Kepahiang, Berkembang Tanpa Merambah Hutan
KETIKA mendengar nama Kabupaten Kepahiang, ada dua hal yang terlintas di ingatan: gempa tektonik dan bunga Rafflesia. Berada tepat di jalur Patahan Semangko-bagian dari lempeng Asia-Australia-gerakan pergeseran lempeng Bumi biasa menimbulkan gempa tektonik yang mengguncang wilayah Bengkulu beberapa kali dalam sehari.
Perkebunan Teh PT. SMM Kabawetan
Seluruh aktivitas alam itu dicatat oleh Stasiun Meteorologi dan Geofisika yang berkedudukan di Kepahiang. Begitu pentingnya posisi Bengkulu dalam pemantauan aktivitas gempa tektonik bagi dunia, Stasiun Kepahiang termasuk dalam 10 lokasi pertama di
Ketiklah nama "kepahiang" atau "kepahyang" di mesin pencari internet, sebagian besar hasil yang akan keluar adalah laporan tentang gempa dalam berbagai bahasa dengan data yang mengacu kepada stasiun ini.
KEPAHIANG yang berjarak 60 kilometer dari ibu
Tanaman ganjil yang seolah-olah keluar dari tanah berwujud bunga raksasa dengan bau yang menusuk hidung ini sejatinya adalah parasit pada pohon-pohon besar yang ada di hutan. Ia hidup dengan mengisap sari makanan dari pohon induk yang ditumpanginya. Sebagai parasit, Rafflesia tidak mampu hidup jauh dari hutan sebagai habitat utamanya.
Pengembangan Kepahiang sebagai kabupaten baru di masa depan tidak jauh dari gambaran Rafflesia sebagai parasit bagi pohon yang ditumpanginya. Kondisi wilayah kabupaten seluas 65.000 meter persegi ini sama persis dengan Rejang Lebong sebagai kabupaten induk maupun saudara sepemekarannya, Kabupaten Lebong.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Kepahiang berupa kawasan hutan lindung dalam bentuk taman nasional, cagar alam, maupun hutan wisata alam. Kawasan ini merupakan mata air utama sungai-sungai besar yang ada di Sumatera bagian selatan, salah satunya adalah Sungai Musi.
Fungsi ekologis kawasan hutan di Kepahiang ibarat tiang penyangga bagi daerah-daerah di sekitarnya. Sekali saja kawasan itu dirambah tanpa perhitungan risiko yang matang, nasib Kepahiang bakal seperti Rafflesia yang kehilangan pohon tempatnya hidup.
SAAT ini perekonomian masyarakat Kepahiang masih sangat bergantung pada komoditas kopi. Tanah Kepahiang menuai berkah kesuburan dari material gunung berapi aktif Bukit Kaba. Setiap jengkal kawasan di kabupaten yang bertetangga dengan Kabupaten Lahat ini tidak luput dari sebaran biji kopi. Masyarakat masih memimpikan kembali memetik keuntungan dari tingginya harga kopi di pasaran internasional. Di masa-masa kejayaannya, harga kopi Bengkulu pernah mencapai Rp 30.000 per kilogram, tetapi saat ini harga kopi terpuruk di kisaran Rp 4.500 per kg.
"Begitu fanatiknya masyarakat pada kopi, sampai-sampai sawah, kolam ikan,
Mengubah paradigma petani dari cara bertani monokultur dengan kopi sebagai komoditas primadona ke cara multikultur, menurut Hidayatullah, adalah tantangan pertama untuk diatasi oleh pemerintah kabupaten.
Pertanian masih akan menjadi sektor utama bagi penghidupan masyarakat kabupaten baru ini. Namun, pemerintah kabupaten telah menyadari, dengan kondisi lahan yang terbatas dan dikelilingi kawasan hutan lindung, pengembangan bidang pertanian mesti dilakukan dengan sistem intensifikasi.
"Saya jamin tidak akan ada perluasan lahan. Kami sudah melakukan pengkajian. Hasilnya, pertanian akan dikembangkan dengan cara intensifikasi," tutur Hidayatullah.
DARI segi wisata alam, Kepahiang memiliki sejumlah obyek wisata yang potensial, di antaranya perkebunan teh dan air terjun di daerah Kebawetan, Desa Tapak Gedung. Dari segi pemanfaatan potensi sumber daya air, di Kepahiang telah berdiri PLTA berkekuatan 21 megawatt. Namun, karena infrastruktur jalan masih belum memadai, unit pembangkit ini belum bisa dimanfaatkan.
Meskipun Pemerintah Kabupaten Kepahiang telah menetapkan pilihan untuk maju dengan mempertahankan fungsi utama hutan lindung, komitmen itu masih diragukan. "Hutan lindung masih dipandang sebagai sumber untuk mendongkrak pendapatan asli daerah karena sumber daya alam inilah yang paling mudah digunakan," tutur Dewan Eksekutif Daerah Walhi Bengkulu Heksa Primaputra.
"Program hutan berbasis masyarakat melalui sistem tumpang sari yang diujicobakan di wilayah hutan lindung hanya 20 persennya yang bisa berjalan," imbuh Heksa.
Komitmen Pemkab Kepahiang untuk tidak mengeksploitasi sumber daya alam di kawasan lindung di luar peruntukannya menjadi kunci bagi nasib masyarakat daerah tersebut.
Usia Kabupaten Kepahiang memang baru seumur jagung, namun sudah sepatutnya disadari bahwa awal yang baik harus dijaga sampai ke akhir. Seperti halnya bunga Rafflesia yang tetap bisa mekar di antara pohon medang, meranti, dan pinus, masyarakat Kepahiang hendaknya juga bisa hidup sejahtera dengan memanfaatkan secara bijaksana potensi kawasan lindung. (www.kompas.com)
[Back To My Blog] [Back To Home]
0 comments:
Post a Comment