huruf bunyi sengau yang kompleks (-m-, -n-, -nj-,-ng-) yang selalu diikuti oleh huruf-hidup yang sederhana: imo [?imbo] ‘hutan’. Jadi perkatan jameu [jamu] 'pertemuan' laik ucapannya dengan jameu [jambeu] 'jambu'.



Cerito-Cerito Ejang Musei



1. Sadié Ku


Uku asal ne tun Ejang Samé. Tapi uku ngen tun tuei ku aléak mai pasar wakteu uku gi titik. Jijei o, namen ku sadié ku adé ba Cu'up.

Cu'up adé ba kota sengak kareno penan ne nak kékéa tebo. Di tekujat nadeak tun o Tebo Kabeak. Amen perwéng sengak lut. Tiko-tiko coa te tengea menei. Matei bilei mecelik abéak pokoa tojoak.

Tun Cu'up tun Ejang, nadeak ku. Apir kete ne betani. Pa'o kebun kol, puluo kawo, adé kulo di besaweak ne. Kelang-kelang o temamen jagung ngen kacang guréng.

Nak Cu'up coa si deu penan te lak meto-meto. Amen ite gidong perai, di tekadeak ne Suban, Danuo Tés, udo o Sadié Saweak Tés. Adé kulo di leyen ne tapi coa si tekujat.

Amen bilei Selasa deu tun kunai sadié-sadié ngeluea kerno bilei o bilei peken ne. Amen ite temmeu kuat-kuat te, tennei te, "Lak mai ipe udi"? Pastei si jemawap, "Mai Selasa o!" Bilei o ba semulen-mulen mesoa opot ne kunai sadié leyen.

Ah, Cu'up deu peken-peken, misal ne, peken Kamis, peken Rebu. Tapi peken-peken o cuma debilei o besi nak sadié di oak kunai pasar Cu'up.

Tapi amen coa bilei perai kabuk-kabuk bi aleu mai dumei. Nak dalen temmeu semulen-mulen mai dumei kulo lajeu ba beragam. Tiko-tiko jijei opot.

Amen uku tinget kete ne o, Oi ! oak kiro ku! Lajeu ineu uku ngen sadié ku.



Palembang

1974

1. Perinduan: Kampungku

Asal saya orang Rejang Sambé, tapi saya bersama orang tua pindah ke kota waktu saya masih kecil. Jadi menurut saya, kampung saya adalah Curup. Curup adalah sebuah kota dingin karena tempatnya di kaki bukit. Yang terkenal disebut Bukit Kaba. Kalau pagi-pagi dingin sekali. Kadang-kadang tak tahan kita mandi. Matahari terbit kira-kira pukul tujuh.

Maksud saya, orang Curup orang Rejang. Hampir semuanya petani. Sebagian bertani kubis, berkebun kopi, ada pula yang bersawah. Waktu selang, mereka bertanam jagung dan kacang tanah.

Di Curup tak banyak tempat untuk berekreasi. Kalau kita liburan, tempat yang terkenal adalah Suban (tempat air panas), Danau Tes, kemudian dusun Sawah Tes. Ada juga yang lain tapi tidak terkenal.

Kalau hari Selasa banyak orang dari dusun-dusun ke kota karena hari itu adalah hari pasar. Kalau kita bertemu dengan teman-teman, kita bertanya, "Hendak ke mana?" Pasti mereka menjawab, "Ke Selasa." Hari itulah gadis-gadis mencari pacarnya dari dusun lain.

Di Curup banyak hari pasar, misalnya pekan Kamis, pekan Rabu. Tetapi hari-hari pasar itu hanya satu hari saja di dusun-dusun yang jauh sekali dari kota Curup. Tapi kalau bukan hari libur, pagi-pagi sekali mereka telah pergi ke ladang. Di jalan mereka bertemu dengan gadis-gadis yang juga ke ladang sehingga dapat mereka bergurau. Kadang-kadang mereka berpacaran.

Kalau saya ingat semuanya itu, sedih sekali hati ini. Sehingga rindu akan kampung saya itu.


Palembang

1974



1. My Hometown


I am originally a Rejang from the village of Sambé. But my parents and I moved into town when I was small, so I consider my hometown to be Curup.

Curup is a chilly city because it is situated at the foot of the mountains. The most well known is Mount Kaba. It can be very cold especially in the early morning. Sometimes we can hardly stand to take a bath. The sun rises around seven o'clock.

The people of Curup are mostly Rejangs. Almost all of them have farms. Some tend cabbage patches or coffee fields, and there are others that own rice fields. A few plant corn and peanuts.

In Curup there are not many places for us to go. If we have a holiday the most popular places are Suban Hot Springs, Lake Tes, and after that the village of Tes. There are also others but they not as popular.

On Tuesdays many people from the villages go out because it is market day. If we should meet our friends, we ask: "Where are you going?" For sure they will answer: "To Tuesday Market!" This is the day that unmarried girls look for their boyfriends from the other villages.

The area around Curup has lots of market days, for example, Wednesday Market, Thursday Market. But these markets are only one day a week in villages some distance from Tuesday Market in Curup.

Every day except holidays, the people leave for the fields early in the morning. Along the road young boys meet young girls also going to the fields, and so they tease each other. Sometimes they become steady boyfriends and girlfriends.

When I remember all these things—Oh! how my thoughts soar! So much so that I long to be in my hometown again.


Palembang

1974

2. Lalan


Meno o adé cerito tun tuei. Cerito ne awié yo. Adé nak debueak sadié diem tun bujang. Gén ne Bujang Kurung. Adé do bilei si aleu mai ngéwéa nak bioa, coa si oak kunai sadié ne. Si aleu mai ngéwéa, nemin ne belas ngen silei. Si aleu menék matei bilei. Si beguték panuo. Coa an sapié si nak penan ne lak ngéwéa. Si mulai ngéwéa. Coadé kan lak emuk kéwéa ne. Bilei bi lekat. Uléak coadé si ne. Udo o adé nyut ne lak bélék.

Wakteu si lak bélék tenngoa ne tun giag. Si tak mimang ne. Si cengang kemléak adé tun alep-alep nien. Tobo o semulen mulen. Adé dikup di alep su'ang ne. Si di piset su'ang ne. Beguték Bujang Kurung ma'ak ne, coa tobo o namen. Bujang Kurung tak mak bajeu di piset su'ang o. Wakteu tobo o sudo menei, makié areak alat ne, kes ne areak alat di piset o bi laput. Pasoak ne sudo makié areak alat ne lak bélék mai léngét. Tapi di piset nano coa nam tebang igei. Bajeu ne bi laput. Nginoi si ke'an jano ne. Pasoak ne nginoi kulo kemléak asoak ne coa nam bélék igei. Jisanak ne aleu kete. Tinga di piset o su'ang.

Kenléak Bujang Kurung o awié o. Tekjir si. Coa si sako do o anak diwo. Si maik bajeu di nemak ne nano. Si tak emin melilei. Udo o Bujang Kurung magea igei di piset nano. Si temnei bene si coa bélék mai léngét. Nadeak di piset o, bajeu ne laput. Udo o Bujang Kurung majak mai sadié ne. Lak di piset o. Tennei Bujang Kurung gén ne. Gén ne Lalan.

Bi sapié nak sadié Bujang Kurung, nemin Bujang Kurung mai umeak ne. Diem ba Lalan nak di an bi ke'an. Bujang Kurung tujeu ngen Lalan. Lalan lak kulo cito kulo ngen Bujang Kurung. Coa an udo o napag tun sadié o tun beduei o.

Abis cerito ku.

2. Lalan


Dulu ada cerita orang-orang tua yang seperti begini. Ada di sebuah dusun tinggallah seorang bujangan yang namanya Bujang Kurung. Suatu hari dia pergi memancing di sebuah sungai yang tidak jauh dari dusunnya. Dibawanya beras dan garam. Dia berjalan kaki ke tempat itu naik mata hari. Tak berapa lama sampailah dia di sana. Dia mulai memancing. Namun tak ada ikan yang mau makan umpannya padahal hari sudah siang. Jadi dia berniat hendak pulang.

Tiba-tiba didengarnya suara ribut-ribut. Tercenganglah dia ketika dilihatnya bidadari-bidadari yang sangat cantik. Dari antara mereka bidadari yang terkecillah yang tercantik. Perlahan-lahan Bujang Kurung mendekati bidadari bungsu itu tanpa diketahui mereka. Diambilnya baju si bungsu ketika mereka mandi. Ketika sehabis mandi mereka akan pakai pakaiannya, baru mereka tahu bahwa pakaian si bungsu telah hilang. Kakak-kakaknya telah mengenakan pakaian mereka untuk kembali terbang ke langit tetapi si bungsu tak dapat karena bajunya telah hilang. Menangislah dia lama sekali. Kakak-kakaknyapun meratapinya melihat adik mereka tak dapat pulang lagi. Terbanglah mereka semua dan tinggallah si bungsu itu sendiri.

Kejadian ini diperhatikan oleh Bujang Kurung dan sangat terkejut dia karena tak disangkanya bahwa mereka adalah anak dewa. Dibawanya lari baju yang dicurinya tadi lalu disembunyikannya. Kemudian pergilah dia mendatangi si Bungsu tadi. Dia bertanya: "Mengapa tidak pulang ke langit?" Si Bungsu menjawab bahwa bajunya hilang. Kemudian Bujang Kurung mengajaknya ke dusunnya dan maulah si Bungsu itu. Ketika ditanyai siapa namanya, dia menjawab: "Lalan."

Setelah sampai di dusunnya Bujang Kurung membawa Lalan ke rumahnya. Lalan tinggal di sana lama sekali. Bujang Kurung tertarik akan Lalan dan Lalan pun senang akan Bujang Kurung. Tak berapa lama dikawinkanlah mereka berdua oleh orang dusun di situ.

Demikianlah ceritaku.


2. Lalan


Here is a story that the old people used to tell. The story goes like this. In one village there lived a young man. His name was Bujang Kurung. One day he went fishing. He brought uncooked rice and salt. He left after the sun was up. He walked slowly. Soon he arrived at the place he intended to fish. He began to fish. No fish were biting. The sun was high in the sky. Since he had had no luck, he decided to go home.

As he was about to leave he heard people talking. He decided to have a look. He was amazed to see they were very beautiful people. They were maidens. There was one that was the most beautiful of all. She was the youngest.

Slowly Bujang Kurung approached without their knowing it. Suddenly he snatched the clothes of the youngest maiden. After bathing when they went to put on their things, they found that the clothing of the youngest had disappeared. Her elder sisters had already put on their clothes intending to return to their home in the sky. But the youngest could no longer fly. Her clothes were gone. She cried for a long time—what can I say? Her elder sisters also cried seeing their younger sister unable to return home. Finally they all decided to depart. They had to leave the youngest one behind.

Bujang Kurung saw everything that happened. He was amazed. He hadn’t suspected that they were children of the gods. He hid the clothes he had taken earlier. He carried them away running fast. After that, Bujang Kurung approached the youngest. He asked why she had not returned to the sky. The youngest replied that her clothes had disappeared. After that Bujang Kurung invited her to his village. The youngest agreed. Bujang Kurung asked her name. Her name was Lalan.

After arriving in the village, she was taken to Bujang Kurung's house. Lalan lived there for a long time. Bujang Kurung was attracted to Lalan. Lalan also wanted, also loved, Bujang Kurung. Not long after that the two were married by the people of the village.

My story is finished.


3. Kacéa Si Tukang Pellos


Meno o adé kacéa dikup. Cerito ne barat o. Wakteu o jaman nebei Sulaiman. Benatang pacak kete miling.

Bilei panes, Kacéa meto-meto kelidea nak imo sunyei bai. Kacéa meto-meto mai umeak kuat-kuat ne, tapi kete kuat ne aleu. "A, baik uku tidoa bai," nékér Kacéa. Si aleu mesoa kiuo di linep ne. Si mulai tidoa. Tapié lak tidoa, tenngoa ne kemrésék. Gidong si kemlalei, jano, Imuo Dan lak emuk si. Kacéa lak melilei, cigei nam igei. Tapi si icak-icak sedi. Imuo Dan betenei, "Bene ko sedi, Céa? Dang sedi uku lak emuk ko".

"Uku coa sedi ko lak emuk uku," nadeak Kacéa. "Tapi di sedi ku, api ba tukang tungeu ketipung ninik ku o?" nadeak Kacéa samo temunjuk sa'ang se'et nak das pun kiuo o. Udo o Kacéa nginoi belak-lak.

"Buléak uku temaboak ne, coa?" nadeak Imuo Dan. "Dang!" nadeak Kacéa samo nginoi.

"Bene?" nadeak Imuo Dan.

"Sebap atié ku sedi lut amen ku temngoa ne".

"Keloak ba uku temtus ne, Céa" nadeak Imuo Dan. Bé uku coa emuk ko."

"Tapi amen ko temtus ne, atié ku sedi lut" nadeak Kacéa. "Tapi amen ko lak temtus ne kenai, kunyeu ba uku aleu oak-oak ne kileak” nadeak Kacéa. Amen uku madeak "Sudo!" bé ko mulai temtus ne. Uku cigei temngoa igei," nadeak Kacéa. "Mai ba" nadeak Imuo Dan o.

3. Kancil Si Pembohong


Dulu pada zaman Nabi Sulaiman semua binatang dapat berbicara. Ada suatu cerita tentang seekor kancil yang seperti begini.

Pada suatu hari yang panas si kancil berjalan-jalan. Kemanapun dia pergi ke dalam hutan itu sunyi sepi saja. Kancil berjalan-jalan ke rumah teman-temannya tapi temannya semua pergi. "Ah, lebih enak aku tidur saja," pikir kancil. Dicarinya pohon yang rindang dan dia mulai tidur. Ketika hampir saja dia tertidur didengarnya suara gemerisik. Menolehlah dia dan terlihatlah seekor harimau pohon yang ingin menerkamnya. Kancil hendak lari tapi sudah terlambat. Jadi dia pura-pura bersedih.

Harimau pohon itu bertanya: "Mengapa engkau bersedih hai Kancil? Janganlah bersedih karena aku akan menyantapmu."

"Aku tak bersedih karena kau akan menyantapku, tetapi yang kusedihkan adalah siapakah yang akan menjaga genderang peninggalan kakek ku itu," kata kancil sambil menunjuk sarang lebah di atas pohon itu. Kemudian kancil menangis tersedu-sedu.

"Bolehkah aku menabuhnya," tanya harimau pohon itu.

"Jangan," kata kancil sambil menangis.

"Mengapa," tanya harimau.

"Sebab hatiku sedih nian jika aku mendengarnya."

"Ijinkanlah aku menabuhnya, Kancil," pinta harimau. "Nanti aku tak akan menyantapmu."

"Tetapi bila kau menabuhnya hati ku sangat sedih. Namun jika kau ingin menabuhnya biarlah aku pergi jauh-jauh dulu," kata kancil. "Apabila aku bilang `Sudah!' baru kau mulai menabuhnya, supaya aku tidak mendengarnya lagi," kata kancil.







3. Mousedeer the Trickster


Once there was a Mousedeer. His story goes like this. It was the age of the Prophet Solomon. At that time the animals could all speak.

It being a hot day, Mousedeer went walking in the quiet forest. He went to the houses of his friends, but all his friends had gone out. "Ahh, well, I'll just go to sleep," thought Mousedeer. He went to find a shady tree. He began to sleep. But just as he was falling asleep, he heard a rustling sound. When he looked around, he saw a Wildcat poised and ready to eat him. Mousedeer wanted to run but he couldn't. Instead he pretended to be sad. Wildcat asked, "Why are you sad, Mousedeer? Are you afraid because I'm going to eat you?"

"I am not sad because you want to eat me," said Mousedeer. "What saddens me is, who will guard my grandfather's drum?" asked Mousedeer while pointing to a bee's nest at the top of a tree. Then Mousedeer wept inconsolably.

"May I beat the drum, Mousedeer?" asked Wildcat.

"Don't!" cried Mousedeer still weeping.

"Why not?" said Wildcat.

"Because my heart will be very sad if I hear it."

"Let me beat it, Mousedeer," said Wildcat. "Then I promise I won't eat you."

"But if you beat it, my heart will be very sad," said Mousedeer. "But if you want to beat it, allow me to go far away first. When I shout `Ready!' then you may begin beating the drum. I won't be able to hear it," said Mousedeer.

Udo o melilei Kacéa oak-oak ne. Bi oak, si mengekik "Sudo!" Temngoa Kacéa madeak "Sudo!" mulai Imuo Dan temtus sa'ang se'et o. Jano nadeak te? Bié se'et keluea mutut Imuo Dan. Imuo Dan tepengang-pengang gis nutut se'et. Mai ipe melilei nanjo se'et o an-an lajeu matié Imuo Dan o.

Bélék te magea Kacéa nano. Si melilei gacang-gacang ne. Udo o si bedan iding tedung gidong tidoa. Jano, coa si namen Buang bélék kedong ne lak emuk Kacéa. Tapi Kacéa madeak, "Sabar kileak!" sebap amen Buang lak emuk si, arus makié ebet Nebei Sulaiman di begulung o sebap si tukang tungeu ne neloak Nebei Sulaiman. Buang mak ebet gidong begulung. Si makié. Jano nadeak te? Tedung jagei tak ne melilit Buang lajeu Buang matié. Udo o Kacéa melilei oak-oak ne.

"Pergilah," kata harimau pohon itu. Kemudian pergilah kancil jauh-jauh. Setelah dia jauh berteriaklah dia "Sudah!" Mendengar si Kancil mengatakan `Sudah' mulailah harimau pohon itu memukul sarang lebah. Apa yang terjadi? Ratu lebah keluar dan menyengat harimau pohon itu. Harimau itu meraung-raung kesakitan disengat lebah. Kemanapun dia lari lebah-lebah itu mengejarnya, sehingga matilah harimau pohon itu.

Kembalilah kita kepada si Kancil tadi. Dia berlari cepat-cepat. Kemudian beristirahatlah dia di dekat ular yang sedang tidur. Tetapi tanpa diketahuinya ada seekor beruang di belakangnya yang hendak memakannya. Si Kancil berkata: "Sabar dulu." Sebab jika beruang hendak memakannya dia harus memakai ikat pinggang Nabi Sulaiman yang tergulung itu, karena kancil adalah penjaga yang disuruh Nabi Sulaiman. Beruang mengambil ikat pinggang yang tergulung itu dan memakainya. Apa yang terjadi? Ular itu bangun dan membelit si beruang sehingga matilah dia. Setelah itu kancil berlari jauh-jauh.



***


"All right," said the Wildcat.

So Mousedeer ran far away. From afar, he shouted, "Ready!" Hearing Mousedeer say "Ready!" Wildcat began to beat on the bee's nest. What do you think happened? The queen bee came out and stung Wildcat. Our Wildcat screamed in pain as he was stung by the bees. Wherever he ran he was stung by the bees endlessly until Wildcat died.

Let's return the story to our Mousedeer. He ran away as fast as he could go. After that he stopped near a snake that was asleep. What he did not know was that there was also a bear right behind him that wanted to eat Mousedeer. But Mousedeer said, "Now you wait just a minute!" because if Bear wanted to eat him, he must first put on the Prophet Solomon's belt which was coiled nearby, because Mousedeer was its keeper by order of the Prophet Solomon himself. Bear picked up the coiled belt. He put it on, and what do you suppose happened next? The snake woke up and squeezed Bear until he died. After that Mousedeer ran away as far as he could go.


4. Kang Ngen Be'uk


Meno o nak negrei nebei Sulaiman adé Be'uk ngen Kulei. Si samo-samo temanem pisang. Gi Kulei, tenanem ne anak pisang tapi gi Be'uk, tenanem ne pisang bi semulen tapi pucuk ne mai beak.

Pisang tenanem Be'uk coa idup. Pisang tenanem Kulei idup ba'es. Nadeak Kulei, "Bi lei pisang ku." "Bi lei kulo pisang ku," nadeak Be'uk.

An bi ke'an bi bemanak pisang Kulei. Nadeak Kulei ngen Be'uk, "Bi bemanak pisang ku" nadeak Kulei. "Bi bemanak kulo pisang ku dé'é" nadeak Be'uk.

Udo o bi an mesak pisang Kulei. Tapi Kulei coa nam kenék. Neloak Kulei Be'uk kemnék ne. Sapié Be'uk nak das o, si beguték emuk ne. Desiket biak, duei siket biak, udo o jano lak biak kete.

Nadeak Kulei, "Kating gi ku desoa, Be'uk!"

"Desoa manis!" nadeak Be'uk.

"Kating gi ku kak ne, Be'uk," nadeak Kulei.

"Kak ne manis," nadeak Be'uk. Udo o abis pisang detudak nemuk Be'uk.

4. Kepiting dan Beruk


Dulu di negeri Nabi Sulaiman ada seekor beruk dan kura-kura. Mereka sama-sama menanam pisang. Yang ditanam kura-kura adalah anak-anak pohon pisang sedangkan yang ditanam beruk adalah pisang yang sudah dewasa dengan pucuk-pucuknya yang kebawah. Pisang yang ditanam beruk itu tidak tumbuh. Sedangkan yang ditanam kura-kura tumbuh dengan baik. Kura-kura berkata: "Sudah besar pisang saya itu," dan beruk pun berkata: "Pisang ku pun sudah besar."

Setelah beberapa lama pisangnya kura-kura telah berjantung. Kura-kura pun berkata: "Sudah berjantung pisangku." Beruk pun berkata: "Sudah berjantung pisangku itu."

Setelah cukup lama, masaklah pisang kura-kura, tetapi kura-kura tak bisa memanjatnya. Disuruhnya beruk memanjatnya. Setelah beruk sampai di atas pohon, dia mulai makan pisang itu sesisir, dua sisir sampai hampir habis. Setelah itu kura-kura berkata: "Bantinglah untukku sebuah, Beruk!"

"Sebuah pun enak," kata si beruk.

"Kalau begitu bantinglah kulitnya saja," kata si kura-kura.

"Kulitnya pun enak," kata beruk. Kemudian habislah pisang setandan itu dimakan beruk.

Setelah itu kura-kura berpikir bagimana caranya membalas perbuatan beruk itu. Dia dapat memanjat, dia dapat melompat, sedangkan aku berjalan lambat, pikir kura-kura itu. Oh, aku minta tolong dengan kepiting saja. Pergilah dia mengunjungi kepiting. Diceritakannya maksudnya.



4. The Crab and the Ape


Once upon a time in the land of the Prophet Solomon there lived an ape and a turtle. They both planted banana trees. As for Turtle, he planted a young banana shoot, but as for Ape, he planted a mature banana plant with its flower tip hanging down.

The banana tree planted by Ape did not grow. The banana tree planted by Turtle thrived. Said Turtle, "My banana tree is already big."

"My banana tree is already big, too," said Ape.

Eventually Turtle's banana plant flowered. Said Turtle to Ape, "My banana tree has flowered already."

"Mine has flowered too," said Ape.

After a while Turtle's bananas ripened. But Turtle could not climb. Turtle asked Ape to climb up and get the bananas. When Ape reached the top, Ape started eating them. One bunch, gulp! Two bunches, gulp! After that, how many bananas would he gulp down?

Said Turtle, "Throw down a bunch for me, Ape!"

"A sweet bunch," said Ape.

"At least throw me the peelings, Ape!" said Turtle.

"The peelings are sweet," said Ape. Soon a whole hand of bananas was gone, devoured by Ape.

"How can I get revenge on this Ape?" thought Turtle. "He can climb, he can run, I am slow. Ah, I'll just ask help from Crab." He went to Crab. He explained what he wanted.

"Pakoak lak males Be'uk yo?" nékér Kulei. Si pacak kenék, si pacak melupat, uku panuo bai cenok. A, uku minai tulung ngen Kang bai." Si aleu magea Kang. Cenrito kelak ne.

"Jijei!" nadeak Kang. Udo o Kang aleu mesoa Be'uk, coa temeu. Kang diem beak buteu emet Be'uk.

Coa an sudo o Be'uk teko, temot das buteu penan Kang sebunyin. Temot Be'uk das butew, mulai Kang madeak.

"Kang katip!" nadeak Kang.

"Huuus! Api si do o?" nadeak Be'uk.

"Kang katip," nadeak Kang. Kang katip-katip botoak Be'uk.

"Hus! Api do o?" nadeak Be'uk.

"Huuuut!" senimet Kang. "Héy, ko leyen di nenog leyen di menyimet." Sako be'uk yam ne di menyimet. Udo o si mak putung tak temtus yam ne déwék lajeu Be'uk matié.

Do o ba amen tun tamak ige. Sako ne ijé ne di semimet kécék ne o yam ne. Kes ne Kang.

"Baiklah," kata kepiting. Kemudian kepiting pergi mencari beruk tapi tidak ketemu. Kepiting diam di bawah batu menunggu beruk. Tak berapa lama datanglah beruk itu dan duduk di atas batu tempat kepiting bersembunyi. Waktu dia duduk, kepiting pun berkata:

"Kepiting jepit," kata kepiting.

"Huss!, siapa itu?" kata beruk.

"Kepiting jepit-jepit penis beruk."

"Huuut! Hei kau, lain ditanya lain pula yang menjawab." Disangkanya penisnyalah yang menjawab. Kemudian beruk mengambil kayu dan memukul penisnya sendiri sehingga dia mati. Itulah bila orang tamak. Dikiranya yang menjawab kata-katanya itu penisnya sendiri, tak diduganya kepiting.



***




"Agreed!" said Crab. Crab went looking for Ape but couldn't find him. So Crab stayed under a rock waiting for him to pass by.

Not long after that Ape came by and sat on the rock where Crab was hiding. With Ape sitting on the rock, Crab began to speak.

"Crabs pinch!" said Crab.

"Huuus! Who is that anyway?" said Ape.

"Crabs pinch!" said Crab. Crab pinched and pinched Ape's penis.

"Huuus! Who's that?" said Ape.

"Huuuut!" answered Crab.

"Hey, I speak to one and another answers." Then Ape took a stick and beat on his own penis until he died.

That's what happens when people are greedy. Ape thought his own penis was talking to him. In fact it was Crab.


5. Meterei


Adé meno o cerito tun tuei-tuei. Adé gén tun Majei. Anak ne adé semilan. Di piset su'ang gén ne Meterei. Meterei yo alep nien. Kemelbéak alep ne. Tun sayang kete ngen si. Tapi pasoak ne coa tujeu kemléak Meterei o. Pasoak ne mogoa madeak Meterei di kidék-kidék ne. Nogoa pasoak ne mengéak.

Udo o adé di laput nak dasié ne. Tun ribut mesoa ne. Coa temeu, tun tak temneak Meterei mak ne.

Panjang cerito ne, Meterei lak namung mai beak imo. Meterei coa namen si lak namung bapak ne. Coa an udo o si najak bapak ne mai imo. Kabuk-kabuk bi aleu emin mié lem ibet, lapen lem tabung.

Sapié nak beak imo iding ebaka gajeak, nenea bapak ne ponok serudung. Wakteu ponok ne o bi sudo, bapak ne madeak kemet si nak ponok, si lak mak putung nak pa'ak o besi. Udo o bapak ne aleu.

O ba Meterei memet si. Bi an si memet. Coadé bapak ne teko igei, coa. Ikak-ikak bilei bi lak kelmen.

Ponok nak ebaka gajeak nano penan melitas benatang bélék kunai mesoa upan. Temié-temié melitas gajeak. Tena'ak ne Meterei, "Hoy, Meterei, jano uleak nu nak di o? Bilei bi lak kelmen".

5. Meterei


Dulu ada cerita orang tua-tua yang seperti begini. Ada seorang lelaki yang namanya Majei. Anaknya sembilan orang, yang bungsu dinamakan Meterei. Meterei ini sangat cantik. Karena cantiknya ini, orang-orang sayang sekali akan dia tetapi kakak-kakak perempuannya benci sekali melihatnya. Kakak-kakaknya terus menerus berkata bahwa Metereilah yang buat kesalahan. Seringkali kakak-kakak perempuannya itu memarahinya.

Kemudian ada sesuatu yang hilang dari rumah mereka. Orang-orang pada sibuk mencarinya tetapi tidak ketemu. Orang pun menuduh Meterei mencurinya. Selanjutnya Meterei akan dibuang ke dalam hutan. Meterei tidak tahu bahwa dia akan dibuang ke hutan oleh ayahnya. Tak lama kemudian dia diajak ayahnya untuk ke hutan. Pagi-pagi mereka pergi dengan membawa nasi bungkus dan sayur dalam bambu.

Sesampainya mereka di hutan di dekat jalan gajah lewat, ayahnya membuat pondok sederhana. Ketika pondoknya sudah selesai ayahnya menyuruhnya untuk menunggunya di pondok itu. Dia akan mengambil kayu di dekat situ. Setelah itu ayahnya pergi. Meterei menunggunya.

Sudah lama ditunggunya namun ayahnya tak kembali juga. Tak lama kemudian hari pun menjadi gelap. Pondoknya yang baru dibangun di jalan tempat gajah lewat itu adalah juga tempat lewat binatang-binatang lain yang menuju rumahnya sehabis mencari makan. Mula-mula lewatlah gajah dan ditegurnyalah Meterei.

"Hei Meterei, apa yang kau lakukan pada waktu senja seperti ini?"




5. Meterei


Here's another story the old people used to tell. There was a man named Majei who had nine children. The youngest one's name was Meterei. This Meterei was very pretty. Extremely pretty! Everybody was attracted to her. But this made her elder sisters jealous of Meterei. They kept saying that Meterei was as bad as she could be. They were angry with her all the time.

One day something turned up missing at their house. Everyone was in an uproar looking for it. When they didn't find it, they accused Meterei of stealing it.

To make a long story short, Meterei was to be banished to the forest. Meterei did not know she was to be abandoned by her father. Not long after that her father asked her to accompany him to the forest. Before dawn they left carrying rice in a sack and vegetables in a bamboo. They arrived in the deep forest near an elephant trail, where her father built a makeshift shelter. When the shelter was ready, her father told Meterei to wait there for him while he went to fetch firewood nearby. Then her father went away.

Oh, how Meterei waited for him! For a long time she waited. Her father did not come back. Soon it would be getting dark.

The shelter was near the elephant trail where animals passed by on their way home from searching for food. The first to pass by was Elephant. He asked Meterei, "Hey, Meterei, what are you doing here? It will be night before you know it!"

After that animals passed by in a continuous stream. The last to come was Python. He asked Meterei, "What are you waiting for here? Night is falling fast."


"Uku namung bapak ku," nadeak Meterei.

Terus udo o deu benatang melitas. Penyudo ne melitas edung merdaung. Tennei ne Meterei, "Jano nemet nu nak piyo? Bilei ikak-berikak bi lak kelmen."

Senimet Meterei, "Uku coadé penan bélék. Dalen coa ku namen. Uku namung bapak ku," nadeak Meterei.

"Amen barat o, maro ba temotoa uku bélék," nadeak edung merdaung. Tak edung merdaung mepék Meterei nak tukuk ne. Udo o nemin ne Meterei mai sadié ne, seme'ang bioa, melitas imo lem.

Udo o sapié si nak sadié edung Merdaung. Tobo o senamut tun sadié o. Wakteu edung Merdaung sapié nak sadié ne, mako o si bubeak jijei bujang alep. Coa an udo o si napag tun ngen Meterei.

Cuma tengén. Yo ba cerito ne.

"Aku dibuang ayahku," jawab Meterei. Kemudian sesudah itu binatang-binatang pun melewatinya. Pada akhirnya lewatlah ular merdaung dan ditanyailah Meterei:

"Apa yang kau tunggu di sini? Sebentar lagi hari akan gelap." Meterei menjawab:

"Aku tidak tahu jalan ke rumah. Aku dibuang ayahku."

"Kalau begitu ikutilah aku ke rumah," kata ular merdaung. Ditaruhnya Meterei di punggungnya dan dibawanya Meterei ke dusun ular itu. Sungai pun diseberangi, hutan rimba pun dilewati, sampai akhirnya mereka tiba di dusun ular merdaung. Mereka disambut orang-orang dusun itu. Ketika ular merdaung tiba didusunnya dia pun berubah menjadi seorang anak muda yang tampan. Tak lama kemudian, dikawinkanlah orang-orang anak muda itu dengan Meterei.

Hanya itulah ceritanya.



***



"I was abandoned by my father," answered Meterei.

"In that case you can come home with me," said Python. Then Python lifted Meterei onto his back. After that he carried Meterei to his village, fording rivers and passing under the forest canopy.

After that they arrived at Python's village. They were welcomed by the people there. As soon as he arrived in the village, Python changed into a handsome young man. Not long after that he was married to Meterei by the people of the village.

The story ends there.



6. Kacéa Ngen Raksasa


Meno o adé cerito kacéa lak mesoa kan nak bioa coa oak kunai penan ne diem. Bilei si lak aleu, si aleu kabuk-kabuk lut-lut. Si begecak.

Nak dalen temeu si Mangé. Tennei Mangé, "Hoy, Céa! Lak mai ipe ko?". "Lak mesoa kan," nadeak Kacéa.

"Uku mileu, buléak, coa," nadeak Mangé.

"Tai ba!" nadeak Kacéa.

Udo o terus si panuo berpak Mangé. Coa an udo o temmeu ngen Imuo.

"Lak mai ipe udi?" nadeak Imuo.

"Mesoa kan," nadeak Kacéa.

"Uku mileu!" nadeak Imuo.

"Maro ba!" jawap Kacéa. Udo o guték igei tobo o panuo. Udo o coa an temmeu igei ngen Gajeak.

"Lak mai ipe udi?" nadeak Gajeak.

"Kémé lak mesoa kan," nadeak Kacéa.

"Uku mai, buléak, coa?" nadeak Gajeak.

"Buléak!" nadeak Kacéa. An bi ke'an tobo o panuo melitas lekok, melitas imo. Sapié tobo o nak penan nadeak Kacéa o. Mulai ba metis bioa o. Gajeak tukang makut pitak ne. Mangé pogoa mikoa ne. Coa an udo o ke'ing bioa o. Mulai mesoa kan. Uléak nakut mai da'et nepék beak kiuo lei.

kiuo. Neloak Imuo tukang tungeu ne. Di leyen ne terus mesoa kan.

Bélék cerito te magea Imuo gidong temungeu kan. Gidong si baik-baik temungeu kan teko Raksasa.

"Hoy, Imuo, jano uleak nu?".

"Temungeu kan," nadeak Imuo.

"Uku lak emuk uléak udi" nadeak Raksasa.

"Dang!" nadeak Imuo.

"Ko nonoak ku bé" nadeak Raksasa o.

6. Kancil dan Raksasa


Dulu ada sebuah cerita tentang kancil yang mencari ikan di sungai yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Hari itu dia berangkat pagi-pagi sekali. Tergesa-gesa jalannya.

Di jalan dia bertemu dengan seekor babi hutan dan babi itu bertanya: "Hai 'Cil, mau ke mana kau?"

"Mau cari ikan," jawab kancil.

"Aku ikut boleh tidak?" tanya babi hutan.

"Marilah," kata kancil. Setelah itu dia terus berjalan bersama-sama babi hutan. Tak lama kemudian bertemulah mereka dengan seekor harimau.

"Mau kemana kalian?" tanya harimau.

"Mencari ikan," kata kancil.

"Aku ikut ya?" kata harimau.

"Marilah," jawab kancil. Setelah itu perlahan-lahan mereka berjalan. Tak lama kemudian bertemulah mereka dengan seekor gajah.

"Mau kemana kalian?" kata gajah.

"Kami akan mencari ikan," kata kancil.

"Aku ikut boleh tidak?" tanya gajah.

"Boleh," jawab kancil. Akhirnya mereka berjalan melewati jurang, melewati hutan hingga sampailah mereka di tempat yang dikatakan kancil itu. Mulailah membendung sungai itu; gajah tukang angkut tanahnya. Babi teruslah bekerja menggalinya. Tak berapa lama keringlah sungai itu. Mulailah mereka mencari ikan. Hasilnya diangkut ke darat dan diletakkan di bawah pohon kayu. Disuruhnya harimau menjaganya. Yang lainnya terus mencari ikan.



***


6. Mousedeer and the Giant


Once there was a story about a mousedeer who wanted to catch fish in a river not far from the place where he lived. On the day he went fishing, he set out long before dawn. He traveled fast. On the way he met a wild boar.

Boar asked, "Hoy, 'Deer! Where are you going?"

"Going to look for fish," said Mousedeer.

"I'll join you if it's all right, ok?" said Boar.

"Fine!" said Mousedeer. He continued to walk along with Boar. Not long after that they met a tiger.

"Where are you going?" asked Tiger.

"Fishing," answered Mousedeer.

"I'll join you," said Tiger.

"Come on!" answered Mousedeer. They all set out again walking. Not long after that they met Elephant.

"Where are you going?" asked Elephant.

"We are going fishing," said Mousedeer.

"Me too, if you don't mind?" asked Elephant.

"No problem!" said Mousedeer.

On and on they walked across ravines and through the forest until they arrived at the place Mousedeer had told them about. They began to dam up the river. Boar was the chief digger. Elephant hauled the mud and dirt. In no time the water was dammed up and the bed was dry. They began to collect the fish. The catch was thrown up onto the land and placed under a tree, where Tiger was posted as the watch guard. The others continued to collect fish.



Kemtea Imuo temngoa ne. Si melilei magea Kacéa. Si cemrito Raksasa emuk kan.

"Bedan! Selon panjang pa'ing ceréngéng o coa tak guno ne," nadeak Kacéa. Kacéa meloak Gajeak temungeu kan, tapi Gajeak coa kulo binei. Melilei si kemléak raksasa o. Udo o neloak Mangé, bi coa kulo binei.

"Bedan! Udi yo lei bai ne, coa tak kebinei. Bé uku temungeu ne".

Aleu Kacéa temungeu ne. Raksasa ati teko. Kacéa mak bes. Si mogoa semamung ne panjang-panjang ne. Gidong awié yo, teko Raksasa lak emuk kan, tapi selé si kemléak Kacéa gidong barat o. Tennei ne, "Oy, Kacéa, jano uleak nu?"

"Uku menea tilei sebap denyo lak kiamat. Pun kiuo yo besi di coa ajoa ne," nadeak Kacéa.

"Uku menupang, Céa!" nadeak Raksasa o.

"Dang!" nadeak Kacéa.

"Laa, Céa, ite pasoak," nadeak Raksasa o samo mengéak. "Ko nemuk ku bé," nadeak Raksasa o.

Kemuk ba!" nadeak Kacéa. "Bé ngen uyo samo-samo bai matié," nadeak Kacéa. Raksasa mengibo ngen tameak saben.

Penyudo ne, "Kesoa ba tilei deu-deu ne," nadeak Kacéa. Aleu Raksasa mesoa tilei bes deu-deu ne. Bi deu tilei o nadeak Kacéak, "Kelilit mai awak nu samo nékét nak pun kiuo lei o". Mulai Raksasa mékét ne. Nékét ne it-it deu-deu ne.

"Cubo ngegrutak” nadeak Kacéa. Tapi raksasa o cigei nam lepas igei.

"Léngét kelem, bilei lak ujen," nadeak Kacéa. "Denyo lak kiamat ba." Udo o Kacéa mékét kagen Raksasa lajeu cigei nam benyabei lajeu matié.

"Diyo upéak tun galak emuk kan uléak kémé, nadeak Kacéa.

Raksasa o matié, Kacéa menog kuat-kuat ne meloak kemléak. Kuat-kuat ne lajeu saben kete ngen Kacéa.

Kembali cerita kita kepada harimau yang sedang menjaga ikan itu. Sedang enak-enaknya dia menjaga ikan, datanglah seorang raksasa. "Hoi harimau, apa kerjamu?"

"Menjaga ikan," kata harimau.

"Aku mau makan hasil ikan kalian itu," kata raksasa.

"Jangan," kata harimau.

"Kubunuh kau nanti," kata raksasa itu. Gemetarlah harimau mendengarnya. Dia berlari menemui kancil dan diceritakanlah bahwa raksasa makan ikan mereka.

"Sialan! Kukumu yang panjang itu tak ada gunanya!" kata kancil. Kancil menyuruh gajah menunggui ikan tapi gajah pun tak berani juga. Larilah dia melihat raksasa itu. Setelah itu disuruhnya babi. Tak berani pula babi itu. "Sialan! Kalian ini besar saja badannya tapi tak ada keberanian. Biar aku yang menjaganya." Pergilah kancil menjaganya. Raksasa belum datang. Kancil mengambil akar rotan lalu dia menyambungnya panjang-panjang. Waktu dia sedang bekerja, datanglah raksasa hendak makan ikan. Tapi heran dia melihat kancil sedang begitu.

Ditanyailah si kancil, "Hoi kancil, apa kerjamu?"

"Aku membuat tali, sebab dunia akan kiamat. Pohon kayu ini saja yang tidak akan hancur," kata kancil.

"Boleh aku menumpang, Kancil?" kata raksasa itu.

"Jangan," kata kancil.

"Naaa, Kancil, kita famili," kata raksasa itu sambil marah. "Kau kumakan nanti!"

"Silahkan saja, makanlah!" kata Kancil. "Nanti atau sekarang sama-sama kita mati semua!" Raksasa mengeluh dan tambah takut.

Ahirnya, "Carilah tali banyak-banyak," kata kancil. Pergilah si raksasa mencari tali rotan banyak-banyak.




***



Our story turns to the tiger guarding the fish. While he was dutifully guarding the fish, along came a huge giant named Ogre.

"Hoy, Tiger, what have you got there?"

"I'm guarding some fish," said Tiger.

"I am going to eat your catch," said Ogre.

"Don't do that!" said Tiger.

"Then I'll kill you!" said Ogre. Tiger trembled when he heard that. He ran to Mousedeer. He explained that Ogre was eating the fish.

"I've heard enough! Your long claws are useless," said Mousedeer. Next, Mousedeer ordered Elephant to guard the fish, but Elephant wasn't any braver. He ran when he saw the giant. After that Boar was dispatched, but he wasn't brave either.

"I've had just about enough of all of you!" said Mousedeer. "You are very big, but you are not very brave. I shall guard them myself." Off went Mousedeer to guard the fish. Ogre had not yet come back. Mousedeer began to collect rattan vines. He proceeded to fasten them together into a long rope. While he was doing that, Ogre came back intending to eat the fish. But he was surprised when he saw what Mousedeer was doing.

He asked, "Oi, Mousedeer, what have you got there?"

"I am making a rope because the world is coming to an end. This tree is the only thing that will not be destroyed," said Mousedeer.

"Let me join you, 'Deer," said Ogre.

"No, I'm sorry, you can't," said Mousedeer.

"Laaa, 'Deer, we are brothers," said Ogre while becoming angry. "Then I will just have to eat you!" he said.

"Go ahead and eat me!" said Mousedeer. "Now or later, we're all going die anyway." Ogre looked lost and confused, and he trembled with fear. So Mousedeer said, "Ok, ok. Fetch lots of rope," said Mousedeer. Off went Ogre to get all the rattan he could find.

(p. 27 gambar)

6. Kancil dan Raksasa (sambungan)


Setelah banyak talinya, kancil berkata: "Belitlah ke tubuhmu sambil mengikat diri di pohon kayu itu." Mulailah raksasa itu mengikat dirinya. Diikatnya banyak-banyak.

"Coba berontak," kata kancil. Tapi si raksasaa tak bisa terlepas lagi.

"Langit gelap, hari akan hujan," kata kancil. "Dunia akan segera kiamat!" Setelah itu kancil mengikat leher raksasa itu sehingga ia tak dapat bernapas sampai mati. Matilah raksasa itu dan kancil memanggil kawan-kawannya dan menyuruh mereka lihat. Kawan-kawannya takut semua akan kancil.




***



6. Mousedeer and the Giant (continued)


When he had found plenty, Mousedeer said, "Tie the vines around your body and fasten yourself to that tree." Ogre began to tie himself up. He tied himself as tight as he could.

"Try to move!" said Mousedeer. But Ogre could no longer get loose.

"The sky is getting dark, it is going to rain," said Mousedeer. "The world is coming to an end." After that Mousedeer bound Ogre's neck until he couldn't breathe, and so he died.

When Ogre was dead, Mousedeer called his friends and told them to look. His friends were all in awe of Mousedeer.




7. Ketinoak


Adé meno o gen nak sadié oak kunai pasar adé tun semulen alep. Gén ne Meterei. Si anak diwo tu'un mai denyo kerno sepasoak ne coa as kemléak si.

Kabuk-kabuk si aleu mai menei mai bioa coa si oak kunai umeak ne. Si pogoa kemusuk buk ne. Ijei o bayang-bayang ne adé nak lem bioa. Unen ne o nak beak pun kiuo. Nak das ne adé semat temungeu ne. Semat o gén ne Ketinoak. Si gidong temot nak das dan kiuo lei o. Kenléak ne bayang-bayang Meterei nak bioa o. Sako ne bayang ne kalep o. Udo o kenléak ne do o bayang-bayang Meterei. Jengik nien si kemléak Meterey yo.

Adé kulo nak sadié leyen bujang alep. Gén ne Bujang Kurung. Si aleu meto-meto samo emin piket poyoak. Panuo kelideak masuk imo keluea imo, masuk sadié keluea sadié. Sapié ba si nak sadié Meterei alep o. Si kemléak Meterei o alep lut. Si meloak inok ngen bapak ne masen. Nasen inok ne Meterei o. Lak kulo Meterei o. Bi sudo basen kedeu peltak ne seto ngen leyen-leyen ne bi sudo, bilei ne bi tentep. Tinga emet ne bai igei.

Ules ne tenngoa semat bié nak pun kiuo nak das unen penan tun menei o. Semat bié o jengik temngoa ne. Coa an udo o Meterei lak napag tun ngen Bujang Kurung. Memen ne tun lak umung, Meterei aleu mai bioa lak menei. Semat bié kemléak Meterei lak menei. Si tak temulak Meterei lajeu Meterei monot. Semat o bubeak jijei selawié dekmai ngen Meterei. Icak-icak si Meterei. Coa tun namen di bélék kunai menei o iso si Meterei. Napag tun semat bié yo nano ngen Bujang Kurung.

7. Ketinoak


Dulu di suatu dusun yang jauh dari pasar, ada seorang gadis yang cantik. Ia anak dewa yang turun ke bumi karena dia tidak disenangi orang yang melihatnya. Pada suatu hari, ia pergi mandi ke air yang tidak jauh dari rumahnya. Ia terus mencuci rambutnya. Jadi bayangannya terlihat di dalam air. Tempat mandi itu di bawah pohon kayu. Di atasnya ada setan penunggunya. Setan itu namanya Ketinoak. Ia sedang duduk di atas dahan pohon besar itu. Dilihatnya bayang-bayang Meterei di dalam air itu. Disangkanya bayangan yang cantik itu adalah bayangannya. Setelah dilihatnya bahwa itu adalah bayangan Meterei benci sekali dia melihatnya.

Ada pula di desa lain seorang anak muda yang tampan, namanya Bujang Kurung. Merantaulah dia masuk keluar hutan dan kampung-kampung. Sampailah dia di kampung Meterei si cantik itu. Dilihatnya Meterei itu cantik sekali. Dia menyuruh ibu dan ayahnya melamar Meterei. Mau juga Meterei setelah berunding berapa harta kawinnya. Hari pernikahan pun sudah ditetapkan, tinggal menunggu saja harinya.

Rupanya itu didengar setan perempuan di pohon kayu tempat orang mandi itu. Setan perempuan itu benci mendengarnya. Tak lama lagi Meterei akan dikawinkan orang dengan Bujang Kurung. Besok adalah hari perkawinan itu. Meterei pergi ke air tempat mandi itu. Setan perempuan melihat Meterei mau mandi. Kemudian dia mendorong Meterei sehingga hanyutlah dia. Setelah itu setan itu berobah menjadi wanita yang serupa dengan Meterei. Pura-pura dia menjadi Meterei. Tidak seorang pun yang tahu bahwa yang pulang mandi itu bukan Meterei. Dirayakan oranglah pesta perkawinan setan perempuan tadi dengan Bujang Kurung.




7. Ketinoak


Long ago in a village far from the city there lived a beautiful young maiden. Her name was Meterei. She was a child of the gods who descended to earth because she made the other gods jealous when they saw how beautiful she was.

Early one morning she went to bathe at the river not far from her house. As she proceeded to wash her hair, her reflection was visible in the water. The bathing place was under a tree. At the top of the tree was an evil spirit haunting it. The evil spirit's name was Ketinoak. She was sitting on the top branch of that big tree. She saw Meterei's reflection in the water, and she thought how beautiful that reflection was. It made her extremely jealous to see it.

In another village there lived a handsome young man. His name was Bujang Kurung. One day he went wandering in the forest carrying a quail decoy. He walked slowly in and out of the forest, entering and exiting many villages. When he arrived in Meterei's village, he couldn't help but notice how beautiful she was. He asked his mother and father to go courting. His mother did court Meterei. Meterei also was willing. After negotiating how much money and whatever else, the date was set. There remained only to wait for the wedding day.

All this was overheard by the female spirit in the big tree at the place where people bathe. She became jealous when she heard all this. Meterei was already preparing for her wedding. The next day while everyone was celebrating, Meterei went to the river to bathe. The female spirit saw her preparing to bathe. She pushed her hard so that Meterei was swept downstream. Then the evil spirit changed into a woman looking like Meterei. She pretended to be Meterei. No one knew that the one returning from the river was not Meterei. Bujang Kurung was married to that evil spirit by the village people.

Bélék cerito te ngen Meterei yo nano. Si monot terus sapié nak debueak sadié. Tenakep tun. Naket tun jijei anak ne.

Bélék igei cerito te magea semat bié di jijei ngen Bujang Kurung nano. Gén ne Ketinoak. Kakok ne coa si teu gén ne ikak si tir-tir bai.

Coa an sudo napag, sakit Bujang Kurung. Kedong meleket ngen tikea, awak bi ja'ei, bi tinga babak nalut telan igei, emuk mié coa lak, emuk bioa engan. Tun bi rényéng kete mékér ne. Cem-cem ubet bi nelié tapi Bujang Kurung coa kenai ka'en.

Udo o adé tun kunai sadié leyen semuleu ne. Tun semuleu yo selawié. Nemin ne mié, nemin ne bioa, neloak ne Bujang Kurung emuk ne. Selé ne kulo, Bujang Kurung ngejut sihat, emuk mié galak. Tapi amen selawié o bélék mai sadié ne, Bujang Kurung pino igei sakit ne. Amen selawié o teko, sihat igei Bujang Kurung. Bujang Kurung awié o ba terus ne.

Mak te penak cerito ne. An-an tennei tun, "Api si ko yo di nien ne?". Coa lak selawié o cemrito ne. Bi nekoak tun tapié selawié o cemrito. Bi sudo temngoa cerito o, tapié tun namen selawié o adé ba Meterei di nonot belo o.

Ketinoak temngoa kulo cerito o. Tak tun temakep ne, tak tun menem lajeu si matié. Meterei nano lajeu diem nak di. Bujang Kurung sihat igei.


Kembali kita kepada cerita Meterei tadi. Ia hanyut terus sampai pada sebuah dusun. Ia ditangkap orang dan diangkat menjadi anaknya.

Kembali lagi kita kepada cerita setan perempuan yang kawin dengan Bujang Kurung tadi. Namanya Ketinoak. Kakaknya tidak tahu kerjanya terlalu genit saja. Tak lama setelah mereka kawin sakitlah Bujang Kurung. Punggungnya sudah lengket dengan tikar, badannya sudah kurus, makan nasi tak mau, minum pun tak mau dia. Orang sudah bingung semua memikirkannya. Bermacam-macam obat sudah dicarikan tetapi Bujang Kurung tak sembuh juga.

Kemudian ada orang dari kampung lain yang menjenguk si sakit ini. Orang yang menjenguk ini seorang wanita. Dibawanya nasi, dibawanya air dan disuruhnya Bujang Kurung memakannya. Anehnya pula Bujang Kurung tiba-tiba sehat, suka makan nasi itu. Tetapi jika wanita itu pulang ke kampungnya Bujang Kurung pun kembali lagi sakit. Jika wanita itu datang, Bujang Kurung pun kembali sehat. Begitulah seterusnya. Pendeknya, lama kelamaan orang pun bertanya: "Siapa kau ini yang sebenarnya?" Tak mau wanita itu menceritakannya. Setelah disuruh orang baru dia menceritakannya. Setelah dengar cerita itu baru orang tahu bahwa dia adalah Meterei yang hanyut dulu. Ketinoak juga mendengar cerita itu. Orang menangkapnya dan membenamkannya di dalam air lalu dia pun meninggal. Kemudian Meterei tinggal di sana dan Bujang Kurung pun sehat kembali.

Begitulah ceritanya.


***


Now our story returns to the real Meterei. She was swept downstream to a village. She was rescued. People adopted her and treated her like their own child.


Our story returns again to the female spirit living with Bujang Kurung. Her name was Ketinoak. What nobody could figure out was the why she was acting so coquettishly.

Not long after being married, Bujang Kurung got sick. His back stuck to the straw mat, his body grew thin—just skin and bones was all he was. He didn't want to eat, he even refused water. Everyone was worried about him. Various medicines were administered but Bujang Kurung was unable to take anything.

After a while a person from another village came to visit him. The visitor was a woman. She brought rice, she brought water, and she told Bujang Kurung to take them. It was amazing how Bujang Kurung suddenly improved, and regained his appetite. But when the woman went back to her village, Bujang Kurung relapsed and fell sick again. Whenever the woman came, Bujang Kurung got well again. Bujang Kurung kept on like that for quite a long time.

Let's keep the story short. After a while the people asked, "Who are you really?" The woman did not want to reveal her identity. Only when pressed did she tell her story. After hearing the story the people realized that she was Meterei, and that she had been swept downstream some time ago.

Ketinoak also heard what had happened. The people grabbed her and held her under water until she died. Meterei stayed in the village. Bujang Kurung recovered his health completely.


8. Be'uk Ngen Kulei


Meno o adé Be'uk sepa'ak umeak ngen Kulei. Be'uk kabuk-kabuk bi tanang mai umeak Kulei. Wakteu o bilei ujen bai. Nadeak Be'uk ngen Kulei, "Jano lukak te, San? Bilei kidék, ujen bai."

"Bediang bai ite" nadeak Kulei. "Maro te!" nadeak Be'uk.

Udo o Kulei mak putung midup opoi lei-lei ne. Bediang ba Be'uk ngen Kulei, emet ujen nyié. Coa an udo o ujen nyié. Betenei Kulei, "Mai ipe ite meto bilei yo, San?"

"Teak ba," nadeak Be'uk samo pékér. "O, adé lukak ne," nadeak Be'uk samo tawei. "Ite maling pedes Majei bai. Si coa gi mai dumei. Bilei ujen yo.

"Tai ba te!" nadeak Kulei.

Coa an udo o aleu ba Be'uk ngen Kulei mai maling pedes. Panuo si beduei o goyo-goyo mai ma'ak puluo pedes Majei. Bi sapié tobo o nak di, Be'uk mulai emuk pedes o. Kulei emuk kulo. Wakteu Be'uk emuk ne, tepengang Be'uk, "Waaa, pelgéak pedes Majei!" Kelék jano gén ne!

"Dang miling lék," nadeak Kulei. Tapi Be'uk miling tameak lék, "Inok! Pelgéak pedes Majei!" nadeak Be'uk.

"Diem!" nadeak Kulei.

Tapi Be'uk tameak lék lajeu Majei namen. Si tak manjo Be'uk ngen Kulei. Be'uk gacang ngacap lajeu dapet Kulei tenakep Majei. Si tak mamung Kulei nak puluo tebok salak. Tesakut Kulei nak puluo tebok salak o. Beguyang amen kenmus angin.

Udo mating Kulei mai puluo tebok salak nano, Majei bélék. Beguték Be'uk magea Kulei di tesakut nak tebok salak o. Goyo-goyo si mecat Kulei kunai penan ne tesakut. Sudo mepas Kulei tanja kulo be'uk. Be'uk us nyakut kulo nak puluo tebok salak. Kulei coa nam temulung lajeu Be'uk matié.

8. Beruk dan Kura-Kura


Dulu ada suatu cerita tentang kura-kura dengan beruk. Rumahnya kura-kura dan beruk berdekatan. Pagi-pagi benar beruk sudah bertandang ke rumah kura-kura. Waktu itu hari hujan terus. Beruk berkata kepada kura-kura: "Apakah kerja kita saudara? Hari buruk, hujan terus."

"Mari kita berdiang saja," sahut kura-kura. Kemudian kura-kura mengambil kayu dan menghidupkan api besar-besar. Berdianglah beruk dengan kura-kura menanti hujan reda. Tak lama kemudian hujan pun reda. Bertanyalah kura-kura: "Kemana kita hari ini?"

"Entahlah," sahut beruk sambil berpikir. "Oh, ada kerja kita," kata beruk sambil tertawa. Kita mencuri jahe Maji saja. Dia tak akan ke ladang karena hari hujan."

"Baiklah," sahut kura-kura. Tak lama kemudian, pergilah beruk dan kura-kura mencuri jahe. Berjalanlah mereka berdua perlahan-lahan mendekati kebun jahe Maji itu. Sesampainya mereka di sana, mulailah beruk makan jahe itu. Demikian juga dengan kura-kura.

Ketika beruk memakannya, menjeritlah dia keras sekali: "Wah, pedas sekali jahe Maji!"

"Jangan bicara keras," kata kura-kura. Tapi beruk bicara tambah keras.

"Aduh Mbak! Alangkah pedas jahe Maji!" teriak beruk.

"Diam," seru kura-kura. Tapi beruk berteriak bertambah keras sehingga Maji mengetahuinya. Ia mengejar beruk dan kura-kura. Beruk cepat lari, tapi kura-kura dapat ditangkap oleh Maji. Dibuanglah kura-kura ke kebun duri-duri salak. Tersangkutlah kura-kura di tempat duri salak itu. Bergoyang-goyanglah dia jika dihembus angin.

Setelah melempar kura-kura ke tempat duri-duri salak tadi Maji pun pulang. Pelan-pelan beruk mendekati kura-kura yang tersangkut di duri salak tadi. Hati-hati ia lepaskan kura-kura dari tempatnya yang tersangkut. Setelah melepaskan kura-kura, berdebum ... jatuhlah beruk dan tersangkutlah dia di tempat duri salak. Kura-kura tak dapat menolongnya, sehingga matilah beruk itu.


***

8. The Ape and the Turtle


Once there was an ape that lived next door to a turtle. Early one morning Ape paid a visit to Turtle's house. At that time it was raining. Said Ape to Turtle, "What shall we do, brother? The weather is terrible, raining cats and dogs."

"Let's just build a fire," said Turtle.

"All right!" said Ape. After that Turtle fetched wood and lit as big a fire as he could. Ape and Turtle warmed themselves waiting for the rain to stop. Not long after that the rain stopped. Turtle asked, "Where shall we go today?"

"I don't know," said Ape while thinking. "Oh, I have an idea!" said Ape laughing. "Let's go steal Majei's ginger. He won't be going to the field. It's raining."

"Good idea!" said Turtle. Soon they were off on their way to steal ginger. They walked together slowly on the approach to Majei's ginger patch. When they got there, Ape began to eat the ginger. Turtle ate some, too. As Ape ate he hollered, "Waaa! Majei's ginger is hot!" He hollered this very loudly.

"Don't talk loud!" said Turtle.

But Ape cried out even louder, "Oh, Mama! Majei's ginger is hot!" shouted Ape.

"Be quiet!" said Turtle.

But Ape's shouting just got louder until Majei heard him. He chased after Ape and Turtle. Ape ran fast, so Turtle was one that got caught. Majei threw Turtle into a patch of thorny salak fruits. Turtle was caught fast in the thorn patch. His body twisted slowly in the wind.

After throwing Turtle into the thorn patch Majei went home. Slowly Ape approached Turtle who was still stuck fast on the thorns. Carefully he freed Turtle from the place where he was caught. When free, Turtle jerked wildly, causing Ape to fall and get trapped in the thorn patch. Turtle was unable to help so that Ape died.


(p. 35 gambar)

KOSA KATA

abéak

kira-kira

around; approximately

abis

1. selesai 2. habis

1. done 2. finished

adé

ada

there is/there are

adé ba

adalah

to be

ajoa

hancur

be destroyed

aléak

pindah

move; change residence

alep

cantik

beautiful

aleu

pergi

go

amen

kalau; jika

If; when

an

lama

long (time)

an bi ke'an

lama-lama

very long time

anak

anak

children

anak pisang

anak pohon pisang

young banana shoots

an-an

lama-kelamaan

endlessly

angin

angin

wind

api

siapa

who

apir

hampir

almost

areak alat

pakaian

clothes; things

arus

harus

must

as

puas; disenangi

happy; satisfied

asal ne

asal

originally

asoak

adik

younger sibling

ati

belum

not yet

atié

hati

heart; liver; (fig. me; myself)

awak

tubuh; badan

body

awié

begini

like

babak nalut telan

kulit dibalut tulang

skin and bones

ba'es

dengan baik

well

bai

saja

just

baik

enak

delicious; good

baik-baik

baik-baik

carefully

bajeu

baju

clothes

bapak

ayah

father

barat o

seperti ini; begini

like this

basen

berunding

negotiate

bayang-bayang

bayangan

reflection

nanti

later

beak

bawah

under

bedan

berhenti

stop

bediang

berdiang

warm up by the fire

beduei

berdua

the two; the couple

begecak

tergesa-gesa

fast

begulung

tergulung

coiled

beguték

pelan-pelan

slowly

beguyang

bergoyang-goyang

sway; twist slowly

belak-lak

tersedu-sedu

inconsolably

belas

beras

uncooked rice

bélék

kembali; pulang

return

bemanak

berjantung

to flower

benatang

binatang

animal

bene

mengapa

why

benyabei

bernapas

breathe

beragam

bergurau

socialize; banter

berpak

bersama-sama

together

besaweak

bersawah

own a rice field

besi

saja

only

betani

bertani

landowner

betenei

bertanya

ask (question)

be'uk

beruk

ape

bi

sudah; telah

already

bi an

setelah cukup lama

after a little while

bi sudo

selesai

be finished

biak

habis

gulped down

bié se'et

ratu lebah

the queen bee

bilei bi lekat

hari sudah siang

the sun is high in the sky

bilei Selasa

hari Selasa

Tuesday

binei

berani

brave

bioa

1. air 2. sungai

1. water 2. river

botoak

penis

penis

bubeak

berubah

change (into)

bujang

bujangan

young man; bachelor

Bujang Kurung

Bujang Kurung

Bujang

buk

rambut

hair

buléak

boleh

Ok!

buteu

batu

rock

Céa (<>

kancil; 'Cil

Mousedeer; 'Deer

cem-cem

bermacam-macam

various

cemrito

menerangkan

reveal; explain

cengang

tercengang

amazed

cenok

lambat

slowly

cenrito

diceritakan

be told (story; explanation)

ceréngéng

jendol; menonjol

protruding; long (claws)

cerito

cerita

story

cigei (<>

tidak lagi

no longer; not any more

cito

cinta

love

coa

tak; tidak

not

coa an udo o

tidak berapa lama

not long after that

coadé (<>

tak ada

there isn't any/aren't any

coadé guno ne

tidak ada gunanya

useless

coa si namen

tanpa diketahuinya

he didn't know (that)

cuma

hanya

only

Cu'up

Curup

Curup

da'et

darat

dry land

dalen

jalan

road

dan

dahan

branch

dang

jangan

don't

Danuo Tés

Danau Tes

Lake Tes

das

atas

top

dasié

dalam rumah

inside the house

debilei

satu hari

one day

debueak

sebuah

a (classifier)

dé'é

ini

this (near speaker)

dekmai

serupa

resemble

denyo

dunia; bumi

the world; the earth

desiket

sesisir

one bunch

desoa

sebuah

some; one

detudak

setandan

hand of bananas

deu

banyak

many

déwék

sendiri

(his) own; himself

di

1. yang 2. sana

1. that (rel. clause) 2. There

di alep su'ang ne

tercantik seorang

the most beautiful

di piset su'ang ne

yang terkecil; bungsu

youngest

di tekadeak

yang terkenal

the most popular

di tekujat

yang terkenal

the most famous

diem

1. tinggal 2. diam

1. live; dwell 2. be quiet

dikup

satu di antaranya

one of them

dikup

seekor

a (classifier)

diwo

dewa

the gods; a god

diyo

ini

this

do

satu

one

do o

itu

that; those

duei

dua

two

dumei

ladang

field; farmland

ebaka

jalan lewat

trail; trace

ebaka gajeak

jalan gajah

elephant trail

ebes

urat rotan

rattan vine

ebet

ikat pinggang

belt

edung

ular

snake

emet

tunggu

wait

emin

bawa

carry

emuk

makan

eat

engan

enggan

be unwilling

gacang

cepat

fast

gacang-gacang

cepat-cepat

very fast

gajeak

gajah

elephant

galak

suka

enjoy s.t.

gen

mungkin

maybe

gén

nama

name

gi

1. masih 2. untuk 3. lagi

1. still 2. as for 3. anymore

Gi kulei …

Yang kura-kura …

As for the turtle, …

giag

suara ribut-ribut

voices of people talking

gidong

sedang

be + -ing

gis

kesakitan

in pain

goyo-goyo

perlahan-lahan

slowly

guték

perlahan-lahan

slowly

ibet

bungkus

sack

icak-icak

pura-pura

pretend

iding

dekat

near

idup

tumbuh

thrive

igei

lagi

again

ikak-berikak

lambat laun

twilight

Ikak-ikak

lambat laun

before you know it; soon

imo

hutan

forest

imuo dan

harimau dahan

wildcat

ineu

rindu

miss

inok

ibu

mother

Inok!

Mbak!

"Oh, Man!" (exclamation)

ite

kita

we (inclusive)

it-it

erat-erat

as tight as you can

ja'ei

kurus

thin

jagei

bangun

wake up

jagung

jagung

corn

jaman

zaman

age; epoch

jano gén ne

apa namanya

whatchamacallit

jano ne

sekali

very

Jano uleak nu?

Apa yang kau lakukan?

What are you doing?

jano?

apa?

what?

jemawap

menjawab

answer

jengik

benci

hateful

jijei

menjadi

become

Jijei o

Jadi

so

jisanak

kakak

elder sibling

kabuk-kabuk

pagi-pagi

before dawn

kacang guréng

kacang tanah

peanut

kacéa

kancil

mousedeer

ka'en

sembuh

eat again after a sickness

kagen

leher

neck

kakok ne

kerja nya

job; deed; work

kalep ne

cantik sekali

How beautiful!

Kamis

Kamis

Wednesday

kan

ikan

fish

kang

kepiting

crab

kating

lemparkan

throw

katip

jepit

pinch

katip-katip

jepit dan jepit

pinch and pinch

ke'an

lama sekali

a long time

kebun kol

kebun kubis

cabbage patch

kécék

kata

word

kedeu

berapa

how much

kedong

1. belakang 2. punggung

1. behind 2. back

ke'ing

kering

dry

kékéa

kaki

foot

kelak ne

maksudnya

what he wanted

kelang-kelang

selang

a few

kelék

keras nian

rather loudly; very loud

kelem

gelap

dark

kelidea

Kemanapun

wandering

kelilit

dibelit

encircle

kelmen

malam

night

keluea

keluar

come out; emerge

kémé

kami

we (exclusive)

kemelbéak

sangat

extremely

kemet

tunggu

wait

kemlalei

menoleh

look around

kemléak

melihat

see

kemnék

manjat

climb up

kemrésék

suara gemerisik

rustling sounds

kemtea

gemetar

tremble with fear

kemusuk

mencuci

wash

kenai

juga

also

kenék

memanjat

climb

kenléak

dilihat

be seen; be noticed

kenmus

dihembus

blown (by the wind)

kerno

karena

because

kes ne

sesungguhnya

in actuality

Kesoa ba!

Carilah!

Go fetch!

kete

semua

all

Ketinoak

Ketinoak

Ketinoak (woman's name)

ketipung

genderang

drum

kéwéa

kait; pancing

fish hook; fishing pole

kiamat

kiamat

the end of the world

kidék

buruk

bad; worn out; evil

kidék-kidék

buruk-buruk

bad; worn out; at fault

kileak

nanti dulu

(do s.t.) first, but later

kiro

hati

thoughts; feelings

kiuo

kayu; pohon

wood; tree

ko

engkau

you (sg.)

kota

kota

city

ku

saya; -ku

my

kuat-kuat

teman-teman

friends

kulei

kura-kura

turtle

kulo

juga; pula

also

kunai

dari

from

kunyeu

biar

allow; let

lajeu

hingga

so that

lak

hendak

intend; want (to)

lak bélék

hendak pulang

want to go home

Lak mai ipe udi?

Hendak ke mana kalian?

Where are you going?

Lalan

Lalan

Lalan (woman's name)

lapen

sayur

vegetable

laput

hilang

disappear

lei

besar

big

lék

keras (suara)

loud

lekok

jurang

ravines

lem

dalam

in

léngét

langit

sky

leyen

lain

other

leyen-leyen

lain-lain

else; other things

linep

rindang

shady

lukak

kerja

project; activity

lut

sekali

very

lut-lut

sekali

very; long (before)

ma'ak

mendekati

approach

madeak

bilang

shout

magea

1. kepada 2. mendatangi

1. to 2. approach; visit

mai

ke

to

mai beak

ke bawah

hanging down

mai ipe

kemanapun

wherever

maik

simpan

put away; hide

majak

mengajak

invite

Majei

Majei

Majei (man's name)

mak

ambil

take

makié

mengenakan

put on (clothes)

mako

maka

then (Conj.)

makut

angkut

haul; carry heavy load

males

balas dendam

revenge

maling

mencuri

steal

mangé

babi

wild pig

manjo

mengejar

chase after

maro ba

marilah

please

masen

melamar

court

masuk

masuk

enter

matei bilei

matahari

the sun

matié

mati

die

mating

banting

throw down; drop s.t. down

mecat

lepaskan

unhook; unfasten

mecelik

terbit

rise (as the sun); appear

mékét

mengikat

fasten

meleket

lengket

stick (to); be sticky

melilei

lari

run

melilit

membelit

squeeze

melitas

lewat

pass by; cross

meloak

menyuruh

command; order

melupat

melompat

jump

memen

besok; esok hari

the next day; tomorrow

menei

mandi

take a bath

menék matei bilei

naik mata hari

after the sun was up

menem

membenamkan

to submerge s.t.

mengéak

marah

angry

mengekik

berteriak

shout

mengibo

sedih

sad; depressed; lost

Meno o

Zaman dulu

Once upon a time

menog

memanggil

call to s.o.

menupang

menumpang

go along (for the ride)

menyimet

menjawab

answer

mepas

lepas

freed

mepék

menaruh

lift and place

merdaung

merdaung

python

mesak

masak

ripen

mesoa

mencari

seek; look for

Meterei

Meterei

Meterei (woman's name)

metis

membendung

block the flow of water

meto-meto

berjalan-jalan

go for a walk

midup opoi

menghidupkan api

build a fire

mié

nasi

cooked rice

mikoa

menggali

to dig

mileu

ikut

join

miling

berbicara

speak

mimang

intip; lihat

have a look

minai

minta

ask (for help)

mis

manis

sweet

misal ne

misalnya

for example

mogoa

terus-menurus

keep on (doing)

mulai

mulai

begin

mutut

menyengat

sting (of bees)

nadeak

dikatakan

be said

najak

diajak

be invited

nak

di

at

nak beak

di bawah

beneath

naket

diangkat

be adopted (of child)

nakut

diangkut

be hauled

nam

bisa

can

namen

tahu

know

namen ku

kuketahui

what I know; what I think

namung

dibuang

be abandoned

nanjo

dikejar

he was chased by

nano

dulu

the (aforementioned)

napag

dikawinkan

be married (by)

nebei

nabi

prophet

negrei

negeri

the land (coutry) of

nékér

pikir

be thought

nekoak

dipaksa

be coaxed; be pressed

nelié

diberi

be administered

neloak

disuruh

be ordered to

nemak

diambil

be taken

nemin ne

dibawanya

he brought

nemuk

dimakan

be eaten

nenea

dibuat

be built

nenog

dipanggil; ditegur

be addressed; spoken to

nepék

diletakkan

be placed

ngacap

run

run

ngegrutak

berontak

move (oneself)

ngejut

tiba-tiba

suddenly

ngeluea

keluar

go out

ngen

dan; bersama

and; with

ngéwéa

mancing

fishing

nginoi

menangis

cry (tears)

nien

nian

very

ninik

kakek; nenek

grandparent

nogoa

diteruskan

continue doing s.t.

nonoak

dibunuh

be killed

nu

kau; -mu

your (sg.)

nutut

disengat

to be stung

nyakut

tersangkut

got stuck

nyié

reda

subside (as storm)

nyut

berniat

decide

o ba

itulah

This is; It is

oak

jauh

far

oak-oak ne

sejauh-jauh ne

as far away as I can

opoi

api

fire

opot

pacar

boyfriend/girlfriend

pa'ak

dekat

nearby

pacak

bisa

can; be able to

paing

taring (babi)

tusk (of wild boar)

panes

panas

hot (weather)

panjang

panjang

long

panjang-panjang

panjang-panjang

a great length

panuo

berjalan kaki

walk

pa'o

sebagian

some (of them)

pasar

pasar

market

pasoak

kakak-beradik; bersaudara

brothers and sisters

pastei

pasti

for sure

pedes

jahe

ginger

peken

pasar

market

pelgéak

pedas

hot (spicy)

pellos

pembohong

liar

peltak

persekot

earnest money

penak

pendek

short

penan

tempat; daerah

place; territory

penyudo ne

pada akhirnya

the last one

perai

liburan

holiday

perwéng

pagi-pagi

morning (after sunrise)

piket

pikat

decoy

pino sakit

kembali sakit

relapse (of illness)

pisang

pisang

banana

piset su'ang

bungsu

the youngest (child)

pitak

tanah

earth; sod; mud; dirt

piyo

sini

here

pogoa

terus

labored at

pokoa

pukul

o'clock

ponok

pondok

shelter

poyoak

puyuh

quail

pucuk

pucuk

tip; topmost part

puluo

1. kebun; 2. Pulau

1. patch 2. island

puluo kawo

berkebun kopi

coffee field

pun kiuo

pohon kayu

tree

putung

kayu api

stick of firewood

raksasa

raksasa

giant

Rebu

Rabu

Wednesday

rényéng

bingung

upset

ribut

pada sibuk

in an uproar

sa'ang

sarang

nest

Sabar kileak!

Sabar dulu!

Calm down! Wait a minute!

saben

takut

be afraid of; fear

sadié

dusun; kampung

village

sakit

sakit

sick

sako

sangka

suspect

sako ne

disangkanya

misunderstand

Samé

Sambé

Sambé (village in Curup)

samo

sambil

while

samo-samo

sama-sama

all the same

san

besan

in-law

sapié

sampai

arrive

sayang

sayang

be attracted

sebap

sebab

because

sebunyin

bersembunyi

hide

sedi

sedih

sad

se'et

lebah

bee

selawié

wanita

woman

selé

heran

surprised

selé ne

anehnya

amazingly enough

selon

kuku

claw; fingernail

semamung

menyambung

fasten together

semat

setan

evil spirit

seme'ang

menyeberang

ford (river); cross (bridge)

semilan

sembilan

nine

semulen

gadis; sudah dewasa

maiden; mature

semulen-mulen

gadis-gadis

maidens; unmarried girls

semuleu

menjenguk

visit a sick person

senamut

disambut

be welcomed

sengak

dingin

cold

senimet

dijawab

be answered

sepa'ak

berdekatan

next door

sepasoak

famili

siblings (reciprocal)

serudung

sangat sederhana

simple; makeshift

seto

yang disertai

everything else

si

dia; mereka

he/she/it; they

sihat

sehat

healthy; not sick

siket

sisir

bunch (classifier)

silei

garam

salt

Suban

Suban (tempat air panas)

Suban Hot Springs

sudo

telah

already

Sulaiman

Sulaiman

Solomon (man's name)

sunyei

sunyi; sepi

quiet

tabung

bambu

bamboo

tak

Tercenganglah

suddenly

tamak

tamak

greedy

tameak

tambah

increase

tanang

bertandang

pay a visit

tanja

terduduk

fell on his but

tapi

tetapi

but

tapié

baru

beforehand

tawei

tertawa

laugh

te

kita

our (inclusive)

tebang

terbang

fly

tebo

bukit; gunung

mountain

Tebo Kabeak

Bukit Kaba

Mount Kaba

tebok salak

duri salak

thorn of salak bush

tedung

ular

snake

tekjir

terkejut

amazed

teko

datang

come

tekujat

terkenal

popular

telan

tulang

bone

temaboak

menabuh

to beat; hit

temakep

menangkap

capture; catch; grab

temanem

menanam

plant (crops)

temeu

bertemu

meet (person)

temié-tem

mula-mula

at first

temmeu

bertemu

meet s.o.

temneak

menuduh

accuse

temnei

menanyai

ask

temngoa

mendengar

hear

temot

duduk

sit

temotoa

ikuti; menyusul

come with; follow; join

temtus

menabuh

beat; hit

temulak

mendorong

pushed

temulung

menolong

help

temungeu

1. menjaga 2. penunggunya

1. guard 2. haunt

temunjuk

menunjuk

point

tena'ak

ditegur

be called; be addressed

tenakep

ditangkap

be rescued

tengea

tahan

stand; withstand

tengén [ten.gen]

dinamakan

be named

tengén? [te.ngén]

kapan?

when?

tennei

ditanya

be asked

tenngoa

didengar

be heard

tentep

detentukan

be decided

tepengang

menjerit

in pain

tepengang-pengang

meraung-raung

screamed

tesakut

tersangkut

be caught fast (in)

teu

tahu

know

tidoa

tidur

sleep; asleep

tikea

tikar

straw mat

tiko-tiko

kadang-kadang

sometimes

tilei

tali

rope; string

tinga

tinggal

remain; live (at, in)

tinget

ingat

remember

tir-tir

genit

coquettish(ly)

titik

kecil

small

tobo o

mereka itu

They

tojoak

tujuh

seven

tujeu

cinta; senang

be attracted (to)

tukang tungeu

penjaga

watchman

tukuk

punggung

nape of neck; back of neck

tulung

tolong

help

tun

orang

person; people

tun Ejang

orang Rejang

a Rejang

tun tuei

orang tua

parents; old person

tu'un

turun

descend

ubet

obat

medicine

udo o

kemudian

then; after that

ujen kidék

ujan jelek

bad weather

uku

saya

I (1st person pronoun)

uléak

hasil

result; catch (of fish)

umeak

rumah

house

umung

perayaan

celebration

unen

tempat mandi

bathing area

upan

umpan

food (of animals)

upéak

daun pinang yang gugur

areca leaf on the ground

us

jatuh

fall

uyo

sekarang

now

wakteu

waktu

as; when (conj.); time

yam

penis

penis

yo

ini

this


0 comments:

Rejang Land Pal

Support by

Add to Technorati Favorites blog-indonesia.com