Kekayaan Flora dan Fauna Taman Nasional Kerinci Seblat
(Berbagai jenis ekosistem dan tipe hutan terwakilkan di TNKS, lebih dari 4000 species flora, 300 species anggrek, 352 jenis burung dan 144 species mamalia, (laporan 1992), saat ini area TNKS menjadi korban Illegal Logging, tidak jelas berapa banyak flora dan fauna yang belum teridentifikasi akan punah, termasuk flora dan fauna langkah yang hanya ada di sumatera,kekayaan hayai Indonesia yang tak ternilai kini berada dalam proses menuju kepunahan bila kawasan ini tidak berhasil di lindungi-by Tanah Rejang)
Keragaman hayati atau biodiversity (berasal dari biological diversity) sudah menjadi isu global dalam satu dekade terakhir. Isu ini malah sudah menjadi pembahasan dunia internasional, melalui Konvensi Keragaman Hayati yang dihasilkan dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro. Tahun 1992.
Keragaman hayati merupakan sumberdaya alam yang bisa diperbaharui, sehingga bisa menjadi sumber pengahasilan yang tidak akan pernah habis dan dapat diandalkan sebagai tulang punggung pengembangan bio industri seperti biopestisida, pupuk bio, pengelolaan limbah dan sebagainya. Keragaman hayati yang lengkap juga diperlukan guna menciptakan lingkungan hidup yang mampu memenuhi kebutuhan manusia, baik dari segi fisik (udara dan air bersih), keperluan estetika dan juga kebutuhan spiritual.
Keragaman hayati merupakan sumberdaya alam yang bisa diperbaharui, sehingga bisa menjadi sumber pengahasilan yang tidak akan pernah habis dan dapat diandalkan sebagai tulang punggung pengembangan bio industri seperti biopestisida, pupuk bio, pengelolaan limbah dan sebagainya. Keragaman hayati yang lengkap juga diperlukan guna menciptakan lingkungan hidup yang mampu memenuhi kebutuhan manusia, baik dari segi fisik (udara dan air bersih), keperluan estetika dan juga kebutuhan spiritual.
Karena itu pula, Kerinci Seblat, dengan luasan hampir 1,4 juta ha ditetapkan sebagai taman nasional. Masalahnya, masyarakat hanya mengenal taman nasional itu sebagai kawasan hutan lindung, tanpa memahami tentang potensi keragaman hayati yang ada di dalamnya.
Keanekaragaman Hayati
Penetapan TNKS sebagai kawasan pelestarian alam terutama didasarkan atas tingginya keragaman ekosistem serta flora dan fauna yang terkandung di dalamnya. Secara ekologis bentang alam TNKS merupakan kawasan ekosistem asli yang cukup lengkap, mulai dari dataran rendah sampai pegunungan. Penelitian Loumonier (1994) mengklasifikasikan hutan TNKS menjadi beberapa bagian: hutan dataran rendah (lowland forest), hutan bukit (hill forest),hutan sub-montana (sub-montane forest), hutan montane rendah (lower montane forest), hutan montane sedang (mid-montane forest), hutan montane tinggi (upper montane forest), dan padang rumput sub-alpine (subalpine thicket).
Dari klasifikasi hutan itu, Loummonier menjelaskan potensi keragaman hayati yang ada di dalamnya, yakni:
Hutan montane sedang (mid-montane forest) Hutan montane sedang ada pada ketinggian 1900-2400 m dari permukaan laut (dpl). Proporsi tanaman microphylus pada kanopi cukup banyak dan hutannya menjadi kurang lebat. Padocarpus merupakan species yang menonjol yang dapat mencapai ketinggian 25 m. Spesies-spesies dengan ketinggian kanopi 15-20 m meliputi Quercus oidcarva, Vernonia arborea, Arnodia puncata, Symingtonia populnea, Drypetes subsymetrica, Gordonia buxifolia, Weinmania blumet dan Polysma integrifolia. Batang-batang pohon ditutupi lumut dan tanaman epipit. Kanopi yang lebih rendah ditandai dengan spesies Ole javanica, Archidendron clypearia, Platea excelsa, Lithocarpus pseudomoluccus dan Myrsine hasseltii.
Hutan montane tinggi (Upper-montane forest) Symplocos, Myrsine dan Ardisia merupakan genus dominan di hutan montana tinggi dengan ketinggian antara 2400-2900 m dpl. Spesies utama pada kanopi tertinggi (10-15 m) adalah Sympolocos cochinchinensis var. sessilifolia dan Ilex pletobrachiata, sementara pada lapisan yang lebih rendah didominasi oleh Arsdisia laevigata, Meliosma lanceolata dan Cyathea trahypoda.
Padang rumput Sub-alpine (Subalpine thicket) Pada ketinggian 2900 m ke atas, kita menemukan padang rumput Sub-alpine dengan tinggi 3-6 m yang didominasi oleh Ericaceae (Rhododendron retusum, Vacinum miquelii dan Gaultherianummlaroids), dan Symplocaceae (Symplocos cohinchinensis).
Beberapa lahan basah yang ditemukan di TNKS, ditulis Giesen dan Sukotjo (1991). Salah satu yang patut dicatat adalah Rawa Bento, yang terletak pada ketinggian 1.375 m dpl. Danau dan rawa ini merupakan lahan basah dengan luas sekitar 1.000 ha yang terdiri dari hutan rawa dengan tanaman kerdil, beberapa rawa gambut sempit dan danau-danau kecil.
Hutan rawa ini terdiri dari pohon-pohon dengan ketinggian 5-6 m dengan diameter yang bervariasi antara 2-6 cm. Batang pohon tersebut ditutupi oleh lumut yang mengering dan dihiasi dengan pakuan-pakuan yang merambat. Rawa Bento tergolong unik di Sumatera karena habitat dan vegetasinya saat ini terancam oleh manusia yang mengkonversi rawa menjadi sawah.
Hutan rawa penting lainnya adalah rawa Ladeh Panjang. Luasnya sekitar 150 ha, terletak di ketinggian 1950 m dpl dan seluruhnya terdiri dari hutan rawa dengan tanaman kerdil, serta beberapa kawasan semak dan belukar. Daerah ini merupakan habitat mamalia besar, seperti rusa sambar (Cervus Unicolor), muntjak (Muntiacus muntjak), harimau Sumatera (Pantera tigris Sumatrae) sun-bear (Helarctos malayanus), clouded leopard (Neofelis nebolusa), porcupine (Hystrtix sp), wild pig (Sus scrofa) siamang (Symphalagus syndactylus) dan tapir (Tapirus indicus). Ladeh Panjang merupakan hutan rawa tertinggi di Sumatera. Selain itu TNKS juga memiliki beberapa danau, anatara lain Danau Gunung Tujuh, Depati Empat, dan Belibis.
Dalam kawasan TNKS terdapat lebih dari 4.000 jenis tumbuhan baik yang berbentuk pohon perdu maupun liana, termasuk 300 spesies anggrek. Di beberapa lokasi tumbuh jenis-jenis pohon khas yang hanya terdapat di daerah Kerinci antara lain; kayu sigi atau pinus Kerinci (Pinus merkusii strain Kerinci) dan kayu pacat (Harpulia arborea). Jenis-jenis tumbuhan khas lain di antaranya pembuluh (Histiopteris incisca), bunga bangkai (Amorphophalus titanum), dan bunga raflesia (Rafflesia arnoldi). Penelitian Biological Science Club (BScC) tahun 1993 menemukan, di perbatasan TNKS juga tumbuh setidaknya 115 jenis tumbuhan obat yang digunakan untuk obat tradisional, kosmetik, bumbu dan obat anti nyamuk.
Selain itu juga terkandung berbagai macam satwa, antara lain 352 jenis burung dan 144 jenis mamalia, sehingga juga dikenal sebagai "sorga' atau "kerajaan satwa" Sumatera. Jenis burung langka yang hidup dalam kawasan ini antara lain rangkong badak (Buceros rhinoceros), enggang/kangkareng (Anthrococeros convexus), elang hitam (Ichtinaetus malayensis) dan kuau (Argusianus argus). Selain itu juga terdapat jenis burung yang hanya hidup di TNKS, seperti ayam hutan perut merah (Arborophylla rubirostrys), burung daun sayap hijau (Chloropsis venusta), kokoa Sumatera (Cochoa beccarii), paok kepala besar (Pitta schnideri), dan merak Sumatera (Polypectron chalcurun).
Jenis-jenis satwa yang juga merupakan jenis satwa kharismatik atau "flagship" (unggulan) antara lain harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), dan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus). Jenis satwa lain yang juga dilindungi di antaranya siamang (Sympalangus syndactylus), tapir (Tapirus indicus), rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), napu/kancil (Tragulus napu), kambing hutan (Capricornis sumatrensis), dan kelinci Sumatera (Nesolagus netscheri).
Manfaat kawasan
Manfaat tidak langsung kawasan TNKS adalah sebagai penyangga sistem kehidupan yang akhirnya bermuara kepada pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Contoh manfaat tidak langsung adalah rencana pembangunan PLTA Kerinci yang nantinya akan sangat membutuhkan jasa air yang berasal dari kawasan taman. Sedang manfaat langsung, yaitu pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, melalui kegiatan: (1) pemanfaatan kondisi lingkungan berupa ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa serta peninggalan budaya yang dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan, dan (2) pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensial, daya dukung dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.
Pemanfaatan langsung kawasan TNKS masih dibatasi pada pemanfaatan yang tidak bersifat ekstraktif, seperti kepentingan pariwisata dan rekreasi pada zona tertentu. Potensi wisata di kawasan dan sekitar taman sangat mendukung, mengingat data Inter Provincial Spatial Plan dalam draf Final Report tahun 1999, menunjukan bahwa di dalam dan sekitar TNKS terdapat 92 objek wisata, dan diperkirakan sekitar 46 objek berada dalam atau di pinggir kawasan dan sangat potensil untuk dikembangkan menjadi objek ekowisata yang mendukung pelestarian kawasan TNKS. Sampai saat ini sudah ada beberapa lokasi yang berkembang menjadi tujuan wisata, antara lain Gunung Kerinci, Danau Gunung Tujuh, Telun Berasap, Danau Duo dan lain-lain. (Adam, Wiryono dan Raleigh A. Blouch, Park Management Component-ICDP TNKS)
bulletin/alamsumatera/VOL1_No2
http://www.warsi.or.id/bulletin/alamsumatera/VOL1_No2/as1_23.htm
0 comments:
Post a Comment