Posted by Dodi Oktavianto
Puteri Lindung Bulan adalah puteri bungsu dari Rajo Tiang Pat “Sultan Sarduni”, setelah menginjak remaja, banyak sekali pemuda putera-putera Raja, putera-putera Sultan, putera-putera Sunan; dari Aceh, Sulawesi dan daerah lain datang ingin meminang Puteri Lindung Bulan.
Tapi anehnya, setiap ada yang meminang, selalu saja secara tiba-tiba tubuh Puteri Lindung Bulan mendapat penyakit kulit yang menular, dan hal inilah yang membuat tidak jadinya pinangan itu. Namun setelah yang meminang itu kembali kedaerah/Kerajaannya, secara tiba-tiba pula penyakit Puteri Lindung Bulan sembuh.
Melihat kejadian yang terus terjadi atas Puteri Lindung Bulan, yang menjadi aib bagi Kerajaan, khususnya bagi saudara-saudara Puteri Lindung Bulan, maka datanglah niat busuk dari saudaranya Ki Geto untuk membunuh Puteri. Dan pada suatu waktu bermufakatlah Saudara-saudaranya yaitu Ki Geto, Ki Tago, Ki Ain, Ki Genain, Ki Nio dan Karang Nio untuk menyingkirkan dan membunuh Puteri. Mereka memberikan alasan kepada ayahnya “Sultan Sarduni”, bahwa mereka mempunyai maksud untuk mengobati Puteri ke hutan hingga sembuh, namun maksud dan usul dari kelima 5 bersaudara ini, tidak disetujui oleh Karang Nio. Karena Karang Nio kalah suara dan mendapat ancaman dari saudara-saudaranya, maka niat jahat tersebut harus dilaksanakan dan Karang Nio sendiri yang harus membunuhnya.
Akhirnya pada suatu hari, setelah mendapat izin dari ayahnya, berangkatlah Puteri bersama Karang Nio menuju hutan, hingga sampailah mereka ke hutan dipinggir sungai Ketahun (Ulu Dues), setelah Karang nio menceritakan niat busuk dari saudara-saudaranya yang lain, maka Puteri tidak dibunuhnya, melainkan dihanyutkannya Puteri dengan rakit di sungai Ketahun. Namun untuk mengelabui saudaranya yang lain dan sebagai barang bukti bahwa Puteri telah dibunuh, maka ia menyayat sedikit kulit diatas telinga Puteri dan darahnya dilumurinya dimata pedang. Setelah itu dihanyutkannyalah Puteri dengan rakit dengan diberi sangu berupa secupak beras dawai, sebuah kelapa dan seekor ayam biring serta sepotong bambu sebagai satang (pendayung rakit).
Setelah tugas dilaksanakan, Karang Nio kembali ke Bendar Agung untuk melaporkan kepada saudara-saudaranya bahwa Puteri telah dibunuh dengan menunjukkan barang bukti berupa pedang yang berlumuran darah, dan kepada ayahnya dikatakanlah bahwa Puteri sedang berobat di tengah hutan, agar penyakit yang menular itu tidak menyebar dalam Kerajaan Renah Pelawi.
Setelah beberapa lama Puteri Lindung Bulan hanyut di sungai Ketahun, akhirnya sampailah ia ke muara sungai Ketahun tidak berapa jauh dari laut, karena dimuara sungai itu airnya tenang dan luas, tentu tidaklah perlu memakai satang lagi, dibuangnyalah satang bambu, buah kelapa dan ayam biring tersebut kedarat, sedangkan secupak beras dawai dihamburkanya ke dalam air, sedangkan rakit dan Puteri terus hanyut hingga ke laut luas, hingga suatu pagi terdamparlah Puteri di suatu pulau “ pulau pagai dalam bahasa Rejang” atau pulau pagi.
Setelah beberapa lama kemudian, sangu Puteri yang dibuangnya di muara sungai Ketahun tersebut, yaitu satang bambu akhirnya tumbuh menjadi aur kuning, buah kelapa tumbuh menjadi nibung kuning, ayam biring menjadi burung elang berantai dan beras dawai menjadi segugu. Kejadian ini hingga sekarang masih dapat dilihat di Muara Ketahun
0 comments:
Post a Comment