HAWA sejuk membelai tubuh begitu kaki menjejak lokasi perkebunan teh. Lokasinya berada sekitar tujuh kilometer dari ibu
SETIAP hari, sekitar 250 pemetik teh menyusuri areal tanam seluas 275 hektar. Mereka ditargetkan memetik 15 kilogram daun teh. Untuk pekerjaan itu, pemilik perkebunan-PT Trisula Ulung Mega Surya, perusahaan swasta dari Taiwan-memberi upah Rp 14.000 per hari. Bila daun teh yang dipetik melampaui target, para pemetik mendapat tambahan Rp 500 per kg.
Setelah mengalami proses setengah fermentasi, daun teh yang telah dipetik berubah menjadi teh oolong. Kata oolong artinya naga hitam. Menurut kebudayaan
Namun sayangnya, teh oolong yang dipetik dari perkebunan di Kepahiang tidak akan dijumpai di pasar domestik mana pun di negeri ini. Daun teh kering yang berbentuk keriting kecil-kecil dimasukkan ke dalam kardus-kardus berukuran 18 kg. Setiap bulan, satu kontainer berisi kardus-kardus dengan teh oolong dikapalkan ke
Sesampainya di Taiwan, perusahaan Oriental Golden Trading Co Ltd mengemasnya dalam ukuran ¼ kg, ½ kg, dan 1 kg. Kemasannya terlihat mewah. Paduan warna merah dan hitam dengan motif seperti kain tenunan. Di antara "hiasan" daun teh terdapat label bertuliskan "Taiwan Oolong Tea". Teh dalam kemasan ini menjadi salah satu pilihan cendera mata dari negara itu.
Keberadaan perkebunan besar teh milik swasta yang berdiri sejak tahun 1993 itu, selain memberi lapangan kerja bagi penduduk Kepahiang yang tinggal di sekitarnya, juga menambah kas kabupaten. Setiap bulan perusahaan ini memberikan retribusi sekitar Rp 375.000.
Bersebelahan dengan perkebunan teh milik pengusaha
Di Provinsi Bengkulu, Kepahiang merupakan kabupaten baru. Semula Kepahiang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong. Daerah yang berada di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan ini ditetapkan menjadi kabupaten sejak 18 Desember 2003. Tidak kurang dari 80 sungai mengalir melintasi daerah tersebut. Sungai-sungai itu bermuara ke Sungai Musi. Masyarakat memanfaatkan sebagian besar air sungai untuk irigasi, sumber air bersih, dan perikanan keramba. Kondisi geografis kabupaten ini berpengaruh terhadap kesuburan lahan di seluruh wilayahnya.
LAHAN Kepahiang tidak hanya subur untuk teh.
Dari berbagai komoditas tanaman perkebunan yang ada, Kepahiang mengandalkan kopi, lada, kemiri, dan kayu manis. Sentra tanaman perkebunan andalan itu berada di Kecamatan Bermani Ilir. Setiap tahun, dari kebun seluas 23.000 hektar diperoleh sekitar 33.000 ton kopi. Perkebunan lada pada areal seluas 514 hektar menghasilkan 66 ton, sedangkan kemiri dan kayu manis ditanam pada lahan seluas 746 hektar dan 693 hektar. Lahan itu masing-masing memproduksi 106 ton kemiri dan 133 ton kayu manis.
Pada saat panen, pedagang pengumpul menjual komoditas perkebunan itu dalam bentuk apa adanya. Ini akibat belum adanya pabrik pengolah hasil perkebunan di Kepahiang. Kopi, misalnya, setelah dijemur hingga kering, dipasarkan ke
Selain tanaman perkebunan, lahan di kabupaten ini juga subur untuk tanaman pangan seperti padi dan palawija serta tanaman hortikultura seperti sayuran, tanaman obat-obatan, dan buah-buahan. Luas lahan untuk seluruh tanaman itu 35.000 hektar.
Berbagai sayur-mayur seperti cabai, bawang merah, bayam, dan sawi yang dibutuhkan untuk keperluan domestik dipasarkan di Pasar Kepahiang. Sebagian untuk memenuhi konsumsi masyarakat di Kota Bengkulu, Jambi, dan
Buah-buahan umumnya diperdagangkan di pasar lokal. Di beberapa tempat pada jalan yang menghubungkan Kepahiang dengan Kota Bengkulu mudah dijumpai buah-buahan seperti alpukat, pepaya, dan pisang. Buah-buahan itu diletakkan pada rak-rak dari kayu. Alpukat, misalnya, dijual Rp 1.200 per kg, pisang dan pepaya lebih murah, Rp 500 per kg.
Hasil kegiatan agraris masyarakat Kepahiang relatif mudah dipasarkan. Ini terkait dengan lokasi kabupaten yang strategis. Letaknya yang berada di daerah perlintasan, ditunjang dengan sarana jalan yang terbilang mulus, dan kemudahan transportasi.
Jarak Kepahiang dengan daerah tetangga pun relatif dekat. Dengan Kota Bengkulu berjarak sekitar 60 kilometer, hanya memakan waktu perjalanan maksimal dua jam. Dengan Curup, ibu
Kepahiang menetapkan pertanian sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat. Dalam rencana di masa depan, daerah ini menitikberatkan pada perlakuan usaha pascapanen. Salah satu cara yang ditempuh adalah pembangunan cold storage untuk menampung hasil panen buah dan sayur-mayur.
Saat ini di Kepahiang tengah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi. Rencananya PLTA ini akan mulai beroperasi tahun 2006. PLTA yang berlokasi di Kecamatan Ujan Mas ini akan menyalurkan tenaga listrik sebesar 3 x 70 MW ke Sumatera bagian selatan.
Selain sebagai pembangkit tenaga listrik, Kepahiang memanfaatkan air bawah tanah yang dimilikinya menjadi air minum dalam kemasan berlabel Amira. Nama itu kependekan dari Air Minum Rakyat. Potensi sumber air bawah tanah dan perkebunan teh yang dimiliki tidak mustahil digabungkan sehingga investor yang berminat bisa memanfaatkan kedua potensi itu menjadi produk minuman. Misalnya teh dalam kemasan botol atau kotak.
Kepahiang juga memiliki aset alam yang berpotensi dioptimalkan untuk wisata. Aset itu berupa kawah belerang dan hamparan pasir di Kecamatan Ujan Mas, habitat bunga Rafflesia Arnoldi di Kecamatan Kepahiang, air terjun di Kecamatan Tebat Karai, serta aliran Sungai Musi yang dapat digunakan untuk arena olahraga arung jeram. Keberadaan kebun teh yang asri juga bisa dioptimalkan sebagai daerah wisata agro.
(BE JULIANERY/Litbang Kompas)
1 comments:
Hi, saya tertarik sekali untuk melihat kebun teh di Kepahiang. Adakah yang bisa memberikan informasi bagaimana cara kesana, menginap dimana dan no telp salah satu perkebunan yg bisa dikunjungi?
Terima kasih
Post a Comment