Introduction collection fauna at Kerinci Seblat National Park
27 June 2007
Lebih dikenal dengan suku burung tanah, Phasianidae merupakan suku burung yang tersebar luas di dunia. Puyuh, Sempidan, Kuau, Merak merupakan jenis yang ada di Indonesia. Hidup di atas permukaan tanah dan menggunakan cabang cabang rendah pohon sebagai tempat bernaung tidurnya. Jantan memiliki bulu yang sangat indah (untuk menarik perhatian), ekor yang tergerai memanjang digunakan sebagai pemikat saat menari untuk mengundang pasangan. Betina memiliki warna suram (untuk menyamarkan diri). Umumnya jantan memiliki taji pada kakinya serta dapat berlari dengan baik (Mackinnon, 1999).
Beberapa species burung tanah hidup dengan baik di daerah hutan hutan primer sampai fragmen - fragmen hutan kecil yang terpisah oleh lahan dan kebun yang dibuka manusia. Mereka memanfaatkan ketersediaan serangga, biji, serta buah-buahan yang jatuh di lantai hutan. Mereka berperan sebagai peyebar biji ( seed dispersal) tanaman tanaman dalam hutan. Tak jarang mereka menjadi santapan beberapa predator seperti musang (suku Viveridae)
Kuau kerdil sumatera Polypectron chalcurum merupakan salah satu jenis burung tanah endemik yang hanya ada di Pulau Sumatera, salah satunya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Nama lokal yang dikenal oleh penduduk adalah Ayam Lukay (Lampung), Jentare (Semendo)
Tim Sumatran Ground Cuckoo WCS-IP pernah memiliki pengalaman dalam perjumpaan dan mendapatkan burung tanah ini. Satu individu pernah masuk dalam Jaring bentang yang kami pasang saat set up kamera jebak (Camera Trap) dilakukan di daerah Kubu Perahu, Liwa, Kabupaten Lampung Barat. Saat itu metode Jaring bentang dilakukan untuk mengetahui keragaman burung tanah yang ada di daerah survey. Jaring dipasang selama 12 jam (06:00 – 18:00) dan dilakukan Check setiap 30 menit untuk memastikan keselamatan burung yang terjebak dalam jaring. Setelah identifikasi dilakukan, burung dilepaskan kembali ke alam. Satu perjumpaan langsung di daerah hutan sekunder Pancur Mas, Danau Ranau di bulan November 2006 saat senja hari, satu informasi tambahan mengenai perilakunya kami dapatkan, ternyata jenis burung tanah ini mengalami rabun senja seperti beberapa jenis dari suku phasianidae lainnya. Ia terlihat bingung, berjalan cepat tak tentu arah serta menabrak apapun yang ada di depannya saat kami jumpai.
Jenis sempidan kecil ini hidup di atas dasar hutan di daerah pegunungan, tetapi dapat hidup juga pada habitat yang sudah terganggu di pinggiran hutan. Jenis burung ini kadang-kadang terlihat dalam terowongan belukar, bekas kebun kopi atau coklat yang sudah ditinggalkan dan bersemak. Relatif mudah untuk mengetahui dari suaranya, biasanya mereka beraktifitas berpasangan, jantan dan betina akan saling memanggil dari kejauhan. Krau..Krau..Krau…begitu kira kira bunyinya, jernih menggema, jauh dan berulang ulang. Bentuk khas lainnya adalah ekornya yang panjang meruncing dan berwarna ungu gelap metalik , kadang bersinar saat kita mengamatinya dalam rimbunan gelap semak. Masih sering terdengar suaranya saat kita melintasi hutan hutan pebukitan.
Ancaman
Berbeda dengan ”saudaranya” atau ras lainnya yang juga endemik di Pulau Kalimantan, Kuau Kerdil Kalimantan Polypectron schleiermacheri , statusnya yang kritis membuat kuau kerdil kalimantan sudah jarang dijumpai. Namun bukan berarti ia aman aman saja di ”rumahnya”, ternyata banyak juga ”srigala” yang ingin memburunya, Lukay adalah janis pheasant yang cukup diminati oleh pengoleksi burung yang kurang kerjaan.
Kurang kerjaan?, ya tentu saja, beberapa hasil investigasi kami saat survey quisioner burung burung yang diperdagangkan menyebutkan bahwa hanya karena bentuknya yang unik dan jumlah tajinya yang berbeda dengan jenis ayam hutan lain para pengoleksi itu rela masuk ke desa-desa pedalaman dan pinggiran kawasan TNBBS untuk memesannya dengan pemburu lokal, bahkan mereka mensuplai jaring dan jerat bagi penduduk lokal yang mau menangkapnya (dengan bayaran tertentu). Bukankah hal ini sama saja dengan pembodohan masyarakat dan musuh nyata dunia konservasi….dan yang lebih mengejutkan lagi …ternyata salah satu pemesannya adalah aparat berwajib!
Selain itu ada beberapa catatan bahwa burung ini juga jadi makanan alternatif pilihan bagi para pemburu, perambah, dan penebang liar yang menginap berhari hari di hutan, sembari berburu atau menebang pohon, mereka akan memasang jerat senar untuk mendapatkan burung tanah ini (juga Lophura ignita)…hah tragis sekali nasibmu, dan sekedar informasi ternyata kuau raja Argusianus argus lebih beruntung nasibnya karena ada larangan adat yang melarang menangkap burung ini.
Kita semua berharap agar salah satu kekayaan alam yang hanya ada di Pulau Sumatera akan tetap lestari. Pah Ngejaga Pulan ni Kham, Mari Jaga Hutan Kita, Bukit Barisan Selatan tercinta.
Firdausi Rahman Affandi - Wildlife Conservation Society - Indonesia Program
http://www.sbi-info.org/category/species/
0 comments:
Post a Comment