weblogUpdates.ping Taneak Jang, Rejang Land, Tanah Rejang http://rejang-lebong.blogspot.com Taneak Jang, Rejang land, Tanah Rejang: Danau Dendam Tak Sudah

Danau Dendam Tak Sudah

·

Danau Dendam Tak Sudah

Prof. Urip Santoso
Lingkungan perairan tawar secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu lactic atau lingkungan perairan tawar yang tidak bergerak, dan lotic yaitu lingkungan air tawar yang bergerak. Danau adalah contoh bentuk lingkungan perairan tawar yang tidak bergerak. Sebagai lingkungan perairan yang tidak bergerak, danau memiliki batas-batas yang jelas yaitu tepian danau, dasar danau yang berupa kumpulan sediment, permukaan air serta dinding danau. Cahaya matahari dapat menembus hingga ke dasar perairan (biasanya pada danau yang kecil), sehingga proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik.


Di Kota Bengkulu terdapat cagar alam danau dusun besar (Reg. 61) atau yang lebih dikenal dengan Danau Dendam Tak Sudah. Status kawasan menurut penunjukkan Bisluit Gubernur Hindia Belanda Stb 1936 No. 325 tanggal 17 Juni 1936 seluas 11,5 ha; berdasarkan Surat Gubernur Bengkulu No. 1666/B4-1/1979 tanggal 15 Mei 1979 seluas 430 ha; berdasrkan penunjukkan oleh Men Tan No. 171/Kpts/UM/3/981 tanggal 3 Maret 1981 seluas 430 ha sebagai kawasan cagar alam; berdasarkan penunjukkan Menhut No. 383/Kpts-II/1985 tanggal 27 Desember 1985 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan; SK Menhut No. 420/Kpts-II/1999 tangal 15 Juni 1999 tentang penunjukkan kawasan hutan di wilayah Propinsi Bengkulu seluas 920.964 ha dengan luas kawasan 577 ha.
Secara geografis cagar alam tersebut terletak diantara 3o 47’ 45” – 3o 49’ 01” LS dan 102o 18’ 07” – 102o 20’ 15” BT. Secara adminsitrasi pemerintahan termasuk wilayah kecamatan Teluk Segara, Selebar, Gading Cempaka (Kota Bengkulu) dan Kecamatan Talang Empat (Kabupaten Bengkulu Utara).
Berdasarkan citra landsat 1998 cagar ala mini berhutan 52 ha dan tidak berhutan 525 ha. Terdapat perambahn masyarakat yang diperkirakan telah mencapai 70% dari luas kawasan terutama sepanjang kiri jalan Air Sebakul, Desa Nakau.
Beberapa gangguan kawasan antara lain:
a. penggrapan kawasan cagar alam secara illegal untuk dijadikan lahan pertanian/perkebunan rakyat.
b. pengambilan hasil hutan berupa kayu komersial yang banyak tumbuh di dalam kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar.
c. pencemaran lingkungan yang terjadi karena masyarakat setempat mencuci kendaraan bermotor di danau sehingga residu dan minyak hasil pencucian tersebut mengotori keadaan air danau.
d. pembangunan sarana pariwisata di kawasan cagar alam.
e. perusakan habitat anggrek pensil.
Penanganan gangguan kawasan meliputi alternative kegiatan sebagai berikut:
a. penangkaran anggrek pensil.
b. pengembangan dan peningkatan perekonomian masyarakat sekitar kawasan.
c. pengamanan yang melibatkan tim terpadu.
d. penyuluhan secara periodic.
e. perencanaan penataan kawasan.
Kawasan Danau Dendam Tak Sudah merupakan bagian dari kawasan cagar alam Danau Dusun Besar. Danau Dendam tak Sudah menyimpan banyak potensi bagi kelestarian ekologi dan keseimbangan ekosistem (BKSDA, 2003). Danau ini merupakan habitat utama tumbuhan endemic langka yaitu anggrek pensil. Danau ini juga berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan sumber air tawar bagi pengairan, dan juga sebagai sarana pembelajaran. BKSDA Kota Bengkulu (2003) menyebutkan ada lima fungsi utama yang dimiliki oleh Danau Dendam tak Sudah yaitu: (1) sebagai kawasan konservasi yang melindungi keanekaragaman hayati; (2) sebagai sumber air yang digunakan untuk keperluan irigasi; (3) sebagai daerah cadangan air; (4) sebagai media pembelajaran alam untk kepentingan ilmiah; (5) sebagai tempat rekreasi.
Fungsi tersebut harus dipertahankan meskipun tidak menutup kemungkinkan pengembangan di sector pariwisata yang dapat memberikan kontribusi ekonomi secara langsung ke masyarakat sekitar. Pengembangan pariwisata di danau ini sangat memungkinkan selain adanya anggrek langka, juga indahnya pemandangan di sekitar danau serta dapat dijadikan areal bermain anak-anak.
Namun dalam perjalanannya pengembangan danau ini menjadi kawasan wisata alam masih banyak kendala. Kendala pertama adalah belum adanya model yang tepat untuk memadukan potensi alamnya sebagai tempat wisata untuk mendongkrak ekonomi rakyat dan aspek kelstariannya. Konsep yang tepat untuk memadukan kedua hal tersebut adalah dengan menerapkan pariwisata berbasis konservasi atau yang lebih dikenal dengan ekowisata.
Terdapat enam prinsip dasar dalam pengembangan ekowisata (Ties,2005) yaitu: (1) membangun rasa tanggung jawab dan kesadaran terhadap lingkungan dan budaya; (2) memberikan pengalaman positif kepada wisatawan dan masyarakat setempat; (3) memberikan manfaat ekonomi secara langsung untuk konservasi; (4) memberikan manfaat ekonomi dan pemberdayaan masyarakat local; (5) menumbuhkan sensitivitas kepada daerah tujuan wisata untuk mencapai kondisi politik, lingkungan dan social yang bai dan; (6) mendukung upaya internasional dalam menjaga lingkungan dan manusia sekitarnya.
Kondisi keseimbangan ekosistem di danau ini sudah kurang baik. Ini ditandai oleh sangat sulitnya anggrek pensil di habitat aslinya, penurunan cadangan air, berkurangnya hutan dll. Penurunan cadangan air dari danau ini dirasakan oleh masyarakat sekitar yaitu dengan menurunnya jumlah air irigasi. Kerusakkan keseimbangan ekosistem ini perlu ditata kembali agar fungsinya optimal dan agar dapat dijadikan kawasan ekowisata.
Salah satu upaya pemulihan anggrek pensil sebagai flora endemic telah dilakukan BKSDA yaitu dengan membuat demplot. Demplot ini bertujuan untuk mengisolasi anggrek di suatu wilayah agar tumbuh baik. Upaya lain yang telah dilakukan adalah dengan meningkatkan pengawasan dan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat. Upaya lain adalah memulihkan kondisi hutan di kawasan tersebut dan ditata sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan sebagai ekowisata. Oleh karena ekowisata merupakan sebuah bentuk wisata yang menjual daya tariknya pada kelestarian dan keaslian lingkungan, maka keseimbangan ekosistem sebagaimana yang seharusnya harus diciptakan kembali.
Dengan ekowisata, maka berbagai kepentingan dapat dipadukan dengan sempurna yaitu meningkatkan ekonomi masyarakat sekaligus memperhatikan keseimbangan ekosistem. Beberapa keuntungan yang dapat diraih dengan mengembangkan kawasan danau sebagai kawasn wisata antara lain: (1) meningkatkan PAD; (2) menjaga kelestarian anggrek pensil yang merupakan salah satu tumbuhan langka dan dilindungi; (3) mencegah kerusakan ekosistem lebih jauh oleh oknum-oknum yan tidak bertanggungjawab; (4) meningkatkan perekonomian masyarakat; (5) meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keseimbangan lingkungan. Perubahan status kawasan ini dari cagar alam menjadi kawasan ekowisata harus dipertimbangkan dan dilakukan dengan hati-hati, sehingga fungsi kawasan ini tidak banyak berubah.
Tentunya kawasan danau sebagai obyek wisata merupakan kawasan wisata yang terpadu dengan kawasan wisata lain di propinsi Bengkulu serta merupakan satu paket wisata dengan propinsi tetangga. Hal ini memang memerlukan kerjasama antarinstansi dan antar propinsi. Paket terpadu ini dianjurkan agar wisatawan tidak sekadar berwisata ke Bengkulu tetapi juga berwisata ke propinsi tetangga. Hal ini sangat menguntungkan bagi Bengkulu yang sementara ini dicap sebagai propinsi terpencil di Indonesia Bagian Barat.
Hasil penelitian (Novia, 2005) menunjukkan bahwa terdapat 12 jenis spesies ikan di Danau Dendam tak Sudah yaitu dari famili Anabantidae : 1. Trichogaster trihopterus, 2) Helstoma termminchi, 3) Trichogaster pectoralis, 4) Anabas testudieus, 5) Polcampus hasselti; dari famili Bagridae ada dua spesies yaitu Mystus sp; dari famili Cyprinidae yaitu: 1) Mystacoleucus marginatus, 2) Rasbora sumatranus.
Data mengenai kualitas air danau belum banyak diteliti. Novia (2005) menemukan bahwa pH danau berkisar antara 4,7 – 5,5 dan kadar oksigen 5,8-8,1 ppm.
Laju pengurangan luasan genangan mencapai 64,78 Ha per tahun (WALHI, 2007). Jika pengelolaan perubahan status kawasan danau tidak hati-hati, maka ada kemungkinan terjadi kerusakan ekosistem di kawasan tersebut, sehingga mungkin saja Danau Dusun Besar tinggal kubangan kecil di tengah kota di masa yang akan dating.
Suhradi (2005), menunjukkan kerusakan ekosistem Danau Dusun Besar semakin meningkat. Tutupan lahan daerah tangkapan air pada tahun 1994 seluas 2.039,5 Ha dan pada tahun 2003 tinggal 282,26 ha. Genangan air danau pada tahun 1994 seluas 627,34 ha namun pada tahun 2003 hanya 44,29 ha. Melihat data tersebut laju pengurangan luasan genangan danau dalam rentang 9 tahun tersebut mencapai 64,78 Ha per-tahun. Bayangkan pada 10 atau 15 tahun ke depan mungkin Danau Dusun Besar tinggal kubangan kecil di tengah kota yang tak layak disebut danau. Jika itu terjadi, maka jangankan angrek pensil (Vanda hookeriana) yang endemik, indikator air permukaan, cadangan air tawar, sumber air irigasi 261 ha sawah di Kelurahan Surabaya dan 244 ha sawah di Kelurahan Dusun Besar, tempat nelayan mencari ikan, energi tekanan air untuk menahan laju intrusi air laut pun akan punah.
Masalah lain adalah adanya TPA Air Sebakul yang terdapat di hulu Cagar Alam Danau Dusun Besar ini berpotensi mencemari danau jika pengeolaannya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian ekosistem (WALHI, 2007). Sampah ini tidak hanya mencemari danau melalui air tirisan dan zat yang di bawahnya, namun juga menyebabkan daya tampung danau berkurang secara gradual sesuai volume sampah yang dibuang. Eutrofikasi Danau dapat terjadi akibat air tirisan sampah, sehingga mempercepat terjadinya sedimentasi dan pertumbuhan tanaman air yang dalam jangka panjang akan mengurangi volume cadangan air tawar di danau dusun besar.
Masalah lainnya adalah adanya deforestasi di kawasan ini antara lain konversi huta menjadi lahan perkebunan, pertanian, perumahan dll. Data 2001 menunjukkan luas tanah garapan lahan pertanian yang ada di lokasi daerah cagar alam Danau Dendam Tak Sudah ini cukup besar, yakni 277,25 ha atau sekitar 48,06% dari luas cagar alam atau sekitar 10% dari luas daerah tangkapan air Danau Dendam Tak Sudah dan bisa saja pada saat ini luas tanah garapan makin bertambah. Adanya eksploitasi dan perambahan hutan di sekitar kawasan Cagar Alam secara langsung menyebabkan perubahan jumlah air danau. Contohnya, pembukaan jalan yang membelah cagar alam sepanjang 1,6 km oleh Pemda Bengkulu pada tahun 1990 – 1992, secara langsung mempengaruhi jumlah air yang masuk ke Danau Dendam. Pembuatan jalan Nakau-Air Sebakul ini menghambat masuknya air dari daerah tangkapan menuju kawasan danau. Dampaknya, saat ini, yang dapat dilihat dengan kasat mata, yaitu dengan makin menurunnya debit air di Danau Dendam yang pada akhirnya akan mengurangi pasokan air tawar di kota Bengkulu (WALHI, 2007)..
Menurut penelitian yang dilakukan Bapedalda propinsi Bengkulu tahun 2001, luas daerah tangkapan air (catchment area) danau ini adalah sekitar 27 km2 dengan luas genangan air berkisar antara 70 hingga 150 ha dengan kedalaman air rata-rata 3 meter, tergantung kepada jumlah air hujan yang jatuh di daerah ini. Luas danau pada saat penelitian dilakukan adalah sekitar 112,2 ha dengan lebar 1.120 meter dan panjang 1.420 meter. Secara rata-rata, volume air tertampung pada danau ini sekitar 2.100.000 m3. Kemampuan pengairan sawah yang diambil dari air danau melalui jaringan irigasi sekitar 244 ha di desa Dusun Besar dan sekitar 261 ha di desa Surabaya. Untuk data terbaru mengenai danau saat ini Bapedalda belum ada.
Kawasan tangkapan air Danau Dendam Tak Sudah saat ini telah rusak akibat penjarahan hutan. Sekitar 40 persen kawasan hutan rawa di kawasan cagar alam ini sudah tidak lagi seperti aslinya. Akibatnya, menurut penelitian Yayasan Lembak, yayasan yang memberikan advokasi bagi warga yang dirugikan akibat kerusakan cagar alam tersebut, debit air danau pun mulai turun. Sebelumnya, danau ini mampu menampung 21 juta meter kubik air. Tetapi, saat ini diperkirakan tinggal mampu menampung sekitar 18 juta meter kubik. Akibat lebih lanjut, persawahan penduduk di hilir danau seluas 700 hektar terancam kekeringan pada musim kemarau.





0 comments:

Rejang Land Pal

Support by

Add to Technorati Favorites blog-indonesia.com