weblogUpdates.ping Taneak Jang, Rejang Land, Tanah Rejang http://rejang-lebong.blogspot.com Taneak Jang, Rejang land, Tanah Rejang: Richard McGinn Book II Legend

Richard McGinn Book II Legend

·

© 2005 Ohio University. All rights reserved.


TAMBO REJANG LEBONG

TAMO EJANG LEBONG
CENRITO LEM BASO EJANG MUSEI


Teleu Basoak



PENYUSUN dan AHLI BAHASA:

PROF. DR. RICHARD McGINN


PENCERITA dan AHLI REJANG MUSI:

DR. H. ZAINUBI ARBI



KA-GA-NGA Consonants

Vowel diacritics with ka













ISI BUKU


Kata Pengantar (Bupati Hijazi) . . . . . . . . . . . . . . . . i

Kata Pendahuluan (Pak Cik Asan Denn) . . . . . . . . .ii

Ucapan Terima Kasih (Dr. H. Zainubi Arbi). . . . . . . iii

Sistem Ejaan dan Pelafalan Bahasa
Rejang (Prof. Dr. Richard McGinn) . . . . . . . . . . . . . iv

Tamo Teleu Basoak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1-46

Kosa Kata . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48-66


KATA PENGANTAR
KATA PENDAHULUAN
UCAPAN TERIMA KASIH

Sistim Ejaan dan Pelafalan Bahasa Rejang


1. Aksentuasi setiap perkataan jatuh atas huruf-hidup yang terakhir: caci (cacI) `uang'; bujang (bujAng) `bujang'. Kalau huruf-hidup terahir itu adalah diftong, aksentuasinya jatuh atas kepala diptong: bukeu (bukEu) `buku’; sapié (sapIé) `sampai'; umeak ('umEa') `rumah’; tidoa (tidOa) `tidur’. Diftong-diftong Musi-Sambé adalah sebelas: eu, ei, ai, au, oi, éu, uo, ié, éa, oa, ea.

2. Setiap perkataan yang awalannya dieja dengan sebuah huruf-hidup diucapkan dengan bunyi [?] (glottal stop) walaupun hurufnya tidak terlihat. Umpamanya itu adalah: an [?an] ‘lama’; us [?us] `jatuh’; oak [?oa?] ‘jauh’; awié [?awié] ‘seperti’.

3. Huruf e mewakili bunyi “pepet” (= schwa) seperti perkataan besar dan emas dalam bahasa Indonesia, sedang huruf é diucapkan sama seperti bebek (bébék) atau elok (élok) dalam bahasa Indonesia. Jadi perkataan ebes [bs] atau [bs] 'rotan' lain ucapannya dengan élék-élék 'pulang-pergi'; dan perkataan pet lain ucapannya dengan pét `pahit’. Jadi ungkapan Rejang pet gén `nama panggilan’ menunjukkan kedua huruf-hidup e dan é itu.

4. Huruf -g di akhir perkataan diucapkan -k. Misalnya Rejang olog [olok] 'ulat'; mapag [mapak] 'mengawinkan'.

5. Huruf -k di akhir perkataan diucapkan [?] (glottal stop) sama halnya dengan bahasa Indonesia anak [ana?]. Misalnya Rejang anak [ana?]; umeak [um«a?] `rumah’.

6. Huruf ( ' ) antara dua huruf-hidup diucapkan [?] sama dengan ( ' ) dalam bahasa Indonesia so'al =[so?al] 'problem'. Oleh karena itu Musi-Sambé su'ang [su?ang] `sendiri’ lain ucapannya dengan kuat [kwat] `teman’.

7. Huruf bunyi sengau yang sederhana (m, n, ny, ng) selalu diikuti oleh huruf-hidup yang diasimilasi dijadikan bunyi persengauan (udara dan nada melalui hidung): mioa [mĩõã] ‘memeraskan’. Lain lagi halnya dengan huruf bunyi sengau yang kompleks (-m“-, -n“-, -nj“-,-ng“-) yang selalu diikuti oleh huruf-hidup yang sederhana: im“o [?imbo] ‘hutan’. Jadi perkatan jameu [jamu] 'pertemuan' laik ucapannya dengan jameu [jambeu] 'jambu'.


TAMO EJANG LEBONG
CENRITO LEM BASO EJANG MUSEI


Teleu Basoak

1
Meno o adé rajo sugéak. Bapak ne o sugéak lut. Anak ne adé teleu. Teleu basoak o kemelbéak cu'ik ne. Wakteu si bi lei jano kelak anak ne o, tenotoa bapak ne. Sapié lei gi maju cu'ik.
Bapak ne matié. Matié, tinga inok ne igei. Wakteu tinga inok ne o, an-an, matié kulo inok ne o. Si yo kemelbéak nien sugéak ne. Hak deu. Biaso cu'ik nano, coa lak bekakok. Jano adé nak dasié ne o. Misal ne umei ne libea, cigei caci. Si jemuoa umei. Sudo jemuoa umei, bi abis kulo tokoa umei. Si jemuoa kulo areak umeak ne di leyen ne. Umeak ne o deu. Udo o bi cigei kulo penan ne. Umeak ne déwék tak ne jemuoa. Biak hak tobo yo.
Teleu basoak selawié kete yo nano. Asoak ne di piset yo tun penyebit. Si yo genyei tema'ak pekué jisanak ne o. Jisanak ne coa lak temotoa. Tobo yo bi cigei adé hak. Tobo yo melarat aleu mai beak imo. Wakteu melarat mai beak imo, jano nemin ne beak imo: pitat, petus, lingis. Diyo ba di adé ngen si igei.
Sapié nak beak imo, nadeak asoak ne, "Dang oak ige ite mai beak imo yo. Bé adé benatang buas. Jibeak ba menea ponok nak piyo bai," nadeak ne. Udo o si menea ponok nak beak imo o. Bi an diem beak imo. Bi ke'ing kulo dawen puea, minoa ponok ne. Nadeak asoak ne, "Cenubo makié dawen lalang kulo. Dawen lalang o biaso ne padék. Wakteu ite gi sugéak belo o, anak bueak bapak o awit menea atep ke'ung sapei te ngen dawen lalang," nadeak ne awié o. Ijei nenea ponok, atep dawen lalang, jijei ponok ne.
Tiga Bersaudara


1

Alkisah seorang raja yang kaya. Dia sangat kaya sekali. Mempunyai tiga orang anak. Ketiga anak itu terlalu dimanjakannya. Setelah dewasa, apapun yang dikehendaki mereka dituruti ayahnya. Meskipun sudah dewasa mereka tetap saja manja. Beberapa waktu kemudian ayahnya meninggal, tinggal ibunya. Tak lama kemudian ibunya meninggal juga. Mereka sangat kaya, banyak hartanya, tetapi uang mereka hanya sedikit, karena tidak biasa bekerja. Apa yang ada di rumah, misalnya ladang yang lebar, mulai dijualnya. Setelah uang penjualan ladang habis, mereka menjual juga barang-barang yang lain. Setelah habis yang lain, rumah mereka tempati sendiri mereka jual. Mereka jadi melarat.
Ketiga bersaudara ini perempuan semua. Adik mereka yang terkecil sering bersedih. Sudah sering dia menegur kelakuan kakaknya itu. Kakaknya tidak mau menurutinya. Ahirnya pergilah mereka masuk hutan untuk mencari tempat tinggal. Apa yang dibawanya ke hutan hanyalah: parang, palu, linggis. Karena hanya itu yang masih mereka miliki.
Setibanya di hutan, adiknya berkata, "Jangan terlalu jauh kita ke hutan, nanti ada binatang buas. Mari kita buat pondok di sini saja." Kemudian mereka membuat pondok di dalam hutan itu. Setelah berapa lama, daun puar yang diambil untuk atap tadi kering. Atapnya mulai bocor. Kata adiknya, "Coba pakai daun lalang, itu biasanya baik. Waktu kita masih kaya dulu, anak buah ayah sering membuat kandang sapi kita," katanya. Jadi pondoknya diperbaiki dengan atap daun lalang.



Three Lost Children And How They
Found Their Way Home

1

Once there was a rich king. This man was extremely wealthy. He had three children. They were spoiled in the worst way. As they were growing up, whatever they wanted their father bought for them. By the time they were older they were completely spoiled.
Then their father died. Their mother was left alone to care for the family. They lived on like that for a while, then their mother died too. The three children were extremely wealthy, with lots of property. But they had little money because they were not used to working. They owned farmland, huge, huge fields. When they needed money, they sold some land. When that money was spent, they sold their other belongings, one by one. Pretty soon that money was gone, too. Finally they sold the house they lived in. After that they became poor and homeless.
The three children were all girls. The youngest sister was constantly upset to see what was happening. She was exasperated from warning her older sisters about their behavior. Her sisters wouldn't listen to her. Eventually they ran out of property and money. They had no choice but to wander into the forest looking for a place to live. What they took with them to the forest were just a few tools: a machete, a hammer, and a spade. That's all they had in the world.
After they arrived in the forest, the youngest child said, "Let's not go too far. There might be wild animals there. We had better make a shelter here." So they made their permanent shelter there, and lived for a long time under the forest canopy. Soon the palm leaf roof dried out, and rain leaked into the shelter. The little sister said, "Try using lalang grass. Lalang is usually good. When we were rich, father's laborers built roofs for the cattle corrals that way," she said. So, they repaired their shelter with a roof of lalang grass.
2
Adé rajo kunai tebo lei, mai mebureu mai beak imo o. Wakteu rajo o mebureu kenléak ne adé ponok nak beak imo o. Do kulo tenngoa ne adé sa'ié tun ngota. Wakteu si ngota o rajo o mimang jano kécék tobo yo.
Nadeak di tuei su'ang magea di asoak ne nano, "Jano kelak nu, Asoak?"
"Lebéak baik jisanak madeak kelak dete."
Nadeak jisanak di tuei o, "Kelak ku lak jijei babu rajo. Jano jijei tukang kesak ne, ijei tukang tepap ne, maro!" nadeak ne. "Asal uku emuk baik, emuk monok, emuk jano bai adé," nadeak di jisanak ne di tuei su'ang.
Sudo o nadeak di nomor duei o. Nadeak ne, "Uku temotoa kelak jisanak kulo," nadeak ne. "Amen jisanak mepuk pingan, misal ne, uku semupeu umeak. Amen jisanak semupeu umeak," nadeak ne, "uku mepuk pingan." Pokok ne jano kakok jisanak uku temulung. Temotoa jano kelak jisanak," nadeak di nomor duei o.
Ijei o jisanak ne di tuei su'ang o temnei ngen asoak ne di piset o, "Jano kelak nu, Soak?" nadeak ne.
Asoak ne yo jemawap, "Uku lak ijei ngenyan rajo."
"Ku'ang ajea ko a! Awak kidék! Awak titik lak ijei rajo!" nadeak jisanak ne. Coa si nam pakei asoak ne di piset su'ang o di paling alep, di paling pacak ne.
Wakteu rajo gidong mimang o nano, tenngoa cerito o, lajeu cigei si mebureu. Si o semlidik ne jano tun nien, jano tobo yo semat. Sudo o si mepék tano nak keliling ponok o mako si coa limeu teko igei ke'ung yo ne. Udo o rajo o bélék mai penan ne igei.
Udo o teko kaben yo keduei. Si emin tentera ne. Tun teleu basoak o senergap ne. Sudo si semergap si emin tun teleu o mai sadié ne. Wakteu emin tun teleu o, si emin ne o ca'o baik-baik. Temanyé ngen baik ngen tun teleu o. Wakteu si sapié nak umeak rajo o, tun teleu basoak o senamut tun ngen baik, awié kulo rajo. Kete ne madeak: "Ngen dipe rajo lak napag?"
Udo o rajo madeak, "Uku lak napag ngen saleak su'ang tobo yo, ngen ca'o te, makié pengelié, temotoa ca'o Ejang. Makié kejei awié tun umung biaso ne," nadeak rajo.
2

Ada seorang raja dari Buki Besar yang sering berburu di hutan rimba itu. Waktu sedang berburu, dilihatnya ada pondok di tengah hutan itu dan juga didengarnya ada suara orang bercakap-cakap. Waktu mereka mengobrol, raja itu mengintip. Apa yang mereka obrolkan? Kata yang tertua kapada adiknya, "Dik, apa yang kamu kehendaki?"
"Lebih baik kakak bilang keinginan kakak dulu," kata adiknya.
Kata kakaknya, "Saya ingin jadi pembantu raja. Misalnya jadi tukang masak, jadi tukang cuci baik juga. Asal saya makan enak, makan ayam, makan apa pun yang saya inginkan."
Jawab adiknya yang nomor dua, "Jika kakak mencuci piring, saya menyapu rumah. Jika kakak menyapu rumah, saya mencuci piring," katanya. "Pokoknya apa saja yang dikerjakan kakak, saya akan menolongnya, menuruti keinginan kakak."
Kakak yang tertua menanyai adiknya yang bungsu, "Apa kehendakmu, Dik?"
Adiknya menjawab, "Saya ingin jadi isteri raja."
Kemudian kedua kakak beradik itu berkata, "Kurang ajar kau! Kecil ingin jadi isteri raja!" Padahal adik bungsunya itu yang tercantik dan terpandai.
Waktu raja itu mendengar cerita ini, dia tidak jadi berburu. Dia menyelidiki apakah orang ini orang benaran ataukah siluman. Kemudian dia memberi tanda di sekitar rumah itu supaya dia tidak tersesat kalau lain kali datang. Kemudian raja itu pulang ke tempatnya.
Setelah berapa lama datang lagi raja untuk kedua kalinya. Dia membawa tentaranya dan langsung menegur mereka. Ketiga bersaudara itu ditangkap lalu dibawanya. Dengan cara terhormat, mereka ditanya dengan baik.




2

There was a king from Big Mountain who liked to hunt in that forest. While hunting one day, he saw a shelter in a small clearing. He also heard voices of people talking. While they were talking, the king overheard everything they said.
The oldest of the three sisters spoke, saying: "What do you want to be, Sisters?"
"It's better if Elder Sister speaks first," they said.
The eldest said, "What I want is to be a servant of a king. Whether it be as a cook or a washerwoman, I would gladly do that!" she said. "At least I will eat expensive rice, eat chicken, and whatever else I want."
After that the second one spoke. She said, "I want the same thing she wants," she said. "If she washes dishes, for example, then I will sweep the house. If she sweeps the house, I will wash the dishes," she said. "The point is, I will help Elder Sister. I will go along with whatever she wants me to do," said number two.
Finally the eldest asked the youngest, "What do you want to be, Little Sister?"
The youngest sister answered, "I want to become the wife of a king."
"What a dunce you are! You are terrible!" said the older sisters. "Baby wants to be a `Very Important Person', "they said. In truth, the youngest sister was also the prettiest and the smartest.
When the king heard this, he stopped hunting. He investigated whether the women were human beings or perhaps forest spirits. Then he placed markers all around the house so he could find the place when he came back a second time.
Some time later, he came back in force. He brought his fighters. The three girls were overwhelmed by the soldiers and apprehended. While transporting the three girls, the soldiers treated them in a respectful way, interrogating them politely.


Ijei o wakteu si lak napag, di teleu basoak o madeak. Nadeak jisanak di tuei o, "Oi, lajeu asoak te nien, napag ngen rajo yo."
"Ite temotoa bai," nadeak asoak ne nomor duei o. "Jano kelak te belo o? Jisanak lak jijei tukang mepuk pingan awié o."
Rajo yo nano bi temngoa wakteu nak ponok o. Ipe kulo si yo lak ngen di titik, si alep kulo. Di duei o nano neloak ne ba tukang kesak. Areak emuk mié nelié ne, daging monok, jano kelak ne nelié ne.
Sesampai mereka di tempat raja, mereka disambut dengan baik oleh orang tua raja itu dan orang-orang kampung di sana. Sehingga salah satu mereka akan menikah dengan raja. Halnya kebiasaan orang Rejang, dengan perayaan kejei, dengan musik misalnya.
Tidak lama kemudian, ternyata si bungsu itu dinikahkan dengan raja. Kakak yang tertua itu mengatakan, "Wah, ahirnya adik kita kawin dengan raja ini."
"Kita menuruti apa yang pernah kita katakan," kata adiknya yang nomor dua. "Dulu apa yang diinginkan kakak? Kakak ingin jadi tukang cuci piring." Raja ini mendengar waktu mereka bercerita tentang cita-citanya di pondok itu. Ahirnya raja menikah dengan yang terkecil, yang sangat cantik. Kedua bersaudara tadi menjadi jadi juru masak, sesuai dengan yang mererka inginkan. Diberinya makan, diberi daging ayam, apa pun yang dikehendakinya.



***


When they arrived in the town, they were received warmly by the townspeople and the king. All the talk was about a wedding. Everybody asked: "Which one will the king marry?" The king said, "I will marry the youngest, according to our customs, with gifts, a big wedding celebration, kejei, and everyone is invited."
Now, when the three sisters found out about the wedding, they talked among themselves. The oldest sister said, "Oy! Our little sister is being married to the king!"
The second sister said, "All of us seem to be getting what we asked for," she said. "Elder Sister said she wanted to become a dishwasher or something like that, didn't she?" The king had overheard their whole conversation at the shelter. In fact, he was very happy to marry the youngest sister. After all, she was beautiful. The other two were sent to be servants. Food and rice was given to them, chicken, whatever they wanted was provided.






3

Jisanak ne duei o agak jengik kemléak asoak ne o. Rajo gidong aleu mai negrei leyen, asoak ne yo nano belpas. Lahér adé anak ne semanié. Meding si jengik kemléak asoak ne o, si di ijei babu ne. Tak ne mukus anak ne o. Nukus, si mepék nak lem petei tak ne monot. Monot, jijei bi oak monot. Temeu ngen tun tuei gidong mai bioa. "Jano gén do'o?" nadeak ne. Petei sakut nak tebet nak di o. "Jano si areak alat tun monot? Teak, umeak tun monot." Sudo o si mak, nemin ne petei o. Sapié nak umei ne nak penan ne diem o si mukak. Nukak, kenléak ne adé titik nak lem o gidong tawei, semanié. Udo o semanié o tengén ne. Gén ne Ujang. Meding si coadé anak, sayang lut si ngen Ujang o. Bi lei titik o si majea. Najea ne awié ca'o tun leyen majea anak ne nien.
Ijei o ite bélék mai cerito madeak penan jisanak ne duei basoak o mamung titik o nano. Tak ne gemitié ngen anak kuyuk, anak ne nien nonot ne. Ijei o, wakteu rajo bélék, selawié duei nano, jisanak ne o, madeak ngen rajo, "Oi, Rajo!" nadeak ne. "Asoak ku belpas, anak ne kuyuk!"
3

Kedua kakaknya itu agak iri melihat adiknya. Waktu raja pergi ke negri lain, isteri raja melahirkan seorang anak, laki-laki. Karena mereka iri melihat adiknya, sedangkan mereka menjadi pembantu. Anak itu dibungkus dan diletakkannya di dalam peti kemudian dihanyutkan. Setelah jauh terhanyut, peti tadi ditemukan oleh orang tua yang sedang berada di tepi sungai. "Apa itu?" tanyanya. "Peti itu tersangkut di bendungan sungai! Apakah isinya pakaian?" Kedua orang tua itu pergi mengambilnya. Katanya, "Mungkin ada pakaian orang hanyut atau rumah orang hanyut." Kemudian mereka membawa peti itu ke kebun tempat tinggal mereka, lalu dibukanya peti itu, dan dilihatnya ada anak lelaki kecil di dalamnya sedang tertawa. Lalu anak lelaki itu dinamakannya Ujang. Karena mereka tidak mempunyai anak maka anak itu dinamakan Ujang. Sesudah besar, dia diajar sebagaimana cara orang lain mendidik anak.
Kembali kita ke cerita tentang kedua kakaknya yang membuang anak kecil tadi. Setelah dihanyutkan, anak diganti dengan anak anjing. Jadi waktu raja pulang, kedua kakak perempuannya itu berkata kepada raja, "Hai Raja, adik saya melahirkan anak anjing," katanya.




3

The two older sisters were quite jealous to see their little sister married to the king. When the king was away visiting another district, his wife gave birth to a baby boy. Because they were jealous, the two elder sisters volunteered to serve as nursemaids. Then what they did was, they bundled up the child and placed him in a wooden box, and set him adrift. The box drifted a long way downstream, where it was recovered by an old man going to the river. "What's that over there?" he wondered. The wooden box was trapped on a small obstruction in the river. "Is it clothing?" he asked himself. "I'm going to go get it. Maybe somebody's belongings got swept downstream in a flood. Maybe somebody's house was swept away." So he fetched the box and brought it home to his wife. When they opened it up, the old couple saw a baby inside laughing, a boy. They gave him the name Ujang. Because they had no children of their own, they poured out all their love on Ujang. As he grew up they taught him everything, exactly the way other people teach their own children.
Now let's go back to the two older sisters who abducted the baby. After they had set him adrift on the river, they substituted a newborn puppy in his place, a baby dog. So when the king returned, the two women, the older sisters, said to the king, "Oh, Your Majesty!" they said. "Our little sister has given birth to a dog!"

Rajo tekjir. "Maso!" nadeak ne. "Maso bié menusyo banak kuyuk! Do'o coa te nam madeak ne!" nadeak rajo ne.
"Coa kémé dé teminga asoak. Teak ba bene kete ne nak lem kelak Tuhan?" nadeak ne, "Asoak te yo belpas kuyuk," nadeak ne.
Rajo yo jengik. Panes cuma coa si nam madeak ne kerno anak ne nien, sako ne o. O ba o si baik-baik midup kuyuk o, nidup ne kuyuk o. Do'o ba ra'yat deu o mimak, "Padeak rajo o anak ne kuyuk," nadeak ne. Coa ba rajo o kemian. Coa rajo o demulei. Sudo o an-an ne. Ijei wakteu ngenyan ne o gidong kidék, ules ne o rajo aleu igei. Aleu igei, gidong rajo coa dasié belpas igei ngenyan rajo yo. Anak ne é semanié igei. Sudo belpas semanié, jisanak ne duei o menea awié belo o igei. Nepék ne lem petei, nukus ne baik-baik, di jisanak ne tuei o di monot ne.
Coa an sudo o, rajo o bélék, si madeak asoak ne bi belpas igei. Madeak anak ne kucing. Tameak jengik bai rajo. "Maso!" nadeak ne. "Bi duei kilei belpas, kuyuk, kucing anak ne o."
Ijei o si coa as kemléak ngenyan ne. Ngenyan ne madeak: "Do'o coa te nam madeak ne. Do'o ba bagei te."
Si temngoa kécék ngenyan ne awié o, o ba si sadar. Nadeak ne, "Amen bagei te awié o coa te nam madeak." Senido ne ba kucing o.
Ijei anak di nonot o nano, wakteu emié tuei o gidong lak muang pegas mai bioa, kemléak adé petei. Nemak ne, si emin, si mukak. Kemléak adé cupik samo nien papa ne ngen di tenmeu ne dete belo o. O ba si temgén di nomor duei o Buyung. Tun duei o temanang coadé anak, ijei o riang lut si adé anak duei-duei. O ba si majea tun duei yo. An-an bi lei kulo tun duei o,pacak kulo bepanuo. Pacak panuo, pacak miling. Ati jako ne pacak miling si bi miling. Ati jako ne pacak bepanuo si bi bepanuo.
Raja terkejut. Katanya, "Mustahil! Manusia melahirkan anak anjing! Itu tidak mungkin!" kata raja.
"Tidak, kami tidak pernah meninggalkan adik. Ini mungkin sudah takdir bahwa dia melahirkan anak anjing," kata mereka berdua itu. Raja ini kesal, marah, cuma dia tidak tahu mengungkapkan kemarahannya karena dia menyangka itu betul anaknya. Jadi mereka menyayangi dan memelihara anjing itu dengan baik. Rakyatnya mengejeknya, "Raja mempunyai anak anjing!" kata mereka. Tapi raja tidak perduli.
Lama-kelamaan, waktu isterinya kelihatan hamil, raja pergi lagi. Lahirlah anak laki-laki. Kedua saudara nya membuat seperti yang lalu lagi. Diletakkannya dalam peti, dibungkusnya baik-baik dan dihanyutkan oleh kedua kakaknya itu. Setelah raja kembali, dikatakannya bahwa isterinya itu melahirkan lagi, dan yang dilahirkan adalah anak kucing. Raja bertambah benci. "Mustahil!" katanya. Sudah dua kali melahirkan anak kucing dan anak anjing. Jadi dia tidak mau melihat isterinya.
Kata isterinya, "Tak usah disesalkan, itu nasib kita." Mendengar kata-kata isterinya itu, sadarlah dia.
Katanya, "Jika ini nasib kita, kita tidak usah menyesalinya." Jadi, dipeliharanya kucing itu.
Sementara itu, anak yang dihanyutkan itu tadi, terlihat oleh orang tua yang hendak membuang sampah. Dilihatnya ada peti. Peti itu diambilnya, dibawa pulang. Dia menyangka ada pakaian hanyut atau alat-alat rumah yang hancur dihantam air. Kedua orang tua itu membuka peti itu, ternyata isinya anak kecil yang wajahnya mirip sekali dengan wajah Ujang. Mereka menamakan yang nomor dua itu Buyung. Mereka gembira sekali mendapat anak. Mereka mendidik kedua anak ini. Lama-kelamaan, keduanya sudah dapat berjalan, dapat berbicara dengan cepat. Belum waktunya untuk dapat berbicara mereka sudah berbicara, belum waktunya untuk dapat berjalan, mereka sudah berjalan.


***

The king was stunned. "Impossible!" he said. "It's impossible for a human being to give birth to a dog," he said. "We shouldn't even be talking about it," said the king.
"We never once left Little Sister's side. Is not everything in the hands of God?" they said. "Our little sister gave birth to a dog," they said.
The king was upset. He was angry, but he couldn't say anything because it was his own offspring, or so he thought. All he could do was take care of the baby dog, and that's what he did. Many people gossiped about it, saying, "What a pity that the king's offspring is a dog!” The king paid them no mind. He ignored them.
A long time passed. And when his wife became ill-tempered again, the king went away just like before. While he was gone, his wife gave birth to another boy. As soon as it was born, the two older sisters pulled the same trick again. They placed the baby in a wooden box wrapped up all snugly, and set him adrift on the river.
When the king returned, the elder sisters told him that their little sister had given birth again. They said her baby was a cat. The king was more shocked than before. "Impossible!" said he. "This is the second time! First she had a dog, and now a cat!"
Now he could barely stand to look at his wife. His wife spoke up, saying: "We shouldn't question this. This must be is our fate, our destiny," she said.
He listened carefully to his wife's words, until he felt he understood. He said, "If this is our fate, then there's nothing more to say." And so they cared for the kitten in every way.
As for the wooden box with the baby drifting down the river, it was seen by the old woman when she went to throw trash in the river. She fetched the box and took it home and opened it up. Inside she saw a baby boy who looked exactly like the first child. The old couple named the second child Buyung.
The old couple had not been blessed with a family of their own. They were extremely happy now to have not just one, but two children. They taught the two boys everything. Pretty soon they could walk and talk. Before the usual time for children to talk, they were already talking. Before the usual time to walk, they were already walking.
Ite bélék mai magea cerito di teleu basoak o nano. Di ngenyan rajo yo arung sebit. Pogoa mékér. Gén padeak, "Anak ku ules ne awié kucing." Do'o ba inok ne yo sayang ngen kucing. Negong ne, senium ne. Menginoi si kemléak kucing, ngen kuyuk o.
Sudo o an bi ke'an ke'ung yo ne igei. Rajo o aleu igei, ngenyan ne gidong kidék kulo. Sudo o wakteu rajo laleu, belpas kulo ngenyan rajo. Anak ne yo selawié.
Jisanak ne duei nano janjing ngen asoak ne di jijei ngenyan rajo. Belpas di ketleu yo, cupik ne selawié, si menea igei awié belo o. Namung ne igei cupik selawié o, nonot ne. Ijei o wakteu rajo bélék, bi genitié ne ngen kaming.
Kerno siut, o ba jisanak ne duei o menea awié o nano. Maksut ne gemitié yo kerno si kemelbéak lak kulo ngen rajo. Kaleu ngenyan ne o sena'ak ne, ke'ung yo si di jijei ngen rajo. Nadeak ne, "Aturan ne ite belo o jijei ngenyan rajo riang ite. Lajeu asoak te, bagei te tukang kesak. Si idup senang," nadeak ne a.
Sudo o wakteu gemitié ngen kaming, bélék rajo. Ijei o rajo o madeak. "Do'o cigei si bejako," nadeak ne. Ra'yat deu nak di o pogoa mimak rajo. Banak kuyuk, banak kucing, banak kaming, nadeak ne. Coa si dekmai ngen anak tun. Do'o ba rajo o pékér, "Ami ngenyan ku yo iso si tun? Jano yo benatang? Bene keselé yo ngenyan ku yo?"
Udo o teko tentera rajo. "Si awié yo, rajo," nadeak ne. "Ngenyan nu yo iso si tun. Ite mékét ne bai." Nékét ne ngenyan ne o genatung nak iding dalen. Kékéa tangen nékét. Api bai melitas semisit selawié o. Tinga ba serwa ngen bajeu nak awak. Api bai melitas semisit ne. Daging ne senileak, nepék areak di pelgéak ne atau cuko. O ba pogoa mengamuk terus, tip bilei awié o.
Kita kembali ke cerita tentang ketiga bersaudara tadi. Ibu anak-anak tadi bersedih. Dia berpikir, "Anak saya kucing." Dengan sayangnya, dipegangnya kucing itu, diciumnya. Menangis dia melihat kucing dengan anjng itu.
Waktu berlalu, terjadilah sekali lagi. Raja itu pergi lagi ketika isterinya hamil tua. Sewaktu raja pergi, lahirlah seorang anak perempuan. Maka waktu anaknya yang ketiga lahir, dia dibuang seperti yang sebelumnya, dihanyutkan. Jadi sewaktu rajanya pulang, digantinya bayi itu dengan anak kambing.
Maksud mereka supaya istri raja itu diceraikannya kemudian mereka kawin dengan raja. Kedua kakaknya itu berkata, "Seharusnya dulu raja ini menikah dengan kita, tapi sebaliknya kita jadi tukang masak, tukang cuci piring. Dia hidup senang."
Setelah berapa lama raja kembali lagi. Karena kejadian terulang lagi, jadi raja itu berkata, "Keterlaluan sekali!" katanya. Rakyat di sana terus mengejek raja. Anaknya anjing, anak kucing dan anak kambing. Tidak sama dengan anak manusia. Raja itu berpikir, "Apakah isteri saya ini manusia ataukah binatang? Aneh sekali isteri saya ini."
Setelah itu datanglah tentara raja. Mereka bilang, "Raja, istrimu itu bukanlah manusia. Kita ikat saja." Diikatnya isterinya, digantung di jalan. Kaki dan tangannya diikat. Siapa saja yang lewat, mengiris wanita itu. Tinggal baju di badan saja. Siapa saja yang lewat mengirisnya, pada lukanya itu ditaruh yang pedas atau cuka. Ibu itu merintih setiap hari menahan sakit.



***


Our story returns to the three sisters. The wife of the king, the little mother, became quite despondent. She couldn't help wondering. The words kept turning over in her mind, "My baby looks like a cat." Nevertheless, the mother was devoted to that kitten. She held it and kissed it. She wept to see the kitten, and also the puppy-dog.
After some time had passed, the same thing happened yet again. The king was gone, and his wife was in a bad temper. That's usually when she gave birth, and she did so once again. This time it was a baby girl.
The two older sisters were still very jealous of their little sister who was the king's wife. When she gave birth to her third child, they repeated the same trick again. They abandoned that sweet little baby by setting her adrift on the river. By the time the king returned home, they had substituted a kid goat in her place.
The two elder sisters acted as they did out of spite. Also, they wanted very much to be with the king themselves. If he would divorce his wife, then the next time he married, the king would choose one of them. They said, "Finally it will be our turn. We will be nobles, and one of us will be the king's wife. As for our little sister, we will assign her to be a cook in the kitchen," they said. "She will live well enough," they said.
After they substituted the kid goat, the king returned home again. This time the king spoke up. He said he would not tolerate any more of this. Many people were ridiculing him. He had sired a dog, a cat, and a goat. They did not resemble human children at all. What the king was thinking was, "Is my wife not a human being? Is she an animal? Why is she so strange?"
After that the king's soldiers arrived. "She is too weird, King! Your wife is not human. We'll have to take her away." They tied her up and staked her beside the road. Her hands and feet were bound. Whoever passed by struck the woman. All she had left were the clothes on her back. Whoever passed by struck her. Her flesh was torn. Spices and vinegar were poured on her wounds. Oh, how they tormented that poor mother every day like that!

4

Bélék te magea cerito mai titik selawié di nonot o nano. Penyudo ne temmeu tun tuei o igei. Wakteu temmeu tun tuei o madeak, "Do'o petei, adé do igei. Asei ku cigei leyen tun o besi isei ne," nadeak ne. "Diyo adé ba penan, cupik asei ku, tun jengik kemléak anak ne. Teak si anak apang, teak jano ba," nadeak ne. Udo o si mak titik selawié o. Kerno si coadé anak, nepék ne gén cu'ik anak ne awié o. Tengén ne Upik. Ati jako ne si bi nam tawei bi tawei, ati jako nam panuo bi panuo, samo ngen di duei nano. Ba'es titik teleu o, dekmai bai papa ne, cuma dikup selawié.
Adé di ninik ne tun gerot deu ilmeu, deu pakié, a. Ijei o najea ne Ujang ngen Buyung yo nano. Najea ne besilék, misal ne, angar, menimak. Ati si engut dapet ninik ne majea ca'o nien ne si bi pacak menimak. Udo o ninik ne o majea silék. Ati si jako dapet si bi pacak. Penyudo ne o si o main pana. Main pana, ninik ne mepék jameu nak das boloak nidik keno. Penyudo ne si kemelbéak pacak ne duei basoak o. Tak ne meluk minas, sudo o nidik, keno. Kemelbéak pidik ne. Tei ne o kepacak ne ngen pakié ne.
Adé Upik nak dasié, adé pakié ne kenai. Tun o kemelbéak nien alep. Teméngék kudo pacak si.
4

Kembali kita ke cerita tentang anak perempuan yang hanyut tadi. Akhirnya dia ditemukan orang tua itu lagi. Waktu orang tua itu menemukannya, dia mengatakan, "Itu ada peti satu lagi! Perasaan saya adalah pasti ini bayi lagi berasal dari tempat yang sama. Rasanya orang benci melihat anaknya, entah anak ini anak haram atau apa." Sesudah itu dia mengambil anak kecil tadi, dan dididiknya ketiga anak kecil itu. Wajah mereka rupawan, tapi yang satu ini perempuan. Mereka tumbuh dengan cepat. Belum waktunya untuk tertawa, dia sudah dapat tertawa, belum waktunya berjalan, dia sudah dapat berjalan, sama dengan kedua kakaknya. Yang kecil itu dinamakannya Upik sebagai nama kesayangan.
Sepasang orang tua tadi ternyata gagah dan banyak ilmunya dan banyak keahlian. Jadi Ujang dan Buyung ini diajarinya silat, angggar dan memanah. Belum waktunya dia bisa, ternyata dengan cepat sudah bisa. Kakeknya meletakkan jantung pisang di atas bambu dan dibidik, kena. Akhirnya mereka trampil sekali memanah. Ujang dan Buyung melempar jantung pisang itu ke atas dan dipanahnya, kena, tepat sekali. Cepat sekali mereka menjadi ahli dan trampil.
Adiknya juga demikian. Upik mempunyai keahlian seperti itu. Gadis kecil itu sangat cantik, dan pandai menunggang kuda.



4

Our story returns to the baby girl that was set adrift on the river. The old couple downstream found her as well. When they discovered her, they said, "There's another box! I'll bet it's another baby," they said. "There must be a people upstream that can't stand the sight of children. Who knows? Maybe the children are illegitimate, who can tell?" they said. After that they fetched the baby and raised her as their own.
They taught those three children everything. They were good-looking, their faces looked alike, except that one was a girl. That little girl, before the usual age for children to laugh, she was already laughing; before the usual age to walk, she was already walking, just like the other two. They named the baby girl Upik. Because they were childless themselves, they gave her that name and taught her everything.
The old man, the grandfather, was very powerful. He had great knowledge and many devices. The two brothers learned much from him. He taught them martial arts, for example, and sword fighting, and how to shoot a bow and arrow. Before he even finished his instruction, Ujang could already shoot. For practice, Grandfather placed a jambu fruit on a bamboo pole as a target, and Ujang pierced it through the middle with his arrow. After a while, Buyung was just as skillful as Ujang. Even when something was suddenly thrown high in the air, they could shoot it down. They shot extremely fast. Their skill with weapons was magical.
Upik learned to use magic as well. That one, she was a real beauty. And she could ride a horse.
5

Adé uleak ninik ne yo bilei-bilei. Uleak ne yo mebureu. Do'o ba bok si majea Ujang ngen Buyung o mebureu. Mebureu awié yo ca'o ne menimak. Sudo o wakteu adé debilei ninik ne yo mai mebureu, si mai kulo. Tekléak ne uso. Netak ne temimak keno matié uso, nemin ne bélék. Do'o ba tun lemo nak di, ninik ne duei ngen teleu basoak, emuk daging o. Senang si.
Jano uleak ninik bié ne nak di o, tenanem ne areak bungei-bungei neraés ne nak keliling umeak ne. Si temanem kulo areak gén lapen o. Nelu'us ne ba'es-ba'es ne. Amen tun sapié ketén bungei o, alep. Tenanem ne areak boak-boak,
An bi ke'an ninik semanié ne yo bi tuei kulo. Udo o ninik ne yo matié. Matié ninik ne, tinga ninik selawié ne, ngen titik teleu basoak o. Upik betenei, "Jano adé pesan ninik semanié ayak si matié?" Ninik bié coa jemawap.
An-an Ujang ngen Buyung o pogoa mebureu areak uso, areak kijang. Amen si mebureu uso, coa si emet uso o, gidong tejé tenimak. Nadeak Buyung, si lak kemléak kepacak ne duei basoak o. Nadeak asoak ne, "Jisanak," nadeak ne, "di dipe tenimak nu? Jano temimak uso, jano temimak kijang?" nadeak ne.
Nadeak Ujang, "Uku lei, uku temimak uso awié o a".
Nadeak Buyung, "Amen ko temimak uso diem ba nak piyo. Uku malau uso kunai doloi, imo doloi o." Uso gidong mengacap kedelas jano ne. Ujang temimak keno matié uso o.
Sudo o si lak kemléak gerot asoak ne. "Ko titik ko temimak kijang," nadeak Ujang. "Uku malau ne o." Sudo nalau kijang, kijang o gidong melitas kemelbéak delas ne melilei. Buyung temimak keno kulo. Areak daging coa si tekemuk igei.
5

Pekerjaan kakeknya tiap hari adalah pergi berburu. Karena itulah kakek itu sering mengajar anak-anaknya berburu. Berburu dengan cara memanah. Suatu hari Ujang dan Buyung ikut dengan kakek berburu ke hutan. Terlihatlah seekor rusa, dipanahnya, kena ... mati, lalu dibawa pulang. Itulah kehidupan mereka di sana, kedua orang tua dan ketiga bersaudara itu, hidup dari makan daging rusa dengan senangnya.
Kerja neneknya membuat taman bunga-bunga, dihiasinya sekeliling rumahnya. Juga rajin bertani. Dia menanam sayur-sayuran. Teratur sekali dan indah jika dilihat orang yang mampir. Ditanamnya pula berbagai macam pohon buah-buahan.
Kakek itu sudah lanjut usia juga. Tak lama kemudian dia meninggal dunia. Tinggallah neneknya dengan ketiga bersaudara kecil itu. Tinggal dua laki-laki tukang berburu. Jadi anak-anak itu sangat sedih waktu kakeknya meninggal. Demikian juga nenek itu. "Apa ada yang dipesan kakek sebelum dia meninggal?" tanya Upik kepada Nenek. Tapi Nenek belum menjawabnya.
Setelah kakeknya meninggal, Ujang dan Buyung yang ganti pergi berburu rusa dan kijang. Jika berburu, mereka tidak menunggu sampai rusa itu diam baru mereka panah, tidak. Buyung ingin melihat kepandaian saudaranya itu. Katanya, "Kakak, yang mana yang mau kau panah? Memanah rusa atau memanah kijang?" Kata Ujang, "Saya yang besar, jadi saya memanah rusa." Kata Buyung, "Diamlah kau di sini. Saya menghalau rusa dari hutan sana." Waktu rusanya sedang lari cepat, Ujang memanahnya, kena dan mati.
Setelah itu Ujang mau melihat kegagahan adiknya Buyung. Katanya: "Kau masih kecil, panahlah kijang." Sesudah itu dia menghalau kijang. Cepat sekali larinya, adiknya yang memanah, kena. Itulah kerja Ujang tiap hari bersama Buyung.



5

Grandfather had work to do every day. His main job was hunting. Likewise, he taught the two boys to hunt. Their method of hunting was by shooting. One day while hunting with their grandfather in the forest, they spotted a deer. Quick as a wink they shot and killed the deer and killed it. That night the five of them—the two grandparents and the three children—feasted on the deer meat. They were a happy family.
What Grandmother did all day at home was to grow a variety of flowers to beautify the yard around the house. She also grew vegetables in her garden. She looked after everything diligently. When visitors dropped by they were always struck by the beauty of the place.
After a short time, Grandfather, who was very old, passed away. When their grandfather died, Grandmother took care of the children by herself. That left just the two boys to hunt for food. Upik was very sad when Grandfather died, and Grandmother grieved as well. Upik asked, "What did Grandfather say to you before he died?" Grandmother did not answer her just yet, but remained silent.
After Grandfather died, the two brothers continued to hunt game. When they saw a deer, they didn't wait for it to stand still before shooting it. Oh, no! One day, Buyung said he wanted to test the skills of the two brothers. "Older Brother," he said, "What do you want to shoot, a deer or an elk?"
Ujang said: "I am big and strong. I will shoot a deer just like that!"
Buyung said, "In that case, stay right here. I will flush a deer from over there in those trees." When he did that, a deer came out running lickety-split. Ujang aimed and shot and killed that deer.
Next Ujang tested the skill of his younger brother. "You, Little One, you shoot an elk," he said. "I will flush one out." When the elk was flushed out, it crossed in front of them running extremely fast. Buyung aimed and shot and killed it. They brought the deer and the elk home. They couldn't even eat all the meat.

Ijei o, uleak Upik nak dasié, kerjo ngen ninik. Jano uleak ninik ne? Misal ne o menea areak bajeu makié benang, menea areak sauk. Najea ninik ne ca'o tun temakep kan.
Ijei o wakteu Ujang ngen Buyung bélék medasié, adé manat ninik ne ayak si matié. Si o teminga magea ninik bié ne. Nadeak ninik ne ngen Ujang ngen Buyung, "Jemago asoak udi yo baik-baik! Pesen ninik udi." Nadeak ne, "Dang sapié asoak udi o celako atau sileak sebap asoak udi yo gi titik. Sengeak si titik yo mémang si yo pacak." Manat ninik semanié ne, adé kulo ngen ninik bié. "Amen Ujang ngen Buyung lak mebureu, jibeak galak mai tebo luea kunai tebo penan ne galak magea. Sebap amen si mai tebo leyen bé adé celako atau dapet hai atau balak.
Sudo o, ninik ne coa nelié namen wakteu Buyung ngen Ujang aleu mebureu mai imo leyen.
Upik di rumah adalah bekerja bersama neneknya. Apa yang dikerja neneknya? Misalnya membuat baju, membuat jaring dari benang. Diajari neneknya cara menangkap ikan dan lain sebagainya.
Pada waktu Ujang dan Buyung pulang, rupanya ada pesan dari kakeknya sebelum meninggal. Pesan itu disampaikan neneknya. Kata neneknya kepada Ujang dan Buyung, "Jaga adik kalian ini baik-baik, pesan kakek kalian." Dan: "Jangan sampai adik kalian celaka atau luka, sebab dia masih kecil. Meskipun kecil tapi dia pandai." Pesan kakeknya juga, jika kedua anak itu berburu, jangan pergi ke gunung lain di luar gunung tempat tinggalnya. Jika mereka pergi ke gunung lain, nanti ada masalah atau bahaya.
Pada suatu waktu mereka pergi berburu ke hutan lain dengan tidak memberitahu kepada neneknya.



***


Their little sister, Upik, worked at home with Grandmother. How did she help Grandmother? Upik helped make their clothes from thread, and she made fishnets. Grandmother taught her how to catch fish.
When Ujang and Buyung returned home, Grandmother gave them Grandfather's final instructions. Grandfather's message for Ujang and Buyung was this: "Take good care of your little sister. Do not permit this little girl to have an accident or come to any harm. She may be small, but she is extraordinary in many ways." Grandfather also said, "When the boys go hunting, tell them not to go to any mountains apart from the places where they usually go. Because if they go hunting in unfamiliar territory, they may meet with an accident or danger or some calamity."
From that day on, Ujang and Buyung never told their grandmother whenever they went hunting in unfamiliar territory.


6
Wakteu mebureu mai imo leyen, temmeu si tun gidong mesoa ebes. Jijei tun gidong mesoa ebes o tekjir, nadeak ne awié yo magea tun duei yo, "Jano nesoa udi aleu beak imo yo?"
"Kémé yo aleu mesoa uso ngen kijang."
"Oi", nadeak ne, "nak piyo deu lut kijang. Sebap korok yo awit tun mebureu kulo. "Genyei si temimak uso o coa lak keno," nadeak ne
Nadeak Buyung, "Padeak kecalak uso piyo!"
"Nien," nadeak tun mesoa ebes o. Sudo o wakteu si madeak awié o melitas uso.
Tukang ebes o temunjuk dé'é. "Uso melitas! Timak ba!" nadeak ne. Uso melitas temngoa. Wakteu tukang ebes o madeak, uso o tebedan.
Nadeak Ujang, "Amen meloak uku temimak uso o, mai kalau ne! Keloak si melilei!" Aleu tukang ebes o malau uso o. Uso o gidong melilei. Si melilei kelebéak delas ne. Netak ne temimak, keno, matié uso o. Ujang melié ngen tukang ebes o. Ijei o tukang ebes o nano cigei mesoa ebes. Kelbéak riang dapet uso nano, si bélék. Bélék, tukang ebes o nano emin mai sadié ne, penan Ujang ngen Buyung yo lahér. Si emin uso o, si majak tun meduo ca'o ite Jang ba. Neduo tun deu. Neduo ne kulo rajo.
Amen rajo kemléak uso o, tekjir si. "Jano?" nadeak ne. "Wai ipe udi mak uso o? Kémé bai mebureu uso coa dapet," nadeak ne.
"Uso yo iso si dapet ku idup."
"Nemak nu?" nadeak rajo! "Ko melié tun emuk bukié uso?" Awié o, lak nengéak ne semanié tukang ebes o.
Jawap ne, "Coa si uku monoak ne awié o. Adé tun duei mebureu uso. Titik kelbéak nien ba'es ne. Bi lak dekmai ngen papa nu kulo," nadeak ne awié o.
6

Waktu berburu ke hutan lain mereka bertemu dengan orang yang sedang mencari rotan. Pencari rotan itu terkejut. Katanya kepada kedua orang itu: "Apa yang kalian cari di hutan ini?"
"Kami ini mencari rusa dan kijang," kata mereka.
"Oi, di sekitar sini banyak sekali kijang. Orang sering berburu di sekitar sini. Hanya saja orang sudah bosan memanah rusa karena tidak pernah kena."
Kata Buyung, "Alangkah pandai rusa di sini!"
"Benar!" kata pencari rotan itu. Sewaktu berkata begitu lewat seekor rusa. Pencari rotan itu menunjuk, "Itu rusa lewat, panahlah!" Rusa itu berhenti mendengar pencari rotan itu berkata.
"Kalau suruh saya memanah rusa itu, pergi kau menghalaunya, suruh lari," kata Ujang. Pergilah pencari rotan itu menghalau rusa itu. Rusa lari dengan cepat sekali dan dipanahnya, kena dan mati rusa itu. Waktu rusa itu mati, pencari rotan itu sangat kagum
melihatnya. Ujang memberikan rusa itu kepada pencari rotan itu. Sehingga pencari rotan itu tidak lagi mencari rotan Dia sangat gembira mendapat rusa itu. Dibawanya pulang ke desanya, tempat kelahiran Ujang dan Buyung. Waktu dia membawa rusa itu, dia mengajak orang-orang desa itu untuk sedekah, secara orang Rejang, memanggil orang banyak. Setelah dia memanggil orang banyak, dia memanggil raja juga.
Begitu melihat rusa, raja itu heran sekali. "Bagaimana kau menangkap rusa itu? Sedangkan kami saja kalau berburu tidak pernah dapat rusa."
"Ini bukan rusa hidup yang saya dapat," kata pencari rotan itu.
"Begitu saja diambil?" kata raja! "Kau makan bangkai rusa itu?" kata raja demikian. Pencari rotan itu dimarahi.
Jawabnya, "Tidak demikian, Raja! Ada dua orang berburu rusa. Kedua anak yang hebat sekali ketrampilannya. Wajah keduanya rupawan, mirip dengan raja juga."



6

One day while hunting in an unfamiliar forest, they met a man gathering rattan. Startled, the rattan gatherer asked the two boys: "What are you looking for in this forest?"
"We came for deer and elk," they said.
"Oh!" he said. "There are plenty of elk around here," he said. "People really like to hunt in this area. They wear themselves out shooting at them, but they never actually hit anything!"
Buyung said, "The deer here must be very wary!"
"Yes, Indeed," said the man. While they were talking a deer crossed in front of them. The rattan gatherer pointed and said: "There's a deer! Shoot it!" The deer stopped in its tracks when he heard the man shout.
Ujang said, "If you want me to shoot that deer, chase him and make him run!" The rattan gatherer ran at the deer, and it bolted away running very fast. Quick as a wink Ujang aimed at the deer, and his shot was true. The deer fell dead. They gave it to the rattan gatherer. "The deer is for you! Take it home," said Ujang.
The rattan gatherer was so happy to receive the deer that he stopped looking for rattan, and went straight home. His home happened to be in the same town where Ujang and Buyung were born. He brought the deer to his house and invited his neighbors to gather together, the way we Rejangs do. Many people gathered, and the king joined them as well.
The king was surprised when he saw the deer meat. "What's this?" he demanded. "How did you get this deer? I hunt deer all the time but I never get one."
"This deer, it was not a live deer."
"You took a dead deer?" he asked. "You're eating a deer carcass?" scolded the king.
The man said, "It wasn't like that, King! There were two people hunting deer. Very beautiful children. Their faces looked a lot like yours!" he said straightaway.

Sudo o nadeak rajo o, "Amen awié o, maro ba! Tengén titik tobo o galak mebureu?" nadeak ne.
"Asei ku uyo tip bilei si mebureu mini, si awit buléak." Sudo o penyiep ba rajo o ngen tentera ne lak aleu mebureu. Tentera ne mileu. Kaben yo nano awié tun lak aleu manun perang, jano lak manun mesoa uso nien.
Si aleu mai beak imo. Wakteu mai beak imo temmeu kulo ngen titik duei é, ngen anak ne yo. Si coa namen.
"Jano uleak udi yo?" nadeak rajo.
"Mesoa uso," nadeak Ujang.
"Kémé yo lak mesoa uso kulo nak piyo. Lak berpak ite mesoa uso," nadeak rajo awié o.
"Amen lak mesoa uso," nadeak tukang ebes o—tukang ebes o mai kulo diyé temunjuk penan ne—"nak di gi adé."
Nadeak Ujang o, "Maro ba te temimak ne amen adé." Decang udo o tekléak rajo uso. Rajo o kemléak uso o. Nadeak ne, "Dé'é uso a! Mai ba timak ne!"
Buyung madeak, "Amen meloak kémé temimak ne, jibeak temimak gidong tidoa. Amen lak temimak gidong tidoa, timak ba kak rajo." Rajo yo temimak uso o, coa keno.
Sudo o nadeak Buyung o nano, "Ai, dang kumu mai mebureu temotoa kémé amen barat yo. Keléak ca'o kémé amen lak temimak uso a," nadeak ne. Decang sudo si madeak, adé kulo uso melitas.
Nadeak rajo, "Dé'é uso! Timak ba!
"Amen meloak uku temimak," nadeak Buyung, "aleu kalau ne keloak si melilei." Mai rajo malau. Uso gidong melilei kelbéak nien delas ne. Netak Buyung o temimak ne, keno. Matié uso o. Rajo o sapié cengang. Cengang, melitas kulo kacéa gidong melitas kemelbéak delas ne. Netak Ujang temimak kunai belakang matié. Sapié rajo o sélég.
Setelah itu raja berkata, "Jika demikian baiklah. Kapan anak-anak itu berburu?"
"Kalau tidak salah tiap hari mereka berburu ke sana, sebab sering mereka berhasil."
Kemudian bersiaplah raja itu dengan pasukannya. Apakah mereka itu benar-benar mau pergi mencari rusa ataukah berperang?
Kemudian mereka memasuki hutan. Setiba mereka d hutan bertemulah mereka dengan kedua anak kecil itu. Raja itu tidak tahu bahwa dia bertemu dengan anaknya.
Raja berkata, "Mengapa kalian berada di sini?"
"Berburu rusa," kata Ujang.
"Kami juga akan mencari rusa," kata raja. "Mari kita bersama-sama mencari rusa."
"Jika mau berburu rusa," kata pencari rotan itu, yang juga ikut, "di sini masih ada."
Kata Ujang, "Mari kita memburunya jika ada." Sesaat kemudian terlihat oleh raja seekor rusa. Kata rajo, "Panahlah rusa itu!"
Jawab Buyung, "Kalau menyuruh kami memanah, jangan memanah waktu dia masih tidur. Jika mau memanahnya sedang tidur, panahlah oleh raja." Raja memanah rusa itu tapi tidak kena.
Setelah itu kata Buyung, "Janganlah bapak ikut berburu dengan kami kalau begitu cara memanah! Naa, lihatlah cara kami kalau ingin memanah rusa." Begitu dia berkata demikian ada rusa yang lewat.
Kata raja, "Itu dia! Panahlah!"
"Jika menyuruh kami memanah, halau dulu supaya dia lari," kata Buyung. Pergilah raja itu menghalau. Raja sedang menghalau, rusa lari dengan sangat cepatnya. Buyung memanah, kena dan mati. Raja sangat tercengang. Lewat pula kancil dengan sangat cepatnya, Ujang memanah dari belakang, kena dan mati. Sehingga raja itu malu dengan anak buahnya. Raja itu tersinggung perasaan.


***


The king said, "In that case then there's no problem. When do these boys usually hunt? asked the king.
"I think, nowadays, they'll be going there almost every day to hunt."
Soon after that the king prepared his soldiers to go on a hunting trip. These soldiers were ready for anything—to fight a war or go chase deer, it was all the same to them.
Off they all went to the forest. When they got there they met up with the two children. They were the king's own sons, in fact, although he didn't know it.
When he met the two boys, the king said, "What are you doing?".
"Hunting deer," said the two children.
"We would like to hunt here, too. Let's hunt together," said the king in a friendly way.
"If you want to find deer," said the rattan gatherer—who had come along to show them the way—"there are plenty right over there."
Ujang said, "Let's go get one." At that moment the king saw a deer, and shouted: "There's one! Shoot it!" he said to the two children.
Buyung said, "It's fine to tell us to shoot a deer, but not when it is lying down. If someone is going to shoot a sleeping animal, then it will have to be yourself," they said. The king did shoot at the deer, but he missed.
Buyung said, "You can't hunt with us if you do like that. Watch how we do it!" he said. As soon as he said that, another deer stepped out right in front of them.
The king said, "There's a deer right here! Shoot!" he said.
"If you want me to shoot," said Buyung, "go flush one out and make it run." The king went to flush out a deer. Soon one came out running lickety-split. In one motion Buyung aimed and shot true. The deer fell dead. The king was impressed. Then he stood in amazement as a little mousedeer came out running like the wind. As fast as you can think, Ujang shot it dead from behind. That really put the king to shame.

Sélég rajo, anak bueak rajo o bi mengéak kulo. "Udi tun ipe?" tenei ne.
"Kémé diem beak imo. Diyo ba uleak kémé," nadeak Ujang.
Nadeak tentera rajo o, "Udi languk nien diem beak imo. Kémé diem sadié, coa si awié udi."
"Coa kémé languk, do'o ca'o kémé," nadeak Ujang.
Nadeak kulo tentera rajo o, "Amen udi lak nien taning te, tai ba ite taning uyo!"
"Taning jano kelak udi?" nadeak Ujang. "Amen udi lak majak kémé betaning, tai ba ite temimak boak léméu nepék nak ujung boloak," nadeak Ujang awié o .
"Maro!" nadeak rajo. Coa rajo namen anak ne di betaning o. Sudo o, Ujang madeak timak kak rajo dete. Tenimak rajo, coa keno. Sudo rajo, neloak ne kulo anak bueak rajo kulo temimak. "Tulung timak kak udi," nadeak Ujang. Bi adé abéak teleu poloak lai temleu temimak coadé si di keno.
Sudo o rajo madeak, "Sapié géléa udi. Timak ba kak udi!" nadeak ne.
Ujang o temimak keno. Pecoak léméu o.
Nadeak Ujang, "Udi languk. Lak majak kémé beto'oak. Beto'oak temimak léméu yo bai, coa udi keno. Amen udi lak kemléak kepacak te, awié yo!" nadeak Ujang. Si mak boak léméu, si meluk, Buyung temimak pecoak kulo léméu o. Tobo duei yo nano o najea ninik ne sak kunai titik. Tenawei ne bai tun majak betaning é.
Ijei rajo yo panes atié ne. Rajo yo bélék mai sadié ne. Ayak si bélék, si madeak ngen tun duei o, "Nak ipe udi diem?"
"Kémé diem nak beak imo."
Nadeak rajo o, "Ke'ung yo kémé aleu meto mai beak imo, penan udi é."
"Buléak bai!" nadeak Ujang. Sudo o si aleu. Ujang ngen Buyung yo bélék mai penan ninik ne. Rajo o bélék kulo mai sadié ne.
Kata seorang anak buah raja itu, "Kalian ini orang dari mana?"
"Kami tinggal di hutan, dan inilah kerja kami se hari-hari."
Kata seorang tentara raja itu, "Kalian bangga sekali tinggal di hutan. Kami tinggal di desa tidak seperti kalian."
"Keahlian kami tidak kami tunjukkan, itu kebiasaan kami," jawab Ujang.
Kata tentara raja itu, "Jika kalian mau betul bertanding, sekarang kita bertanding."
Bertanding apa yang kalian kehendaki?" kata Ujang. "Jika kalian ingin mengajak kami bertanding, marilah kita memanah buah jeruk yang diletakkan di atas ujung bambu." kata Ujang.
"Mari!" kata raja. Setelah itu Ujang berkata, "Panah oleh raja lebih dulu." Raja memanahnya tapi tidak kena. Setelah dipanah raja, anak buahnya pun disuruh memanah. Sudah tiga puluh anak panah yang dilepas tapi belum ada yang kena.
Setelah itu raja berkata, "Tiba giliran kalian. Panahlah oleh kalian." Kedua anak kecil itu memanah sasaran, kena, pecah jeruk itu.
Ujang mengatakan, "Kalian sombong, mau mengajak kami bertanding. Sedangkan bertanding memanah jeruk saja kalian tidak kena. Jika kalian ingin melihat kepandaian kami, cobalah seperti ini," kata Ujang. Diambilnya buah jeruk, dilemparnya ke atas, Buyung langsung memanah nya, pecah juga jeruk itu. Sebab mereka itu telah diajar kakeknya sejak kecil. Ujang dan Buyung mentertawakan orang yang mengajak mereka bertanding itu.
Raja itu panas hatinya. Dia pulang ke dusunnya. Sebelum pulang, ditanyainya kedua anak itu, "Di mana kalian tinggal?"
"Kami tinggal di dalam hutan."
"Suatu hari nanti kami akan datang ke tempat kalian tinggal."
"Boleh saja!" kata Ujang dan Buyung. Sesudah itu raja pulang. Kedua anak itupun pulang ke tempat tinggal neneknya.

***

When they realized that the king had been embarrassed, his followers became angry. They said, "What kind of people are you, anyway?"
"We live in the forest. This is what we do for a living," they said.
A soldier of the king said, "You think you are better than us because you live in the forest. We live in town, not like you," he said. "But we don't claim to be better than anybody. That's the way we were taught," he said. Another one of the king's soldiers said, "If you really want to show us what you've got, I challenge you to a contest right now!"
Ujang answered without hesitation, "How about shooting at citrus fruits placed on the end of a bamboo pole?".
"You're on!" the soldier said. The king did not realize that the two boys competing against him were his own sons. For starters, Ujang ordered the king's side to shoot first. The king shot and missed. After that, the king's followers shot. More than thirty shots were taken but not one of them hit the target.
Next the king said, "It is your turn. You may fire when ready," he said. The two small boys shot and hit the target. The citrus fruits broke in smithereens. Then Ujang said, "You think you are better than us, too; otherwise, you would not have challenged us to a competition. You were betting that you could hit the target and that we couldn't. But it was you who missed," he said. "If you really want to see our skills, watch this!" he said. Ujang took a citrus and threw it up into the air. Buyung took aim and shot at it—and the citrus broke into pieces. Those two boys had been trained by their Grandfather since they were old enough to walk. They just laughed at anyone who challenged them to compete. They could even hit moving targets.
The king became really angry. He went back to town. Before he went, he asked the two boys, "Where do you live?"
"We live in the forest," they said.
The king said, "The next time we come, we'll take a walk in the forest and visit your place."
"Please do!" said the two boys. Then everybody left. The boys went home to their Grandmother's place. The king went back to town.

7
Wakteu si bélék mai penan ninik ne o, ninik ne gidong sakit. Ninik ne o madeak ngen si. "Uyo cigei an igei idup ku yo. Udi yo iso si anak ku, iso," nadeak ne. "Udi dapet ku monot, udi teleu yo. Uku madeak di nien ne. Udi gi adé inok ngen bapak."
Tekjir titik teleu basoak o. Si o beinok magea ninik ne o. Nadeak ninik ne o, "Udi dang beinok magea uku. Udi beninik bai," nadeak ne. Udo o si menginoi temngoa cerito o. Si yo iso si anak inok ne o. Si diem ngen ninik.
Adé pesen ne o. Nadeak ninik, "Udi duei semanié yo arus jemago asoak di selawié yo baik-baik, dang sapié adé celako. Jano kelak asoak ne o dang coa mak, dang coa melié," nadeak ne.
"Au," nadeak Ujang awié o.
"Jijei ba dé'é, Ninik," nadeak Buyung. Ijei o titik teleu o kelbéak nien ibo ne temi'uk ngen pesen ninik ne o.
Ninik ne o meninga. Si kemoboa nak lé'ét ji'et ninik semanié ne. Sudo kenoboa nelé'ét cupék, titik teleu yo pogoa nginoi.
7

Waktu mereka pulang, neneknya sedang sakit. Neneknya berkata, "Sekarang hidupku rasanya sudah tidak lama lagi. Kalian ini bukanlah anak saya. Kalian bertiga saya temukan hanyut. Kalian masih mempunyai ayah dan ibu." Terkejut mereka mendengar itu. Mereka biasanya memanggil ibu kepada nenek itu. Nenek itu berkata, "Kalian jangan memanggil ibu kepada saya, panggil nenek saja." Setelah mendengar cerita itu mereka menangis. Ternyata mereka bukanlah anak ibunya itu. Mereka tinggal dengan nenek.
Ada pesan untuk Ujang dan Buyung. Dikatakan ninik, "Kau harus menjaga adik perempuanmu ini baik-baik. Jangan sampai ada celaka." Dan lagi: "Apa kehendak adiknya jangan sampai tidak dituruti, atau tidak diberi."
"Ya," jawab Ujang.
"Baiklah, Ninik, kalau demikian" kata Buyung. Jadi ketiga anak kecil itu sedih sekali mendengar pesan nenek itu.
Neneknya meninggal. Dia dikubur berdampingan dengan suaminya. Sesudah dikubur, mereka menangis sedih.




7

When the boys arrived back at Grandmother's place, Grandmother had become sick. She spoke to them, saying: "I will not live much longer," she said. "You are not my children, not really—I found you at the river, all three of you. This is the truth," she said. "You still have a rightful father and mother." The three children were shocked. Grandmother said, "You two boys have to watch over your baby sister. Don't let any mishaps befall her," she said.
"We promise, Mother" the two boys said. They had been addressing Grandmother as 'Mother' ."
But now Grandmother said, "Don't call me Mother. You have a real mother," she said. The children cried when they heard the true story. Then Grandmother gave them her final instructions. They listened very carefully. "Whatever your sister wants, don't fail to find it and give it to her," Grandmother said.
"We promise, Grandmother," they said. Then their grandmother died. They buried her in the same row of the cemetery beside their grandfather. The three children wept and wept.

8
An sudo o, Ujang ngen Buyung aleu mai mebureu. Ijei o si bélék, Upik madeak. "Uku adé kelak ngen Jisanak."
"Jano?" nadeak Ujang ngen Buyung.
"Uku adé pesen ninik," nadeak Upik. "Ninik meloak mak bioa pacoa o kunai rakso, meloak mak bungei pacak berjung, meloak mak burung pacak miling. Penan ne nak Tebo Tepuk nak doloi o."
Ujang ngen Buyung madeak, "Ijei ba amen si madeak awié yo." Si namen, jano kelak asoak ne o, ninik ne madeak, dang coa mak awié o. Kinget, mak kudo ne. Si mepék nak denam ponok ne lajeu madeak ngen Upik. "Ko diem ba nak ponok yo baik-baik. Dang ko laleu. Gén kemuk nu cukup. Ke'an kémé yo laleu. Ko arus kemléak tano kémé. Amen kémé dapet kelak ninik atau kelak Upik, mojoa ba. Amen coa, coa te nam madeak ne," nadeak Ujang awié o.
Ayak si aleu o si menea tano. Adé di Ujang mepék pingan das lémén. Nepék ne baik-baik. "Amen pingan yo pecoak tano uku matié," nadeak ne awié o.
Sudo o Buyung gematung pisuo nak das pageu. Nadeak ne, "Amen pisuo ku yo bé ngecacak daleak mai pingan jisanak, tano ne uku matié kulo."
Sudo o aleu ba si duei basoak. Coa si aleu mai do pemanuo. Leyen. Misal ne dalen yo becabang duei. Aleu di Ujang aleu kak yo, Buyung aleu kak di.
Wakteu Ujang o aleu kak yo, sapié si nak sipang. Si temmeu tun tuei. Tun tuei madeak, "Amen ko lak mai mini, jano kenléak nu nak dalen, dang monoak ne. Dang ko demulei ne. Mai ba, ko laleu terus," pesen tun tuei o nano.
8

Tidak berapa lama sesudah itu, Ujang dan Buyung pergi berburu. Pada waktu mereka pulang dari berburu, Upik menyampaikan pesan.
"Apa, Dik?" kata Ujang dan Buyung.
"Saya ada pesan dari nenek," kata Upik. "Nenek menyuruh kita untuk mengambil air mancur dari air raksa, mengambil bunga yang dapat bernyanyi, dan mencari burung yang dapat berbicara. Tempatnya di Gunung Tepuk di sana itu," kata adik perempuannya itu.
Ujang dan Buyung berkata, "Baiklah." Mereka berkata demikian karena teringat akan pesan neneknya bahwa apapun kehendak adiknya itu harus dituruti. Kemudian kedua laki-laki ini bersiap-siap dan mengambil kudanya. Ditambatnya di depan pondok lalu berpesan kepada Upik: "Kau tinggal di pondok baik-baik. Jangan kau pergi. Makanan ini cukup untukmu", katanya. "Selama kami pergi, kau harus melihat tanda-tanda kami. Jika kami berhasil seperti yang dikehendak nenek atau Adik ini, beruntunglah. Jika tidak, kita tidak bisa berbuat apa-apa."
Sebelum mereka pergi dibuatnya tanda. Tanda Ujang adalah piring yang ditaruh di atas plafon. "Kalau piring ini pecah, itu tandanya saya mati," kata Ujang. Setelah itu Buyung menggantung pisau di atas loteng. Katanya, "Jika pisau ini berdarah menetes ke piring kakak, itu tandanya saya juga mati."
Setelah itu berangkatlah kedua saudara itu berpisah arah. Waktu Ujang pergi mengikuti arahnya, sampai di suatu persimpangan. Di sana dia bertemu seorang tua yang menegurnya dan berkata, "Jika engkau pergi ke arah sana, apa yang kau lihat di jalan jangan dibunuh. Jangan kau perdulikan. Kau terus saja berjalan," nasehat orang tua itu tadi.




8

The three children lived alone for some time. One day when Ujang and Buyung returned from hunting, Upik spoke to them. "I have something important for my older brothers to do," she said.
"What is it, Little Sister?" they said.
"I have a message from Grandfather," said Upik. "Grandfather told us to fetch a fountain of gushing quicksilver, a flower that can sing, and a bird that can talk. These things can be found over yonder on Mount Tepuk," she said.
Her brothers said, "Yes, if that is what he said." They remembered that whatever their baby sister told them to do, it was their grandparents ordering them to do it. They fetched their horses. They tied them in front of their forest home, and spoke to their little sister. "You stay right here," said Ujang. "Don't go anywhere. You have plenty of food. We may be gone for some time," he said. "Watch for our signs. If we find what Grandfather asked for, or what you asked for, all will be well," he said. "If not, I don't know what to say."
Before they left they prepared signs. Ujang put a plate on the mantel of the fireplace. He secured it carefully. "If this plate breaks, it is a sign that I am dead," he said.
Next Buyung hung a knife from the attic beam. He said, "If my knife should drip blood on older brother's plate," he said, "it will be a sign that I am dead, too."
Then the two brothers went away. However, they did not go in the same direction. The road they were on branched. Ujang went one way, and Buyung went the other.
Eventually Ujang came to a crossroad. He met an old man who spoke to him. "Whatever you see along this road, don't kill it. Don't pay any attention to it. Just keep on straight ahead," advised the old man. "Do this and you will be safe," he said.

"Ijei ba amen awié o," nadeak ne. Coa an sudo o, nak dalen kenléak ne imuo, kenléak ne siamang, kenléak ne uso melitas o, kenléak ne kelwang kelei umeak mengekik iding ti'uk ne. Si rényéng. Rényéng si bi lak sapié nak tebo, kerno temngoa nadeak tun tuei nak sipang o, nano—"Jano kenléak dang temimak ... amen ko temimak udi adé bahayo"—terus ba si laleu. Kelbéak deu di gemurék si nak dalen. Si lak temimak benatang. Wakteu si lak temimak imuo o, ijei ba si buteu. Matié. Ujang jijei ba si buteu.
Tinga ba Buyung. Terus bekesoa, terus bekesoa, limeu dalen. An-an temmeu dalen becabang duei, penan Ujang betenei nano, temmeu ngen tuei o. Nadeak ne, "Bene ko nak piyo?
"Uku coa nam dalen ne. Uyo uku lak temotoa dalen jisanak ku bai," nadeak ne.
O ba tun tuei madeak, "Jano kenléak nu nak dalen, dang ko gemurék."
"Ijei ba," nadeak ne. Si terus bekudo. Bekudo, deu ba mecem penmeu ne. Penyudo ne si kemléak burung. Burung o mengekik. Sua'o ne pogoa mekak. Buyung o lak temimak. Ijei buteu kulo Buyung yo.
Bélék ite ngen Upik di tinga su'ang nak ponok nano. Si kemléak tano di Ujang, pingan ne pecoak. "Bi matié jisanak ku." Kemléak di Buyung, pisuo ne bi ngecacak daleak mai pingan pecoak. "Ai!" nadeak ne, "Amen awié yo jisanak ku matié kete." Upik menyiep areak alat-alat ne. Areak juadeak nemin ne kulo. Si mak kudo. Ayak si laleu, Upik mai magea ji'et ninik ne. Nadeak ne awié yo, "Ninik, " nadeak ne. "Uku yo aleu mesoa jisanak ku. Matié kete. Uku lak mesoa bukié ne. Amen si idup kinai te bé, mojoa," nadeak ne. "Amen si matié bé cigei te nam madeak ne.
Udo o Upik temngoa sa'ié o kunai ji'et ninik ne o. "Mai ba. Uku meloak ko laleu."

"Ya, Kakek," kata Ujang. Tidak lama kemudian, dilihatnya harimau, siamang, dilihatnya rusa lewat, kalong sebesar rumah menjerit dekat telinganya sampai dia pusing. Ketika hampir sampai di bukit meneruti nasehat orang tua itu tadi—jangan memanah apa yang dilihat, kalau dipanah ada bahayanya—teruslah dia berkuda. Karena dia kesal sekali terhadap gangguan-gangguan itu, hendak dipanahnya seekor harimau. Waktu dia akan memanah harimau itu, tiba-tiba ia berubah menjadi patung dan mati beserta kudanya.
Tinggal Buyung. Dia terus mencari, dan tersesat jalan. Kemudian dia sampai ke jalan bercabang, simpang yang pernah dilalui kakaknya. Tidak lama Buyung bertemu dengan orang tua di simpang itu. Orang itu menegurnya, "Mengapa kau di sini?"
"Saya tidak tahu jalan. Sekarang saya akan mengikuti jalan kakak saya saja," kata Buyung. Orang tua itu memberi nasehat: "Apapun yang kau lihat, jangan kau ganggu."
"Ya, Kakek," kata Buyung. Jadi dia terus berkuda. Bermacam-macam gangguan ditemuinya. Akhirnya dia melihat burung yang menjerit. Suaranya memekakan telinga. Buyung mau memanah burung itu tapi dia menjadi patung dan mati. Demikian juga kudanya.
Kembali kita kepada Upik yang tinggal sendirian di rumah tadi. Upik melihat tanda pertama, piring Ujang pecah. "Kakak saya yang mati." Melihat tanda Buyung, pisau berdarah dan menetes ke piring yang pecah itu tadi. "Oh, kalau begini kakak saya semuanya mati." Dia bersiap-siap. Alat-alat busur dan anak panah dibawanya, dan bekal untuk makan. Dia mengambil kudanya. Sebelum pergi dia mengunjungi kuburan neneknya. Katanya, "Nenek, saya akan pergi mencari kakak-kakak sebab menurut tandanya mereka sudah mati. Saya harus mencari mayat mereka. Jika mereka masih hidup, mohon supaya mereka selamat," katanya. "Jika mereka mati, itu sudah takdirnya."
Setelah itu dia mendengar suara, arwah dari kuburan itu. "Pergilah, kami izinkan pergi."



***

"Ok, thanks," said Ujang. Not long after that, Ujang saw tigers, he saw apes, he saw deer running by, he saw bats as big as houses screaming in his ears. He became confused. He had almost reached Mount Tepuk, and he remembered what the old manat the crossroad had said—"Don't look around, don't shoot ... If you shoot you will come to harm"—so, on and on he went. But there were so many things disturbing him on the road. He wanted to shoot the animals. Just as he was about to shoot a tiger, he turned to stone. He was dead. Ujang was turned to stone.
That left Buyung. He searched and searched but lost his way. After some time he came back to the place where the road branched, and took the other path, the one Ujang had taken. Eventually he met the old man at the crossroad, who asked: "What brings you here?"
"I have lost my way," he said. "Now I just want to follow my older brother's trail," he said.
The old man told him, "Whatever you see on this road, don't disturb it."
"I won't," he said. Not long after that, many kinds of animals came up to him. Finally he saw a bird. The bird screeched. The sound was deafening. Buyung decided to shoot it. He, too, turned to stone.
Our story returns to Upik at home in the house. She looked at Ujang's sign. The plate was broken. "My older brother is dead," she said. She looked at Buyung's sign. The knife was dripping blood onto the broken plate. "Ai!" she said, "It means both my brothers are dead." Upik got her things together. She packed some food. She got her horse. Before she left, she went to visit her grandparents' grave. Upik said, "Grandmother and Grandfather, I am going to look for my brothers. They are both dead. I am going to look for their bodies. If by some miracle they are alive, I pray I will find them so," she said. If they are dead, there isn't anything else to say." Then Upik heard a voice from a soul in the grave. "Go! I command you to seek your brothers!"


Lajeu ba seak. Upik laleu semsung lat jisanak ne. Si temmeu ngen tun tuei nak sipang penan Ujang ngen Buyung betenei. Nadeak ne, "Lak mai ipe anguk nu, Gadis?"
Nadeak Upik, "Uku lak aleu mesoa jisanak ku."
"Totoa dalen yo, dalen penan nelitas jisanak nu yo nano. Tapi ada janjei didik," nadeak ne. "Jano bai benatang gemurék ko, ko dang monoak ne," nadeak ne.
"Ijei," nadeak ne awié o. Ayak si aleu, Upik mepék kapes nak ti'uk ne mako coa deu gén tenngoa ne. Si aleu bekudo. Nak dalen cem-cem penmeu ne, cuma coa si temngoa. Coa an kenléak ne jisanak di beduei o bejijei buteu. Ujang madep medék. Buyung madep milot.
Nginoi si kemléak jisanak duei o. Wakteu si nginoi, sapié burung. Burung yo pacak miling.
"Ko lak aleu mai ipe, Gadis?" tanei burung.
Upik o cengang. "Uku teko minai lak mai magea jisanak ku," nadeak ne.
Nadeak burung o, "Nien, jisanak nu yo tun gerot. Coa lak temeak kuneu. Sifet ne o emin sifet tun gerot," nadeak ne. "Uyo adé ca'o ne. Kemak sarat. Mak sergayeu ngen bioa. Bioa o nunak ngen bioa belas didik, necik mai buteu o. Do'o ba sarat ne," nadeak burung o. Upik mak bioa di nadeak burung o nano. Si mecik kékéa tangen tun jijei buteu nano. Ujang ngen Buyung idup igei. Kudo nano di jijei buteu nano bélék idup igei.
Ayak si lak aleu, burung teko. Nadeak ne magea Upik, "Adé nien pesen?"

Upik terus mengikuti jejak kakaknya tadi. Dia melihat ada orang tua di simpang tempat Ujang dan Buyung bertanya sebelumnya. Upik ditegur oleh orang tua itu. "Kira-kira mau kemana, Gadis?" tanyanya.
Kata Upik, "Saya mau pergi mencari kakak yang mencari burung yang dapat berbicara, bunga yang dapat bernyanyi dengan air mancur dari air raksa," katanya.
Turutilah jalan ini, jalan tempat kakakmu ini tadi. Tapi ada syaratnya sedikit. Apa saja binatang yang mengganggumu, jangan kau bunuh," katanya.
Sebelum Upik pergi, diletakkannya kapas di telinga sehingga dia tidak mendengar jelas. Dia pergi berkuda. Di jalan banyak gangguan-gangguan cuma dia tidak perduli, karena dia tidak mendengar. Tidak lama kemudian, dilihatnya kakaknya jadi patung. Ujang menghadap ke hulu. Buyung menghadap ke hilir.
Upik menangis melihat kedua kakaknya itu. Waktu dia menangis tibalah burung yang dapat berbicara menegurnya. Katanya, "Kau hendak pergi ke mana, Gadis?"
Upik tercengang. "Aku datang ke mari hendak mencari kakak saya ini," katanya.
Kata burung itu, "Kakakmu memang gagah perkasa. Mereka tidak pernah sombong. Sifatnya itu menunjukkan kegagahan," kata burung. "Sekarang ada syaratnya jika kau mau melihat kakakmu seperti semula. Syaratnya, ambil sergayu dengan air. Air yang akan dipercikkan itu dicampur dengan sedikit air beras," kata burung itu. Upik mengambil air, diperciknya kaki dan tangan kakak-kakaknya dan hidup kembali kedua orang itu. Demikian juga kudanya.
Before they departed from that place, the bird flew over to Upik. "Don't you have other tasks to fulfill?" it asked.




***


Upik set out immediately to find her two brothers. She met the old man at the crossroad, who asked: "Where in the world are you going, Young Lady?"
"I am looking for my brothers," said Upik.
"Follow this road, which is the one taken by the two young men a short while ago. But there is one small condition," said the old man. "Whatever animals, or whatever else bothers you, you must not kill it."
"I promise," she said. Before setting out, Upik put cotton in her ears so that she couldn't hear a thing. Then, off she went on her horse. On the way many animals tried to disturb her, but she couldn't hear them. It wasn't long before she found her two brothers. They had been turned into stone statues. Their horses, too. Ujang was facing upriver. Buyung was facing downriver.
Upik cried when she saw them like that. While she was crying, a bird flew up to her. "Where are you going, Little Girl?" asked the bird.
Upik was surprised to hear the bird speak. "I came here to be with my brothers," she answered.
The bird said, "Truly your brothers were strong persons. They would never belittle their ancestors," said the bird. "They had strength of character," it said. "Now there is still a way to save them," it said. "You must do exactly as I say. Fetch a bamboo and fill it with water mixed with a little rice‑water," said the bird. "Sprinkle it over the stones."
Upik did as the bird commanded. She sprinkled the water over the hands and feet of her two brothers who had been turned to stone. The boys came back to life. Their horses came back to life, too.
Before they departed from that place, the bird flew over to Upik. "Don't you have other tasks to fulfill?" it asked.


Padeak semulen o, "Adé nien. Lak burung pacak miling, bungei pacak menyanyi ngen bioa macoa bioa rakso."
Nadeak burung o, "Kemak nak tebo o. Coa si oak kunai yo." Lajeu dekuat teleu basoak o ngen burung pacak miling o. Mai si mak ne. Wakteu si emin bélék, bungei negong ne yo menyanyi. Di burung o miling, bi jijei kuat ne, mileu tobo o bélék. Wakteu emin, bioa rakso kunai bioa macoa nano, cemimié awak ne.
Tobo yo bélék mai ponok ne. Bioa macoa kunai rakso nano, cenu'ié ne mai iding ji'et ninik ne duei o. Adé di bungei pacak menyanyi o nano, tenanem ne nak natet di keno angin-angin. Adé burung pacak miling yo nano nepas ne bai. Jano nadeak tun tenotoa ne.
Ijei o bi senang si kemléak awié o. Wakteu si gi titik belo o deu temanem areak boak-boak, areak jameu, areak mangus nak natet o. Bekboak kete tanem-tanem ne nano. Mangus ne uyo gidong mesak.
Upik menjawab, "Kami mencari burung yang dapat berbicara, bunga yang dapat menyanyi, dan air mancur air raksa."
"Ambillah saja di gunung itu, tidak jauh lagi." Anehnya Upik sudah ditemani oleh burung yang dapat berbicara. Burung ini setuju menyertai mereka ke gunung itu. Waktu kembali dari gunung itu, sudah didapat semuanya yang dicari. Burung yang sudah jadi temannya terus berbicara. Bunga yang dipegangnya itu menyanyi. Air raksa dari air mancur tadi terus mengalir dan menyirami badan mereka. Mereka pulang ke pondok. Air mancur dari air raksa tadi disiramnya ke kaki kuburan kedua neneknya. Bunga yang dapat menyanyi itu tadi ditanamnya di halaman yang sering kena angin. Tapi burung yang dapat berbicara dibiarkannya bebas. Apa yang dikatakan orang, selalu diikutinya burung ini.
Mereka merasa bahagia dengan keadaan seperti ini. Dulu, waktu ketiga bersaudara itu masih kecil, neneknya banyak menanam buah-buahan, jambu-jambuan, manggis di sekeliling rumahnya itu. Pohon-pohon itu sudah berbuah. Manggisnya sedang masak.




***


Upik answered, "We do, indeed. We seek a bird that can talk, flowers that can sing, and a spring that gushes quicksilver.
The bird said, "Go fetch them on that mountain. It is not far from here." The talking bird had already befriended the three children. It accompanied them to show them the way. Off they went in quest of singing flowers and a fountain of quicksilver.
As they were carrying everything home, the flowers they held sang softly to them, the quicksilver from the fountain splashed gaily all over their bodies, and their little friend, the talking bird, told them stories about the olden days, when all the animals could talk.
They returned to their home in the forest. They sprinkled some quicksilver all around their grandparents' gravesite. They planted the singing flowers in an open spot to catch the fresh breeze. The talking bird they let roam free. Whatever a person said to that little bird, it understood everything and answered right back.
They were very happy to see how beautiful the place had become. When they were still babies, Grandmother had planted fruit trees—guavas and manggis—all around their house. All the trees were bearing fruit. The manggis were already ripe.


9
Ujang dan Buyung aleu mai meto. Wakteu si laleu sapié ba nak penan sadié rajo o. Sapié nak di o, si lak majak rajo mebureu, lak menes rajo o aleu mai mebureu. Rajo yo lak najak aleu mai mebureu.
Ayak si laleu, tobo yo kemléak adé selawié tepékét. Nadeak Buyung, "Bene selawié o di nogoa udi semisit?" (Coa si namen do'o inok ne, tun duei o.) Selawié o tecengang kemléak tun duei o. Cigei si meding tun semisit awak ne, mepék areak cuko. Cigei si meding pelgéak kemléak tun duei o, asei-asei anak ne. Mémang anak ne nien, cuman si coa namen. Coa rajo yo kemian selawié tepékét o nano. Rajo yo bangso temngoa nadeak anak bueak ne. Tobo yo lajeu aleu. Selawié tepékét nano pogoa nginoi kemléak titik duei o.
Rajo yo mebureu coa si awié lak nien. "Amen awié yo," nadeak Ujang, "meto bai ngen kémé." Sapié nak ponok, tenngoa rajo rami sa'ié tun menyanyi. Bungei menyanyi nak penan di keno angin-angin. Kenléak ne bioa macoa minas. Mémang bioa macoa rakso. Burung becénéu miling. Do'o kulo o, kea umeak ne o licin awié bioa ne, kerno kegerot ilmeu ninik ne o belo o.
Si kemléak awié o, nadeak rajo o, "Padeak keba'es penan udi yo! Areak bungei deu, pengeléak ba'es, boak-boak deu." Rajo yo tecengang. Burung o meduo rajo mai dasié. Rajo o mai dasié, semsing serwa ne.
"Bene semsing serwa, Rajo? Iso si bioa dé'é. Diyo ba penan te," nadeak Upik o.
Rajo o tecengang kemléak awié o. Rajo o temot. Rajo temot samo bepékér: "Diyo ba baik nebut ijei penan negrei te. Amen ite temuan penan yo, coa si angen keba'es ne. Tekujat penan te."
Anak bueak ne nano coa mai dasié igei. Pogoa emuk boak. Coa an udo o lak bélék rajo yo. Si madeak ngen tun teleu basoak o, "Uku bélék," nadeak rajo o. Ijei bélék kete rajo ngen tentara ne o nano.
9

Ujang dan Buyung pergi jalan-jalan ke dusun tempat raja itu. Setibanya di sana, mereka menjumpai raja dan mengajaknya berburu. Raja itu setuju, bersama anak buahnya.
Waktu mereka dalam perjalanan, mereka melihat wanita yang diikat di pinggir jalan. Tanya Buyung, "Mengapa wanita itu terus disakiti?" Kedua bersaudara itu tidak tahu bahwa dia adalah ibunya. Wanita itu tercengang melihat mereka. Dia tidak lagi merasakan rasa sakit ketika orang-orang menyakitinya. Dia tidak lagi merasa pedih karena penderitaannya, seakan melihat anaknya. Tapi raja tidak perduli. Dia terlalu menurut kata-kata anak buahnya. Wanita yang diikat tadi terus menangis melihat kedua anak kecil itu.
Waktu berburu, raja itu seperti tidak bersemangat. Kata Ujang, "Kalau begitu mari kita jalan-jalan saja ke tempat kami." Setiba di pondok itu didengarnya ramai suara bernyanyi. Bunga bernyanyi di tempat yang sering kena angin. Dilihatnya air yang bersemburan seperti air raksa. Setelah itu tiba pula burung yang dapat berbicara. Juga terlihat lantai rumah itu licin seperti air, karena kesaktian ilmu neneknya dahulu.
Sesudah melihat tempat itu, rajo berkata: "Alangkah bagusnya tempat ini." Banyak bunga-bunga, pemandangannya indah dengan banyak buah-buahan." Raja ini terkesima. Burung itu memanggil raja itu ke dalam rumah. Sebelum raja masuk, dia menyingsing celananya.
"Mengapa menyingsing celana?" tanya Upik. "Itu bukanlah air, inilah tempat kita."
Raja itu tercengang melihat lantai seperti itu. Raja itu duduk sambil berpikir: "Daerah ini sebaiknya direbut untuk kerajaaan kita. Jika kita mempunyai kerajaan seperti ini, bukan main indahnya dan akan terkenal sekali."
Anak buah raja itu tidak masuk ke dalam rumah. Mereka sibuk makan buah-buahan yang banyak di halaman tadi. Mereka mendengar bunga yang dapat bernyanyi, burung yang dapat berbicara. Tidak lama kemudian, raja itu pamit pulang. Raja minta diri kepada Upik dan kakak-kakaknya. Dan pulanglah raja beserta anak buahnya.

9

Ujang and Buyung went for a walk one day, and entered the town where the king lived. They invited the king to go hunting with them. The king was very pleased to be invited, and he brought some trusted followers with him.
Before they left the town they saw a woman bound hand and foot. Buyung asked, "Why are people torturing that woman?" (Nobody realized she was Ujang and Buyung's mother.) The woman was startled to see the two boys. She no longer felt the pain when people poured vinegar on her wounds. She no longer felt the hot peppers, because she experienced a maternal feeling when she saw Ujang and Buyung. In fact, they really were her children. The king, though, paid no attention to the woman. He was the type of person who paid too much attention to his followers. So, off they all went. The woman who was tied up cried and cried to see those two children.
During the hunt, the king suddenly lost interest. "If that's how you feel," said Ujang, "then why don't we all take a walk over to our place?"
When they arrived at the children's forest home, the king heard voices of many people singing. Actually, it was the flowers singing in the breezy spot where they had been transplanted. He also saw sparkling water gushing up into the air. It was the magic quicksilver fountain. A bird flew up and spoke to him. And when he looked inside the house, the floor was smooth and shiny like a still lake, owing to the magic of their Grandparents. When he saw all of this, the king said: "How fantastic your place is here! Many kinds of flowers, an excellent view, plenty of fruit trees," he said. The king was amazed. The bird called the king to come into the house. The king went in. As he did so he rolled up his pant legs.
"Why are you rolling up your pants, King?" asked Upik. "That is not water! This is our home." The king was truly amazed to see everything so beautiful. When he sat down he began to think. "It would be good for the government to confiscate this place and make it into a regional spa. It would be fantastic to own a resort like this. This place would make us famous."
His followers did not go to the house. They went to feast on the fruit. Soon the king decided it was time to leave. "Excuse me, it's time for us to go home," he said to the three children.
Coa an sudo o rajo teko igei manun tobo yo perang. Lak mebut talang tun teleu basoak o. Sapié nak di o, anak bueak ne coadé nyut perang kemléak boak deu o. Tentara ne pogoa emuk boak. Cuma burung o namen niat atié rajo o. "Si o lak merang ite," nadeak ne. "Siap ba udi!" Rajo yo nano lak medasié temimak tun teleu basoak o. Kemléak anak bueak ne mogoa emuk boak. Sénéak kulo rajo lajeu buyé lajeu emuk boak kulo bekenék pun boak-boak o.
Rajo yo tu'un gacang-gacang, bi kenyang. Anak bueak ne o bi lak perang igei. Sudo o burung o madeak, "Uku namen maksut udi teko minai. Coa udi lak baik, coa. Udi lak kidék, lak merang tun teleu basoak yo. Kerang ba!" nadeak ne. Timak ba kémé," nadeak burung o!"
Kemléak awié yo, rajo yo panes. Netak ne temimak. Titik teleu o gidong belé'ét nak di. Burung nano diem nak das atep, nogoa rajo temimbak. Coadé keno. Tobo yo deu pakié ne.
Tenawei ne bai. "Amen udi lak mebut talang kémé, coa udi nam," nadeak ne. Rajo yo sapié sélég ngakok. Rajo yo ngakok. Rajo o bélék, coadé penan mepék papa sélég ne.
Tidak lama berselang raja itu datang kembali untuk menantang perang ketiga saudara itu, hendak menguasai tempat itu. Sampai di sana anak buahnya tidak bersemangat untuk berperang lagi melihat banyaknya buah-buahan. Mulailah mereka sibuk makan buah-buahan. Hanya burung itu yang tahu maksud raja itu. "Dia itu akan memerangi kita, bersiaplah kalian."
Siap ketiga anak itu lalu memanggil raja itu ke rumah. Raja itu tadi hendak masuk ke rumah. Tapi waktu melihat anak buahnya sibuk makan buah, niatnya itu dibatalkan. Sehingga diapun memanjat pohon dan makan buah. Setelah merasa kenyang, raja turun dari pohon. Anak buahnya sudah mau berperang lagi. Burung itu berkata, "Saya tahu maksud kalian datang ke sini. Kalian bukan punya maksud baik. Kalian mau bermaksud buruk, akan memerangi ketiga orang bersaudara ini. Perangilah," kata burung. "Panahlah kami!"
Mendengar itu panas hati raja. Tiba-tiba mereka memanah. Ketiga anak itu sedang berdiri. Burung itu tadi bertengger di atas atap. Raja memanah dan memanah. Tapi tidak satu yang mengena karena ilmu ketiga anak itu.
Raja ditertawakan oleh ketiga beraudara itu. "Kalau ingin merebut tempat kami, kalian tidak akan mampu," katanya. Sampai malu raja ini mengakuinya. Raja pulang dengan perasaan yang sangat malu.



***


A few days later the king came back, intending to confiscate the place. However, when they saw all that fruit, his soldiers lost all interest in fighting. Off they went to eat the fruit. Only the bird knew what the king was really intending to do. "He is going to attack us!" said the bird. "Get ready!" The king's plan was to enter the house and shoot the children. He saw that his soldiers were still eating the fruit. This made him hungry, too, so he postponed the plan and went to have some of that fruit himself.
The king climbed down in a hurry after he had satisfied his hunger. His soldiers were now eager to fight. Then the bird said, "I know your reason for coming here. You intend to do us harm. You plan to attack these three children. All right, go ahead! Fight us!" said the bird. "Shoot at us!"
When he realized what was happening, the king became angry. Suddenly his followers opened fire. The three children were lined up in a row. The bird was perched on the roof shouting: "Fire away!" The king shot and shot. He never hit a thing. Every shot missed because the three children possessed magical powers. They just laughed. "You wanted to seize our home, but you have failed," they said. The king was ashamed. He had to admit defeat. He went home, with nowhere to hide his face.

10

Wakteu rajo bélék, burung madeak ngen tun teleu basoak. "Pesen ninik udi belo o wakteu udi gi titik," nadeak ne. "Amen udi lak namen in“ok ngen bapak udi, tapi diyo bahayo. Udi arus mai sadié leyen. Nak di adé tun kidék di lak monoak udi. Do o pesen ninik udi belo o," nadeak burung. "Amen udi lak mai min“i, udi arus kemtén kegerot ne." Ninik ne madeak kulo: "Uku melié tobo yo ujien di be'et ne. Uku meloak si mesoa bungei pacak berjung, udo o ngen bioa macoa rakso. Ko arus temulung tobo yo," madeak ninik ngen burung. "Tobo yo arus gerot ngen binei. Tobo yo arus dapet!" nadeak ninik ne. Udo o di igei madeak ninik ngen burung yo: "Amen kemerjo jano-jano tulung-menulung samo ne. Kaleu tobo yo kemerjo kete di nadeak ku nano, uku meloak ko, burung, kemtén bukeu yo." Bukeu yo bisei kete cerito asal-usul udi, in“ok ngen bapak udi nien ne. "Diyo," madeak burung o ngen tun teleu basoak o. "Baco bukeu yo, mako udi namen api udi di sebenea ne." Lem bukeu yo adé petunjuk mai sadié rajo. Madeak, rajo o téak ne.
10

Sesudah raja pulang ke tempatnya, burung itu mengatakan kepada ketiga bersaudara. "Ada pesan kakek kalian dahulu, ketika kalian masih kecil," kata burung. "Kakek bilang, kalian patut mengetahui bapak dan ibu sesungguhnya, tetapi itu sangat berbahaya. Karena kalian harus masuk desa lain. Di sana ada orang jahat yang akan membunuh kalian," kata burung. "Kalau kalian ingin pergi ke sana, kalian harus memperlihatkan keperkasaan kalian." Lagi pula tadinya, kakek berkata kepada burung, "Saya akan memberi mereka ujian yang berat. Saya menyuruh mereka mencari bunga yang bisa menyanyi, dan air mancur yang mengalir air raksa. Dan engkau, Burungku, harap kau menolong mereka," kata kakek. "Mereka harus membuktikan kegagahan dan keberanian mereka," kata kakek. Ahirnya kakek mengatakan kepada burung itu: "Dalam semua ujian ini, seharusnya mereka kerja-sama dan tolong-menolong. Kalau semuanya dikerjakan seperti yang saya katakan tadi dan mereka berhasil, saya menyuruh engkau untuk memberikan buku ini kepada mereka."
Kemudian burung itu mendekati ketiga bersaudara itu dan berkata: "Buku ini memuat cerita tentang asal-usul kalian, tentang bapak dan ibu kalian. "Bukalah," kata burung itu kepada tiga bersaudara itu. "Bacalah buku ini, supaya kalian mengetahui siapa kalian sebenarnya." Dalam buku ini ada petunjuk agar mereka pergi ke desa raja. Sebab raja ayah mereka.



10

When the king had gone, the bird spoke to the three children. "Your Grandparents gave me instructions a long time ago," said the bird. This is what they told the bird. "The three children have a right to know their real father and mother. But this knowledge is dangerous because they are still small. It would lead them to the town. Some bad people there want to kill them," said Grandfather to the bird a long time ago. Grandfather had also told the bird, "Before they go to the city, they must be strong. When they are old enough," said Grandfather to the bird, "I will send them on a difficult quest. They must seek a flower that can sing and a fountain of gushing quicksilver," said Grandfather to the bird. "And I ask something of you as well, Little Bird," said Grandfather. "I command you to help them. The children must act bravely. They must win your respect," said Grandfather. "And one more thing," said Grandfather to the bird. "The three children must remain faithful to each other at all times. If one falls the others must pick him up," said Grandfather. "If the three children succeed in this quest, then I command you, Little Bird: show them this book," said Grandfather. It was the record book of the children's grandparents. It contained the whole story, the entire genealogy. It told the names of their real father and mother.
"Now you have earned the right to read this book," said the bird to the three children. "Here you will learn your true identity." The book directed them to the village of the king. The king was their father!

Ujang, Buyung dan Upik aleu mai magea mai sadié rajo. Aleu mai mini o, melitas penan tun selawié di nékét nano. Kenléak ne selawié di nékét o. Si tinget, asei ne adé nak lem bukeu ninik ne nano. Udo o si betanyé ngen tun nak di o. Nadeak Ujang, "Api si gén selawié tepékét o?" Tun madeak gén tun genatung o. Madeak gén ngenyan rajo. Jijei, di genatung o inok ne.
Sudo o, Ujang meloak Upik jemago inok ne. Ujang ngen Buyung aleu magea rajo. "Kumu Bak!" nadeak ne ngen rajo.
Wakteu si madeak 'Bak' ngen rajo, rajo tekjir. "Uleak kulo ko bebak magea uku?"
Nadeak Ujang, "Awié yo, Rajo," nadeak ne. "Diyo ba bukeu ninik ku. Kémé
lahér, gi titik belo o, ninik midup kémé," nadeak ne. "Temeu si kémé nak jek'ung, kémé teleu basoak yo.
Ujang, Buyung dan Upik berkemas dan berangkat ke desa raja. Dalam perjalanan itu mereka melewati tempat di mana perempuan itu diikat. Dilihatnya perempuan yang diikat itu. Mereka teringat sesuatu yang berada dalam buku kakek. Jadi mereka menanyai orang di sana. Kata Ujang, "Siapa nama perempuan yang terikat itu?" Dibilang nama orang yang digantung itu. Dikatakan nama isteri raja. Maksudnya, yang digantung itu adalah ibu mereka.
Ujang menyuruh Upik untuk menjaga ibunya, lalu Ujang dan Buyung mendatangi raja. "Raja ayah kami!" kata Ujang.
Waktu Ujang mengatakan "Ayah" kepadanya, raja terkejut. "Mengapa pula engkau berayah dengan saya?"
Kata Ujang, "Begini, Raja. Inilah buku kakek saya. Kami lahir, masih kecil kakek dan nenek memelihara kami. Kami bertiga ditemukan di bendungan."



***

They set out immediately for the king's village. On the way they passed the woman who was tied up beside the road. They looked long and hard at the woman. She reminded them of someone they had read about in their grandparents' record book. They made inquiries to the people standing around. "What is the name of the woman you have tied up?" they asked. The people told them who she was. She was the wife of the king. Therefore, the woman was their mother.
Ujang ordered Upik to stay behind and protect their mother. Meanwhile, Ujang and Buyung approached the king. "You are our Daddy!" they said to the king. The king was surprised then the two boys addressed him as `Daddy'. "Why are you addressing me as your father?" he asked.
Ujang said, "It is like this, King. This is our grandparents' record-book. After we were born, from the time we were infants our grandparents raised us," he said. "They found all three of us children far downstream at the bend in the river."


Rajo mukak bukeu o nano. Tinget rajo. "Diyo anak ku," nadeak ne. Tinget si nak lem atié ne, diyo pekué jisanak ngenyan ne. Si megep anak ne yo nano. Ngenyan ne ngen anak perpuan ne gi nak dalen. Inok ne jenago Upik ngen baik. Cigei si meding luko ne igei. Betakup igei kemléak anak ne o. Si nginoi. Nginoi, téak ne mai temtok tilei pékét inok ne o. Nadeak ne, "Coa si saleak nu. Diyo ba anak te nien."
Ujang, Buyung dan Upik temu'un inok ne di genatung nano.
Coa si pekué ku diyo," nadeak inok ne.
"Coa si ne," nadeak rajo. "Diyo adé ba pekué wak nu duei o," kata rajo. O ba si o betaup lemo banak samo nginoi.
Nginoi sapié pa'uo selawié duei banak o nano. Tentera o madeak, "Diyo pekué jisanak ngenyan kumu, di duei basoak o nano. Kémé monoak ne bai." Wakteu madeak lak monoak o nano, si mékét selawié duei o. Netak tentera rajo o monoak. Tapié anak teleu basoak lak madeak "Dang monoak!" jano, bi putus kagen tun duei o. Matié jisanak ne duei o bales pekué kidék ne nano. Tentera rajo déwék monoak ne.
Ijei ngen yo ba cerito Teleu Basoak yo.


Temanem pai bekboak pai,
Temanem lalang bekboak apei.
Raja membuka buku itu. Ingat dia "Ini anak saya," katanya. Terpikir oleh raja, itu adalah kejahatan kakak perempuan isterinya. Dia memeluk kedua anaknya. Isterinya masih dijaga oleh Upik. Ibunya tidak lagi merasakan luka-lukanya. Irisan itu bertaut kembali, sembuh ketika melihat anaknya itu. Dia menangis. Suaminya menangis pergi memotong tali yang menggantungnya.
Kata suami, "Ini bukan salahmu. Ini benar anak kita." Ujang, Buyung dan Upik menurunkan ibunya dari tempat digantung itu tadi.
"Ini bukan kejahatan saya," kata ibunya.
"Benar sekali," kata raja. "Ini adalah kejahatan kedua kakak mu itu." Berpelukan kelima mereka itu, dan menangis.
Menangis kulo sehingga parau kedua perempuan wak tadi. Tentara raja berkata, "Jika karena kelakuan mereka, kakak isterimu itu kami bunuh saja." Waktu dibilang mau membunuh itu tadi, mereka langsung memancung leher kedua saudara isteri raja itu. Tentara itu membunuh mereka. Sebelum ketiga anak itu hendak mengatakan, "Jangan bunuh!" sudah putus leher orang dua itu. Matilah kedua kakaknya karena kejahatannya, yang dipancung oleh tentara raja itu sendiri.
Tamatlah cerita kita ini.



Tanam padi, panan padi.
Tanam lalang panan hampa.







***


The king opened the record book and read. Everything came back to him. "So these are my children!" he said. He had wondered about his wife's older sisters. It was they who had carried out those heinous acts. He embraced his two sons. His wife was still out there on the road being protected by Upik. Their mother no longer felt any pain from her wounds. Her body was healed when she saw the children. She wept. The king, her husband, was weeping when he came to cut the ropes that bound her. Her husband said, "It was not your fault. These are our real children."
Ujang, Buyung and Upik brought her down carefully from the scaffold where she had been tied.
"I am not to blame," said the mother.
"No, not at all," said the king. "It was the children's two aunts who did this." The five family members embraced and wept with joy.
Also weeping and wailing until they were hoarse were those two older sisters. The king's soldiers said, "Those evil deeds were the work of your wife's older sisters. We should execute them on the spot!" As soon as they said this, a sword flashed. Before the three children could say 'Don't kill them!' their necks had already been cut in two. The older sisters died because of their evil deeds. The king's soldiers executed them.
And that is the whole story.


Plant paddy, harvest rice,
Plant weeds, harvest trouble.



KOSA KATA

abéak
kira-kira
approximately; around; about
abis
habis
gone; used up
adat
kebiasaan
customs
adé
ada; mempunyai
there is/are
agak
agak
rather; quite
alep
cantik
beautiful
aleu
pergi
go
aleu mai beak imo
masuk hutan
go into the forest
aleu mai meto
pergi jalan-jalan
go for a walk
amen
jika
if; when
ami
1. jangan 2. mungkin
1. Don't! 2. maybe (Adv.)
an
lama
long time
anak
anak
child
anak bueak
anak buah
folowers; helpers
anak pana
anak panah
arrow
anak sayang
anak kesayangan
a child to love
an-an
lama kelamaan
very long time
angar
angggar
sword fighting
angen
angan-angan
dream; fantasy
angin-angin
angin
fresh breezes
apang
haram
illegitimate
apei
hampa
trash
api
siapa
who?
api
siapa
who?
api bai
siapa saja
whoever; whomever
areak
berbagai
a variety of
areak alat
pakaian
belongings; clothes
areak alat-alat
banyak pakaian
lots of clothes
arung
agak
quite; rather
arus
harus
must (modal Verb)
arus
seharusnya
it must be
asal
asal
as long as
asal-usul
asal-usul
origin; history
asei
rasa
feeling; sense
asei ku
menurut saya
I think; I'll bet
asei-asei
akan
as if
asoak
adik
younger sibling
atau
atau
or
atep
atap
roof
ati
belum
not yet
ati si engut
belum waktunya
before the usual time
atié
hati
liver; heart
aturan
giliran
a turn (as in taking turns)
au
Ya
Yes
awak
badan
body
awié
seperti
like (Prep.)
awié o
demikian
thus; so; like that
awit
sering
often
awit
sering
often
ayak
sebelum
before (Conj.)
ba
adalah; -lah
is; are
babu
pembantu
maid
ba'es
bagus
good; well-formed
ba'es-ba'es ne
indah
orderly
bagei
nasib
fate
bahayo
bahaya
dangerous; danger
bai
saja
only
baik
enak
delicious
baik-baik
terhormat
respectful
bajeu
baju
blouse; shirt; clothing
bak
ayah
father
balak
musibah
calamity
bales
balas
return tit for tat
banak
beranak
to have children; have a child
bangso
bangsa
type
bapak
bapak
man; father
barat
seperti
like (Prep.)
basoak
bersaudara
siblings; brothers and sisters

nanti
later; will (Modal verb)
beak
bawah
beneath; below
bebak
berayah
address one as Father
becabang
bercabang
to branch
becénéu
kicau
to chatter away; talk and talk
beci'ié
bercerai; berpisah
to separate
beduei
berdua
together; two by two
be'et
berat
heavy; difficult
beinok
memanggil ibu kepada
address one as Mother
bejako
luar biasa
extraordinary
bejijei
menjadi
changed into
bekakok
bekerja
work; act; do
bekboak
berbuah
bear fruit
bekenék
memanjat
climb up and down
bekesoa
mencari
to conduct a search
belakang
belakang
back
belas
beras
uncooked rice
belé'ét
berbaris; bertengger
line up in a row
bélék
pulang
go home
bélék idup
hidup kembali
return to life
belo o
dulu
long ago
belpas
melahirkan
give birth
belpas; nelpas
dibiarkan bebas
to set free
benang
benang
thread
benatang
binatang
animal
bene
mengapa
why
beninik
memanggil nenek kepada
address one as Grandmother
bepanuo
berjalan
walk; go on foot
bepékér
berpikir
to think; to think and think
berjung
menyanyi
sing
berpak
bersama; bareng
together with
besi
saja
only
besilék
silat
martial arts
betakup
bertaut
grow together; become healed
betaning
bertanding
to hold a competition
betanyé
bertanya
ask a question
betaup
berpelukan
embrace one another
beto'oak
bertaruh; bertanding
compete
bi
sudah
already
bi lei
dewasa
grown up; mature
biaso
biasa
usual; common
bié
perempuan; induk
woman
bilei
hari
day
bilei-bilei
sepanjang hari
all day
binei
beranian
bravery
bioa
1. air 2. sungai
1. water. 2. river
bisei
berisi; memuat
to contain
boak
buah
fruit
boak-boak
buah-buahan
fruits
boloak
bambu
bamboo pole
buas
buas
wild
bukié
bangkai
corpse; carcass
buléak
1. berhasil 2. may (modal Verb)
successful
buléak
boleh
may (modal Verb)
bungei
bunga
flower
buteu
patung; batu
stone; rock; statue
buyé
batal
to postpone
Buyung
Buyung
Buyung (boy's name)
caci
uang
money
ca'o
cara
manner; way
celako
celaka
accident; mishap
cem-cem
bermacam-macam
various kinds of
cemimié
menyirami
to splash
cemubo
mencoba
to try
cengang
tercengang
amazed
cenubo
dicoba
give a try
cenu'ié
disiram
be sprinkled; be sprayed
cerito
alkisah
story
cigei (coa + igei)
tidak lagi
not any more; no more
coa
tidak
not
coa an udo o
tidak lama berselang
soon after that; soon thereafter
coadé (< coa adé)
tidak ada
don't have; there isn't any
coa si angen
bukan main
unbelivable; fantastic
cubo
coba
try
cu'ik
manja
pamper; spoil (a child)
cuko
cuka
vinegar
cukup
cukup
enough; sufficient
cuma
hanya
only
cupék
berdampingan; setempat
side by side
cupik
bayi
baby
daging
daging
meat
daleak
darah
blood
dalen
jalan
road; path
dang
jangan
let's not; don't
dapet
mendapat
find; get; obtain
das
atas
top; on top of
dasié
dalam rumah
home; inside the house
dawen
daun
leaf
debilei (< do+bilei)
satu hari
one day
decang
sesaat
immediately; at that moment
dé'é
situ
that (rather close)
dekmai
mirip
resemble; look like
delas
cepat
fast
demulei
perdulikan
pay attention to; care about
denam
di depan
in front (of)
dete
dulu
first; before anything else
deu
banyak
many;much
déwék
sendiri; diri
self; oneself; one's own
di (di menang)
yang
who; which; that (rel. Pronoun)
di (nak di)
sana
there (deictic pronoun)
di tuei su'ang
tertua
the eldest; the oldest
didik
sedikit
small; a little bit; not much
diem
diam; tinggal
live; be quiet
dikup
seekor; seorang
a (classifier); one
dipe
yang mana
which?
diyé
yang ini
that one (rather close)
diyo
ini
this (Dem. Pronoun)
do
satu
one; a
doloi
jauh ke sana
far away; there; yonder
do'o
itu
that (demon. Pronoun)
do'o ba
itulah
that's; that is
duei
dua
two
duei-duei
keduanya
the two of them
ebes
rotan
rattan
Ejang
Rejang
Rejang
emié
perempuan tua
old woman
emin
membawa
brought
emuk
makan
eat
gacang-gacang
cepat-cepat
in a hurry; fast
galak
suka
want
géléa
giliran
turn (in a contest)
gematung
menggantung
to hang s.t.
gemitié
mengganti
to substitute
gemurék
menggangu
to disturb
gén jano?
untuk apa?
what for?; for what purpose?
gén
nama
name
gén kemuk
bahan makanan
something to eat
genatung
digantung
be staked down
genitié
diganti
be substituted
genyei
1. puas 2. bosan
1. satisfied 2. fed up
gerot
gagah perkasa
brave; strong
gi
1. untuk 2. masih
1. for (Prep) 2. still (Adv.)
gidong
sedang
be doing
gitié
ganti
substitute
hai
masalah
problem
hak
harta
property; capital
ibo
sedih
sad; grieving
iding
dekat
beside; right next to
idup
hidup
live; be alive
ige
terlalu
too
igei
lagi
again
ilmeu
ilmu
knowledge; magic
imuo
harimau
tiger
inok
ibu
mother
ipe
mana
where?
isei
isi
contents
iso
bukan
not a
ite
kita
we (Inclusive)
jako
batas; sampai
the usual time
jameu
jambu
guava fruit
janjei
janji; syarat
promise
jano
apapun
what; whatever
jano kelak ne
apa yang diingininya
whatever they want
jatung
jantung
heart
jekung
bendungan
obstruction in river
jemago
menjaga
to guard
jemawap
menjawab
to answer
jemuoa
menjual
sell
jengik
benci; iri
jealous
jibeak
jangan-jangan
better not; lest
ji'et
kuburan
cemetary
jijei
jadi
become
jisanak
kakak
older sibling
juadeak
bekal; juadah
pack lunch; something to eat
kaben
teman; rombongan
friend; companion
kacéa
kancil
mousedeer
kagen
leher
neck
kak
1. kulit 2. pihak
1. skin 2. side (sports team)
kak
pihak
side (sports); team
kak di
pihak sana
that way; on that side; there
kak yo
pihak ini
this way; on this side; here
kakok
kerja
work; job
kaleu
kalau
if; when
kaming
kambing
goat
kan
ikan
fish
kapes
katun
cotton
kea
lantai
floor
keba'es
alangkah indah
How beautiful!
kécék
kata
word
kedelas
cepat-cepat
lickety split; extremely fast
kegerot
keperkasaan
strength and bravery
ke'ing
kering
dry
kejei
kejei
traditional celebration (7 days)
kejijei
kejadian
situation
kékéa
kaki
foot
kelak
keinginan; cita-cita
desire; want; ideals
keléak
lihat
to see
kelei
sebesar
as big as
keliling
sekeliling
around; surrounding
keloak
suruhlah!
(You) tell me to do s.t. (Imper.)
kelwang
kalong
fruit bat
kemak
ambillah!
go fetch; go get (Imper.)
kémé
kami
we (exclusive)
kemelbéak
terlalu
extremely
kemerjo
mengerjakan
do; perform
kemian
perdulikan
pay attention to; care about
kemin
bawalah; ambillah
(You) take! (Imper.)
kemoboa
menguburkan
to bury
kemtén
memperlihatkan
show; demonstrate
ken'ak
dibuka
be opened; revealed
kenléak
dilihat
be seen
kenoboa
dikuburkan
be buried
kenyang
kenyang
satisfied (hunger); full
kepacak
ketrampilan; keahlian
skill; expertise
Kerang ba!
Perangilah!
Attack! (Imper.)
kerno
karena
because
kesak
masak
to cook
keselé
aneh sekali
very strange
kete
semua
all
ketén
kelihatan
to look (good, bad, etc.)
ketleu
yang ketiga
the third (one)
ke'ung
1. kurung 2. nantinya
1. cattle pen 2. second time
kidék
buruk
bad; rotten; (fig.) ill-tempered
kinai
mohon
request; apply (for)
kinget
teringat
remember; recall
korok yo
sekitar sini
around here; in these parts
ku
saya
my
ku'ang ajea
kurang ajar
uneducated; stupid; a dunce
kucing
kucing
cat
kudo
kuda
horse
kulo
juga
too; also
kumu
baginda
you (Sg. - honorific)
kunai
dari
from
kuneu
derajat; tingkat
position; degree; level
kuyuk
anjing
dog
lahér
lhir
be born
lai
helai
classifier
lajeu
sehingga
so then; and then
lak
hendak; mau
want
Lak mai ipe?
Mau ke mana?
Where are you going?
lalang
lalang
k. o. grass (weed)
languk
sombong; angkuh
proud; haughty
lapen
sayur-sayuran; gulai
vegetables
lat
jejak
trail; path; footprint
lebéak
lebih
more
lebéak baik
lebih baik
better
lé'ét
baris
row
lem
dalam
inside
lémén
plafon
mantel of fireplace
léméu
jeruk
citrus
lemo
lima
five
lepas
lepas; bebas
free; unrestrained
leyen
lain
other; different
libea
lebar
wide; huge
licin
licin
smooth and shiny; slick
lié
beri
give; provide
limeu
tersesat
lose one's way; get lost
limeu dalen
tersesat jalan
to lose one's way
lingis
linggis
spade
loak
suruh
tell; order; command
luea
luar
outside
lut
sekali
very
lu'us
lurus
straight
macoa
mancur
to spout; spray
madep
menghadap
to face (direction); to head; ahead
magea
kepada
to; toward
magea
mendatangi
approach
mai
ke
to
majak
mengajak
to invite
majea
mengajar
to teach
maju
tetap
continuous(ly)
mak
mengambil
take
makié
pakai
use
mako
supaya; sehingga
so that
maksut
maksud
intention; reason
malau
menghalau
to flush (deer); chase
mamung
membuang
abandon; throw away
manat
amanat
last request of dying person
mangus
manggis
k.o. fruit; manggis
manun
mendatangi (berperang)
wage (war)
maro
mari
let's go!
maso
mustahil
impossible
matié
mati; meninggal dunia
die
mebureu
berburu
to hunt
mebut
merebut
to sieze; confiscate
mecem
bermacam-macam
various kinds of
mecik
menyirami
to sprinkle
medasié
masuk ke dalam rumah
go inside the house
medék
hulu
upstream
meding
merasa pedih
feel pain
meduo
memanggil
to gather people together
megep
memeluk
embrace
megong
memegang
to hold (in the hand)
mekak
memekakan
scream; make deafening sound
mékér
berpikir
to think
melarat
mengembara
wander
melié
memberi
to give
melié namen
memberitahu
to inform s.o.
melilei
lari
run
melitas
lewat
pass by
meloak
suruh
to command; give an order
meluk
melempar
to throw
memana
memanah
shoot an arrow
mémang
memang
really; truly
menea
buat
make; construct; do
menes
menemani
accompany
mengacap
lari
run at top speed
mengamuk
mengamuk
to torment
mengéak
marah
angry
mengekik
menjerit
to scream; screech
menginoi
menangis
to cry; weep
menimak
menimbak
to shoot
meninga
meninggal dunia
to pass away; to die
menusyo
manusia
human; mankind
menyiep
bersiap-siap
to prepare; get ready
mepék
menaruh; meletakkan
place; put
mepuk
mencuci
to wash (dishes, laundry)
merang
memerangi
to attack
mesak
masak
ripe
mesoa
mencari
look for
meto
jalan-jalan
go out walking; walk around
midup
memelihara
take care of (baby)
mié
nasi
cooked rice
mileu
mengikuti; ikut
accompany; go along with
miling
berbicara
speak; talk
milot
hilir
downstream
mimak
menghina
to criticize; belittle s.o.
mimang
mengintip
overhear; spy on
min
membawa
bring; carry; take with
minai
ke sini
to here
minas
ke atas
up into the air
mini
kesana
to there; to that place
minoa
bocor
leak; drip through
misal
misal
example
misal ne
misalnya
for example
mogoa
terus menerus
to continue
mojoa
mujur
1. straight ahead; 2. lucky
monoak
membumuh
kill
monok
ayam
chicken
monot
hanyut
set adrift; wash downstream
muang
membuang
discard; throw away
mukak
bukalah
open!
mukus
membungkus
to wrap; to bundle
mulai
mulai
begin
najea
diajar
to be taught
nak
di
at
nalau
dihalau
be chased
nam
bisa
can; be able to
namen
tahu; mengetahui
know
nano
tadi
the aforementioned (Det.)
napag
dikawinkan
be married (by)
natet
halaman
garden
nating
dilontok
be thrown up into the air
nebut
direbut
to be siezed; confiscated
necik
dipercik
to be sprinkled
negong
dipegang
to be held (in the hand)
negrei
kerajaaan
government
nékét
diikat
be tied (with rope)
nengéak
dimarahi
to be scolded; reprimanded
ngakok
mengakui
to admit (defeat or error)
ngecacak
menetes
to drip
ngen
dengan
and (conj.); with (prep.)
ngen baik
dengan hormat
in a good way
ngota
bercakap-cakap; mengobrol
talk
nidik
dibidik
be aimed at; take aim
nien
sekali; nian
very
nikeak
menikah
marriage ceremony
ninik
kakek; nenek
grandparent (either sex)
nogoa
terus menerus
keep on (doing)
nomor
nomor
number
nonot
dihanyut
be swept downstream
nu
mu
your (Sg.)
nukus
dibungkus
to be wrapped; be bundled
nunak
dicampurkan
to be mixed
nyut
niat
desire
o
itu
the; that (Det.)
oak
jauh
far
pacak
pandai; trampil
competent; skillful
pacoa
pancuran
fountain
padeak
alangkah
how very (beautiful)
padék
baik
good; excellent
pageu
loteng
attic; roof beam
pai
padi
rice seedling; paddy
pakei
memakai
wear; use
pakié
keahlian; ilmu
device; method; magic
paling
paling
most
pana
panah
bow and arrow
panes
panas
angry; hot (temper)
papa
wajah
face
pa'uo
parau
hoarse
pecoak
pecah
shatter
pegas
sampah
trash
pék
taruh; melatakkan
put
pékér
berpikir
to think
pekué
kelakuan
behavior
pelgéak
pedas
spicy (hot pepper)
pemanuo
tujuan; arah
direction
penan
tempat
place; residence
penanuo
arah
direction
pengeléak
pemandangan
the view
pengelié
hadiah
gifts
penmeu
temuan
object encountered
penyebit
bersedih
be sad; be upset
penyiep
pembersihan; persiapan
get ready; make preparations
penyudo
ahirnya
finally
perang
perang
war
pesen
pesan
message
petei
peti
box
petus
palu
hammer
pidik
jitu
correct; exact
pingan
piring
dishes; plates (for food)
pisang
pisang
banana
piset
bungsu
youngest sibling
pisuo
pisau
knife
pitat
parang
machete
piyo
sini
here
pogoa
terus menerus
continue (doing)
pokok
pokok
point (of an issue)
poloak
puluh
ten
ponok
pondok
shelter
puea
puar
k. o. leaf
pun
pohon
tree
putus
putus
sever; cut in two
raés
hiasi
beautify
rajo
raja
king
rakso
raksa
quicksilver
rami
ramai
lots of (people); a chorus of
ra'yat
rakyat
the people; the masses
rényéng
pusing
confused
riang
gembira
happy
sadar
sadar
become aware of; realize
sadié
desa
village; town
sa'ié
suara
voice
sak
1. kecewa 2. sejak
1. disappointed 2. since (Adv.)
sakit
sakit
sick
sako
sangka
to suspect
sakut
tersangkut
trapped
saleak
kesalahan
fault; blame
samo
sama
same
sapei
sapi
cow; cattle
sapié
sampai
until; arrive
sarat
syarat
condition; conditional
sauk
tangguk
fish net
sayang
sayang
to love
seak
berangkat
depart; leave for
sebap
sebab
because
sebit
bersedih
despondent
sebit
sedih
sad
seca'o
secara
in the way (of)
selawié
perempuan
female; woman; girl
sélég
malu; tersinggung
ashamed; offended
semanié
laki-laki
male; man; boy
semat
siluman; setan
evil spirit
semelidik
menyelidiki; selidik
investigated
semergap
sergap
attack; overwhelm
semisit
mengiris; menyakiti
to slice; cut; injure s.o.
semsing
menyingsing
raise up; roll up (pants or skirt)
semsung lat
mengikuti jejak
to track; follow a trail
semulen
gadis
maiden; mature but unmarried
semupeu
menyapu
to sweep
sena'ak
diceraikan
be divorced
senamut
1. disambut 2. ditemukan
1. be welcomed 2. be recovered
senang
gembira; senang
happy; happily
sénéak
selera
appetite
sengeak
sungsuh
extraordinary
senido
diperhati
care for (baby)
senileak
dilukai
be inflicted with a wound
senisit
diiris
to be sliced; cut
senium
dicium
be kissed
sergayeu
sergayu
a kind of bamboo
serwa
celana
pants
si
dia; mereka
they
siamang
siamang
apes
siap
bersiap
to prepare; get ready
sifet
sifat
character
sileak
cuka
vinegar
sipang
persimpangan
crossroad
siut
iri
to act out of spite
su'ang
sendirian
alone; all by oneself
sua'o
suara
sound
sudo
sudah
after
sugéak
kaya
rich
tai
mari
let's
tak ne

particle (expresses surprise)
talang
talang
residence; estate
tameak
bertambah
add; become more (Adj.)
tangen
tangan
hand
taning
bertanding
to compete
tano
tanda
sign; marker
tapié
baru akan; sebelum
before; about to
tawei
tawa
laugh
te
kita
our (inclusive)
téak
ayah
father
Teak ba?
Entah?
Who knows?
tebedan
terhenti
to stop
tebet
bendungan
dam; obstruction in river
tebo
gunung; bukit
mountain
Tebo Tepuk
Bukit Tepuk
Mount Tebo
tejé
berdiri tegak
stand up straight
tekemuk
termakan
able to be eaten
tekjir
terkejut
surprised
tekléak
terlihat
happen to see
teko
datang
come
teko kaben yo keduei
kembali untuk kedua kali
come in force; come with army
tekujat
terkenal
famous
teleu
tiga
three
tema'ak
menegur
confront; speak directly to
temakep
menangkap
to catch
temanang
mandul
sterile; not blessed with children
temanyé
bertanya
to ask; interrogate
temawei
mentertawakan
to laugh at
temeak
menghina; merendahkan
belittle
teméngék kudo
menunggang kuda
to ride (horse)
temeu
temu
find; discover
temgén
menamakan
to name
teminga
tinggalkan
to leave s.t. behind
temi'uk
mendengarkan
to listen
temleu
peluru
bullet; projectile; arrow
temmeu
bertemu
to meet
temngoa
mendengar
to hear
temot
duduk
sit down
temotoa
1. menuruti 2. sesuai
1. follow along 2. in accord with
temtok
memotong
cut down; hack away
temuan
mempunyai
to have; possess
temulung
menolong
to help
temunjuk
menunjuk
to point
temu'un
menurunkan
take down; lower
tenawei
ditertawakan
be laughed at
tengén (te.ngen)
kapan?
when?
tengén (ten.gén)
dinamakan
be given the name of
tengoa
dengar
to hear
tenngoa
didengar
be heard
tentera
army
soldiers; army
tepap
bahan pakaian yg dicuci
wash (dishes, laundry)
tepékét
terikat
tied up
terus
terus
continuous(ly)
terus
terus
continue; continuous(ly)
tidoa
tidur
asleep; sleeping
tilei
tali
rope
timak
timbak
to shoot
tinga
tinggal
left along; wait
tinget
teringat
recall; remember
tip
setiap
every
titik
kecil
small
ti'uk
telinga
ear
tobo o; tobo yo
mereka semua
they; them; all of them
tobo yo
mereka ini
they
tokoa
beli
buy
totoa
turut
follow along; agree with
Tuhan
Tuhan
God
tukang kesak
koki
a cook
tukang mepuk pingan
juru cuci
washerwoman
tukang tepap
babu cuci
washerwoman
tulung
tolong
help
tulung-menulung
tolong-menolong
help each other
tun
orang
person
tun mesoa ebes
pencari rotan
rattan gatherer
tun nien
orang benaran
real people
tun titik
bayi
small child; infant
tu'un
turun
descend; climb down
udi
kalian
you (pl.)
udo
sudah
after
Ujang
Ujang
Ujang (boy's name)
ujien
ujian
test
ujung
ujung
end (spatial)
uku
saya
I
uleak
pekerjaan
work; job
ules o
rupanya
what he did was
umeak
rumah
house
umei
ladang
farmland
umung
pesta perkawinan
marriage celebration
Upik
Upik
Upik (girl's name)
uso
rusa
deer
uyo
sekarang
now
wai (syn. pakoak)
sebagaimana
how?
wak
wak
aunt; mother's sister
wakteu
waktu
as; when (Conj.)

0 comments:

Rejang Land Pal

Support by

Add to Technorati Favorites blog-indonesia.com