Posting by Dodi Oktavianto
Pada suatu malam, Rajo Setio Barat Indopuro pergi untuk menikmati keindahan lautan dengan mengendari kapal, sampai ditengah lautan luas, ia melihat ada suatu cahaya yang terang yang memancar dari sebuah pulau, iapun memutar haluan mendekati pulau, dan ia memerintahkan kepada Hulu Balang, untuk mencari tahu sumber cahaya tersebut. Ternyata cahaya tersebut berada diatas pohon kelapa, dan disekeliling pohon tersebut banyak sekali terdapat binatang serangga dan jenis ular yang berbisa, sehingga Hulu Balang tidak dapat mendekatinya. Oleh karena keingin tahuan Rajo Setio Barat akan sumber cahaya itu, maka Rajo sendiri yang langsung menghampirinya. Dengan kesaktian Rajo Setio Barat, akhirnya Rajo dapat mendekati pohon kelapa itu, dan ternyata sumber cahaya itu adalah seorang Puteri yang cantik jelita “Puteri Lindung Bulan”, akhirnya Puteri Lindung Bulan mengikuti Rajo Setio Barat pulang ke Kerajaan Indopuro.
Setelah sampai di Kerajaan Indopuro, Rajo mengundang para Ajai, para cerdik pandai dan orang-orang terkemuka di Kerajaan, untuk memperkenalkan sang Puteri, dan sekaligus menyampaikan niatnya untuk memperistri Puteri Lindung Bulan ini. Sebelum dilaksanakan pernikahan, maka dikirimlah surat untuk mohon restu dan kesediaan Rajo Jang Tiang Pat di Lebong (Sultan Sarduni) sebagai wali pernikahan ini, namun berhubung Sultan Sarduni tidak dapat menghadirinya, maka Sultan Sarduni mengutus keenam anaknya yaitu Ki Geto, Ki Tago, Ki Ain, Ki Genain, Ki Nio dan Karang Nio.
Sebelum enam bersaudara ini berangkat, dan untuk meredam kemarahan saudara-saudaranya, Karang Nio harus berbohong kembali dan menjelaskan kepada saudara-saudaranya bahwa dahulu ia telah benar-benar membunuh Puteri Lindung Bulan, namun seperti kita maklumi, bahwa kita adalah keturunan Rajo yang memiliki kesaktian, begitu juga halnya dengan Puteri.
Setelah mendengar penjelasan yang logika tersebut, maka berangkatlah keenam bersaudara ini menuju Kerajaan Indopuro, sebagai utusan Sultan Sarduni/Rajo Tiang Pat.
Setelah mereka sampai di Kerajaan Indopuro dan menjelaskan identitas diri mereka, Rajo Setio Barat tidak percaya begitu saja dengan keterangan mereka, maka untuk menguji kebenarannya, maka Rajo Indopuro memanggil Puteri Lindung Bulan beserta 6 orang Puteri Kerajaan, yang didandani dengan pakaian seragam, sehingga bila dilihat sepintas lalu, sulit untuk mengenal mana Puteri Lindung Bulan.
Diwaktu ketujuh Puteri tersebut berada di Balairung Sari, maka dipanggillah Ki Geto bersaudara, dengan cara bergiliran untuk menunjuk yang mana Puteri Lindung Bulan, namun tak seorangpun yang dapat membedakannya, terakhir tibalah giliran Karang Nio. Dan diwaktu Karang Nio berada dihadapan ketujuh Puteri, Puteri Lindung Bulan menyibakkan rambutnya untuk memperbaiki letak rambutnya sehingga terlihatlah bekas luka, maka dengan tidak ragu-ragu Karang Nio menunjukkan dialah Puteri Lindung Bulan itu. Setelah Rajo Indopuro yakin bahwa mereka memang benar saudara-saudara Puteri Lindung Bulan, mereka diterima dengan baik sebagai keluarga Kerajaan, sehingga pernikahan dapat dilaksanakan, dan dengan dimeriahkan dengan Kejai (tarian adat Rejang) dan tarian/kebudayaan dari daerah-daerah lain selama 7 hari 7 malam.
Setelah usainya acara pernikahan ini, maka Ki Geto bersaudara berpamitan untuk pulang, dan Rajo-pun memberikan oleh-oleh sebagai tanda mata kepada mereka, masing-masing mendapatkan 1 ruas buluh telang emas, 1 tangan baju perak, 1 potong sabuk panjang 9 (setagen) dan 1 buah pencalang (sejenis perahu).
Berangkatlah keenam saudara ini dan diantar oleh Rajo Indopuro, Puteri Lindung Bulan dan keluarga Kerajaan, mengarungi lautan dengan menaiki pencalang masing-masing. Setelah mereka antara terlihat dan tidak, maka berkatalah Puteri Lindung Bulan : “ Ya.. Allah, bila memang benar aku ini adalah Puteri Rajo Kerajaan Jang Tiang Pat Renah Pelawi Lebong, dan kalau benar kakak-kakak ku dahulu ingin membunuhku, datangkanlah badai dan tenggelamkanlah pencalang mereka, kecuali yang membela dan melindungi aku.
Tidak lama kemudian, datanglah badai yang mengombang ambingkan pencalang mereka ditengah lautan, sehingga terbaliklah pencalang mereka, kecuali pencalang Karang Nio hingga akhirnya sampailah dia ketepi.
Setelah tiba ditepi dan menyaksikan saudara-saudaranya masih terombang-ambing sambil berpegangan dengan pencalang mereka dan Karang Nio-pun berharap semoga kelima saudaranya akan terdampar (Tersangei = bahasa Rejang) didaratan ini.
Tidak beberapa lama kemudian tibalah kelima saudaranya, dan menceritakan kepada Karang Nio, bahwa oleh-oleh bagian mereka telah tenggelam kedasar lautan dan pencalang mereka tersangei dimuara sungai (Muara Sangei/Sangai), mendengar itu Karang Nio menggali tanah membuat 6 buah lubang untuk tempat membagi bagiannya menjadi enam bagian sama banyak.
Admin :
Legenda inilah adalah lanjutan dari legenda Putri Lindung Bulan yang sebelumnya di tulis Dodi, bagi reader yang belum membacanya bisa di baca di link :
http://rejang-lebong.blogspot.com/2008/06/putri-lindung-bulan-legenda-tentang.html
1 comments:
cerita legenda Puteri Lingdung bulan dan lanjutan ini sangat mirip sekali dengan kisah yang di tulis ulang oleh Abdullah Siddik di Buku Hukum Adam Rejang. Reader lain ingin menyumbang cerita rakyat Rejang dan sekitar? kirim Naskahnya ke admin di taneakjang@gmail.com
Post a Comment