(Sebuah Uraian Disadur dari Beberapa Sumber)
TULISAN ini bermula dari kegiatan iseng semata yang akhirnya menjadi ketertarikan penulis untuk turut mengetahui sejarah/budaya Lampung. Tak ada tendensi untuk menjadi sejarawan/budayawan, hanya sumbangsih untuk menguatkan pepatah "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu akan sejarah Bangsanya".
Berdasar pada buku The History of Sumatra (dikutip dalam Lampost, "Asal-Usul Kata Lampung Menurut Sejarawan, 18-04-1994) karya The Secretary to the President and the Council of Port Marlborough (Bengkulu) William Marsdn F.R.S. tahun 1779, terungkap asal-usul penduduk asli Lampung. Dalam buku tersebut tertulis: "If you ask the Lampoon people of these part, where originally comme from they answere, from the hills, and point out an island place near the great lake whence, the oey, their forefather emigrated.... (Apabila tuan-tuan menanyakan kepada masyarakat Lampung tentang dari mana mereka berasal, mereka akan menjawab dari bukit dan akan menunjuk ke suatu tempat dekat danau yang besar....)," kata William .
Berdasar pada buku The History of Sumatra (dikutip dalam Lampost, "Asal-Usul Kata Lampung Menurut Sejarawan, 18-04-1994) karya The Secretary to the President and the Council of Port Marlborough (Bengkulu) William Marsdn F.R.S. tahun 1779, terungkap asal-usul penduduk asli Lampung. Dalam buku tersebut tertulis: "If you ask the Lampoon people of these part, where originally comme from they answere, from the hills, and point out an island place near the great lake whence, the oey, their forefather emigrated.... (Apabila tuan-tuan menanyakan kepada masyarakat Lampung tentang dari mana mereka berasal, mereka akan menjawab dari bukit dan akan menunjuk ke suatu tempat dekat danau yang besar....)," kata William .
Dari tulisan ini bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud danau tersebut ialah Danau Ranau. Sedangkan bukit yang berada dekat danau bisa Bukit/Gunung Pesagi, Sebagaimana juga ditulis Zawawi Kamil (Menggali Babad & Sedjarah Lampung, tidal dipublikasi): Disebutkan dalam sajak dialek Komering/Minanga: Adat lembaga sai ti pakai sa - Buasal jak Lemasa Kapampang - di kukut Gunung Dempo - Sajaman rik Tanoh Pagaruyung - Pemerintah Bunda Kandung.
Cakak di Gunung Pesagi - Rogoh di Sakala Berak - Sangun Kok Turun Temurun - Jak ninik Muyang Paija. Cambai Urai ti usung - Dilom adat Pusako, kira-kira berarti: Adat lembaga yang dipakai ini - berasal dari lemasa Kapampang (nangka bercabang) - di kaki Gunung Dempo - sezaman dengan tanah Pagaruyung - Pemerintah Bunda Kandung. - Naik di Gunung Pesagi - turun di Sakala Berak - Memang sudah turun temurun - dari nenek moyang dahulu.
Sirih pinang dibawa - di dalam adat pusaka. Kalau tidak pandai tindih susun (tata tertib) - tanda tidak berbangsa. Menurut pendapat beliau: Belum dapat dipastikan pada tahun berapa, di kaki Gunung dempo telah lahir kerajaan bernama Lamasa Kapampang mempunyai budaya tinggi di kala itu, pemerintahannya telah teratur berdasar hukum adat untuk mengatur kehidupan rakyatnya.
Tidak diketahui dengan pasti, apa penyebab rakyat Lamasa Kapampang meninggalkan daerah mereka, apa karena adanya bencana alam/desakan rakyat pendatang atau perebutan kekuasaan di kalangan mereka yang berkuasa sehingga timbul dua golongan yang masing-masing mempunyai pengikut. Untuk menghindari pertikaian, mereka sepakat meninggalkan daerah itu untuk mencari daerah baru.
Sepihak mengungsi ke utara menyusur pantai barat sumatra dan pihak lain menuju selatan. Rombongan yang ke utara tiba di lembah Danau Toba, itulah yang menurunkan suku Batak dan yang keselatan sampai di lembah Danau Ranau yang melahirkan suku Lampung.
Di dataran tinggi Gunung Pesagi mereka menjumpai daerah yang luas, ditumbuhi sebangsa tumbuh-tumbuhan bernama sakala. Dinamakanlah tempat itu Sakala Berak (berak = luas).
Di tempat itulah pertama kali suku Lampung bermukim. Kami yang pindah dari Lamasa Kapampang menuju ke Sakala Berak ialah pengikut Radja di Lampung.
Buwai Lampung beranak pinak di Sakala Berak, kami perlu hidup, alam sekitar Sakala Berak tidak mampu lagi memberi kehidupan kepada Buwai Lampung, kami mencari hidup, jalan kehidupan. Jalan paling mudah ditempuh ialah menyusuri sungai-sungai ke hilir. Hulu sungai di Lampung boleh dibilang berasal dari dataran tinggi Bukit Pesagi.
Kelompok demi kelompok meninggalkan Sakala Berak menurun ke lembah mengikuti aliran sungai. Kelompok atau kaum membentuk buwai. Berangkatlah di antaranya Buwai Madang menyusuri sungai yang dikenal sekarang sebagai Sungai Komering, antara lain dipimpin Minak Ratu Betara. Buwai Talang Bawung (talang = tanah tinggi di lingkungi baruh/bawung = raja ikan di sungai) sungainya dinamakan Batanghari Tulang Bawang.
Susul menyusul buwai-buwai itu turun dari Sakala Berak: Buwai Binawang menuju daerah Cukuh Balak sekarang/putih, Pertiwi dan Limau, Buwai Semenguk (ahli perdukunan) menyebar mengikuti buwai yang mereka senangi, Buwai Balau menempati daerah Balau sekarang. Buwai Umpu Basai di daerah Mesuji dan banyak buwai yang timbul kemudian setelah terjadi peluasan mencari daerah kehidupan, berpindah dari satu tempat ketempat lain. Perpindahan ini masih berlangsung sampai abad ke-19, terakhir yang dilakukan Buwai Pubian. Demikian uraian Zawawi Kamil.
Sumber lain berpendapat (Baginda Sutan, Lampung Ragom, tahun 1997), asal keturunan yang menurunkan jurai asli Lampung, di antaranya Indo Gajah (Ratu dipuncak) menurunkan 7 beradik, 5 laki-laki dan 2 perempuan, yaitu Riya Begeduh, Pemuka Begeduh, Nunyai, Unyi, Bulan/Bolan, Subing, Nuban. Riya Begeduh, dan Pemuka Begeduh menurunkan Komering dan Way kanan. Sedangkan Nunyai, Unyi, Subing, dan Nuban menurunkan Abung (4 marga pokok). Bulan/Bolan menurunkan Tulang Bawang.
Sungkai pindah dari Komering sejak tahun 1800-an yang disebut Lampung Bunga mayang karena asalnya ada di komering. Belunguh (Way Mincang) menurunkan 2 keturunan semua lelaki, yaitu Minak Pergok dan Minak Menyata. Dari 2 keturunan ini menurunkan Peminggir Teluk, Peminggir Semangka dan Peminggir Pemanggilan. Paklang (Way Pengubuan) juga memiliki dua anak semua lelaki, yaitu Tamba Pupus dan Menyerakat yang menurunkan 2 marga Pubian.
Pandan menurunkan salah satu kebuwaian di Bengkulu. Sangkan (Sukaham) Tidak jelas di Sukaham, mungkin di Sukadana Ham atau tempat lain. Indogajah, Belunguh, Paklang, & Pandan serta Sangkan merupakan keturunan Umpu Serunting dari Sekala Berak, sedangkan Umpu Serunting anak Umpu Setungai di Rejang yang menikahi putri di Sekala Berak. Umpu Setungau merupakan keturunan Ruh/Kun Tunggal dari Pagaruyung.
Dari dua uraian di atas terlihat kontras karena yang satu menyebutkan berasal dari Sekala Berak pindah dari masa Lamasa Kapampang, sedang pendapat kedua menyebut keturunan juga dari Sekala Berak, tetapi ada campuran yang dari Pagaruyung. Dan juga terlihat periodenya berjauhan, ada yang semasa Ratu Dipuncak dan masa penyebaran menyusur sungai (way) meninggalkan Sakala Berak.
Melihat pendapat yang ada, dirasakan bahwa penelitian sejarah orang Lampung perlu dilakukan, sarana pembuktian terhadap pendapat yang ada maupun untuk mengetahui asal-muasal suku Lampung. Periodenya, mulai masuknya ke Sumatera, zaman Lemasa Kepampang, penyebaran suku sampai periode Paksi Pak, maupun keratuan yang pernah ada di Lampung sehingga kita kenal subsuku Lampung seperti sekarang, yaitu Komering, Peminggir Teluk/Semangka/Pemanggilan, Melinting/Meninting, Way Kanan, Sungkai, Pubian, Abung, dan Tulang bawang. Termasuk juga Ranau dan Lampung Cikoneng Penelitian itu harus didukung data-data autentik, tersurat berupa catatan/dokumen dan tertulis di kulit-kulit pohon mungkin banyak tersimpan seantero kampung tua yang ada di Lampung. Termasuk di daerah Ranau maupun Komering.
Sumber : http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2007052002043927
0 comments:
Post a Comment