Keberadaan tanah rejang di Kota Lubuk Linggau dibuktikan tetap diakuinya suku rejang dan bahasa rejang sebagai salah satu suku utama dan bahasa utama dari lima suku dan bahasa utama di kota tersebut.
Kejayaan wisata Goa Napalicin dengan nuansa stalagtit dan stalagnit telah berlalu. Begitu juga arung jeram di Sungai Rawas, Musi Rawas (Mura) pun senasib dengan objek air terjun Batu Ampar.
Memasuki kawasan Goa Napalicin di Kecamatan Ulu Rawas, Mura, kita akan disuguhi nuansa bebatuan alami. Ya. Dari pintu masuk gua seluas sekitar 15 meter, bagian lantai dinding dan atas gua berbentuk stalagtit dan stalagnit yang terbentuk secara alami sejak ratusan, bahkan ribuan tahun lalu.
Objek yang terdapat di bumi Lan Serasan Sekantenan ini memang pernah menjadi primadona wisata sebelum krisis ekonomi melanda tahun 1998 lalu. Jarak untuk mencapai Lubuklinggau, Ibu Kota Kabupaten Musirawas dari Palembang memang lumayan jauh, sekitar 350 km. Alternatif lain, objek wisata ini bisa ditembus melalui Bengkulu sekitar 150 km dan dari Palembang Anda bisa menggunakan kereta api atau mobil atau pesawat.
Bila telah mencapai Lubuklinggau, Anda belum bisa menikmati Gua Napalicin. Kita harus menempuh lagi perjalanan darat sejauh sekitar 135 km, 100 km di antaranya merupakan jalan mulus Jalan Lintas Sumatera. Namun sisanya merupakan jalan berbatuan dan tanah sehingga jarak dari Linggau ke lokasi harus ditempuh selama sekitar lima jam.
Sejak didirikan tempat peristirahatan “Rawas River Lodge” atau dalam bahasa Belanda Rawas River-Lodge bij het dorpje Surulangun, in het Zuid Sumatraanse tropische regenwoud, perkembangan sektor pariwisata di Kabupaten Musi Rawas sungguh sangat menjanjikan. Setidaknya, dalam kurun 1992-1998, ribuan turis berkunjung ke daerah ini. Bahkan, Kecamatan Ulu Rawas dan Rawas Ulu menjadi kawasan wisata yang sangat ramai di kunjungi dari manca negara.
Seiring terjadinya krisis ekonomi (krisis moneter) yang dilanjutkan dengan era reformasi pertengahan tahun 1998, minat para turis untuk berlibur ke Musi Rawas menurun drastis. Bahkan sejak tahun 2000, sektor pariwisata lumpuh, wisatawan manca negara khususnya dari Eropa yang berkunjung jumlahnya mengalami penurunan. Puncaknya, sejak terbakarnya Kubu Lodge—sebuah tempat peristirahatan yang berada di kaki bukit batu milik salah seorang investor keturunan Belanda bernama Mr Johan Tedo, aktivitas wisata di kawasan itu lumpuh total.
Bupati Mura mengungkapkan, beberapa objek yang saat ini dikembangkan di antaranya Gua Napalicin, Danau Raya, Danau Suka Hati, dan Danau Gegas. Objek wisata ini merupakan sebagian dari 20 potensi wisata yang ada di daerah ini. Mura berusaha menjadi proyek percontohan dengan mengajak kabupaten/kota se-Sumatera Selatan untuk menggagas paket wisata yang sinergis.
Legenda dan Keindahan
Konon, menurut legenda yang dipercaya warga setempat, dulunya bukit tersebut adalah sebuah kapal yang terdampar. Kemudian lewatlah seorang pengembara sakti bernama Serunting Sakti atau Si Pahit Lidah. Melihat ada kapal yang terdampar, Si Pahit Lidah berusaha untuk naik ke atasnya namun tidak berhasil. Si Pahit Lidah pun menggumam, dan kemudian gumaman (sumpah) itu membuat kapal berubah menjadi batu.
Goa Batu Napalicin yang berada pada ketinggian sekitar 20 meter dari jalan, di dalamnya terdapat lorong sepanjang lebih kurang 1,5 kilometer. Lorong itu menghubungkan empat bukit, Bukit Batu, Bukit Semambang, Bukit Payung, dan Bukit Karang Nato—orang setempat menyebutnya, Bukit Keratau. Lorongnya tidak luas, hanya bisa dilalui dengan cara merunduk bahkan tiarap. Jarak bukit itu dari ibu kota kecamatan sekitar 12 km, melalui jalan darat maupun sungai. Hingga kini, di dalam gua batu masih tersimpan sejuta misteri.
Di bagian depan, pengunjung langsung disuguhi pemandangan yang artisik. Saat ini, para pengunjung yang umumnya wisatawan lokal, akan disuguhi budaya setempat berupa tarian dan lagu daerah. Diiringi. biola, seorang tetua menghibur pengunjung disertai anak-anak yang membawakan tarian menyambut tamu.
Memasuki lorong-lorong gua, kelelawar beterbangan. Titik-titik air dari atas gua memberikan kesan mistis. Apalagi, sesekali kelelawar beterbangan. Pada beberapa bagian memang gelap sehingga warga setempat memasang beberapa obor bambu. Di bawah cahaya temaram, keindangan berbagai sisi gua makin berbinar.
Berbagai bentuk terlihat. Setidaknya kita butuh lebih dari empat jam untuk menikmati berbagai sudut gua. Pada beberapa bagian, cahaya menembus gua, terutama antara bukti yang satu dengan bukit yang lain. Celah-celah batu membiaskan bentuk artistik.
Setelah menikmati Gua Batu Napalicin, kita masih objek wisata Air Terjun Sungai Kerali (Desa Napalicin) dan Air Terjun Batu Ampar, Desa Kota Tanjung. Lalu di Sungai Rawas, yang berada di sisi Gua Napalicin, dapat digunakan untuk berarung jeram karena arusnya yang deras dan beberapa rintangan alami juga terdapat di sepanjang sungai.
Air terjun Batu Ampar adalah bebatuan dari napal yang terhampar secara bertingkat. Dulu, saat daerah itu masih alami, tempat tersebut sangat indah karena air terjunnya mengalir secara bertingkat-tingkat. Di hamparan batu napal, terdapat lobang-lobang kecil. Ketika sungai pasang, napal bertingkat tadi tenggelam oleh air. Tapi ketika sungai surut, banyak sekali ikan yang terjebak di dalam lubang.
Masyarakat sekitar tinggal menangkap ikan yang terjebak di dalam lubang itu. Objek wisata ini mungkin bisa dijadikan alternatif, terutama bagi yang hobi berpetualang di alam yang masih asri dan perawan
Sumber :
ht*p://www.potlot-adventure. com/2009/04/06/misteri-goa-napalicin/
0 comments:
Post a Comment