Yondri, Jumhari, Rois Leonard Arios, R.Ade Hapriwijaya, Identifikasi Budaya Suku Bangsa Pekal Kabupaten Bengkulu Utara. Padang : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang, 2004.
Sukubangsa Pekal sebagai salah satu dari 8 sukubangsa yang terdapat di wilayah Propinsi Bengkulu, merupakan salah satu sukubangsa yang sangat menarik untuk diteliti. Sukubangsa ini berada diantara dua sukubangsa dominan berada di perbatasan mereka yakni sukubangsa Minangkabau dan sukubangsa Rejang. Sebagai sukubangsa yang awalnya terbentuk dari campur budaya, menyebabkan sukubangsa Pekal seringkali terlihat mudah menyerap unsur kebudayaan yang masuk dari luar kebudayaan mereka. Campur budaya yang terjadi dari awal pembentukan kesukubangsaan berlanjut sampai saat ini. Hal ini terlihat dari berbagai keragaman aturan yang mengatur anggota masyarakat sukubangsa. Pada tingkatan sekarang, penemuan akar budaya tradisional dalam budaya sukubangsa Pekal adalah sulit ditemukan. Namun campur budaya dapat dianggap sebagai suatu inti dari kebudayaan Pekal. Campur budaya tersebutlah yang menjadi dasar dinamika budaya sukubangsa Pekal. Berikut ini akan dianalisis berbagai informasi yang telah didapat sebelumnya untuk menggambarkan budaya sukubangsa Pekal secara keseluruhan.
Wilayah kebudayaan Pekal secara langsung berbatasan dengan daerah kebudayaan lainnya. Diutara wilayah kebudayaan Pekal berbatasan dengan daerah budaya sukubangsa Muko-muko, di Timur berbatasan langsung dengan daerah budaya sukubangsa Rejang, di Selatan berbatasan dengan wilayah budaya sukubangsa Serawai dan di Barat berbatasan dengan lautan Indonesia.
Mitologi sukubangsa sangat menarik untuk dijadikan bahan kajian tersendiri, melalui kajian mitologi. Mitologi sukubangsa Pekal berkaitan dengan mitologi sukubangsa lainnya yang dominan terdapat diperbatasan sukubangsa Pekal. Mitologi ini berkaitan dengan mitologi sukubangsa Rejang dan hikayat raja Indropuro dari Minangkabau. Mitologi sukubangsa Rejang sendiri memiliki pertalian erat dengan hikayat-hikayat kerajaan Pagaruyung di Minangkabau.
Kisah perjalanan empat pitulai dari Pagaruyung menjadi bagian dari mitologi sukubangsa Rejang. Dalam mitologi tersebut tersampir mitologi keberadaan sukubangsa Pekal. Dalam satu sisi terlihat bahwa secara langsung sukubangsa Rejang mengakui orang-orang dari sukubangsa Pekal merupakan bagian dari sukubangsa Rejang dibawah bangmego Tubui. Dari sisi lain pada dasarnya orang sukubangsa Pekal tidaklah dapat disebutkan sebagai bagian dari sukubangsa Pekal. Hal ini tercermin dari penggunaan bahasa, aturan dan nilai budaya serta struktur sosial lainnya yang sebagian mengambil tata aturan nilai budaya Minangkabau.
Kepercayaan anggota masyarakat sukubangsa Pekal terhadap roh-roh gaib dan tempat-tempat keramat dan diikuti dengan tingkahlah yang mendukung kepercayaan tersebut menyebabkan keraguan apakah religi yang diyakini oleh sukubangsa Pekal merupakan religi yang dilaksanakan dengan sepenuhnya. Ritual yang berkaitan dengan tempat-tempat keramat dan keyakinan terhadap roh yang menghuni suatu tempat menyebabkan kecendrungan untuk melihat bahwa masih terdapatnya kepercayaan animisme ditingkat masyarakat sukubangsa Pekal.
Pada suku bangsa Pekal campur budaya pada sistem kekerabatan terlihat melalui penarikan garis keturunan, ketentuan adat menetap setelah menikah, pewarisan, sistem pemerintahan adat dan struktur sosial. Penarikan garis keturunan pada sukubangsa Pekal adalah dengan sistem Patrilinial, namun dalam pelaksanaan ketentuan adat setelah menikah terlihat kecendrungan uxorilokal pada tahun pertama.
Sukubangsa Pekal 80% merupakan petani peladang. Hal ini berkaitan dengan lingkungan alamiahnya yang berupa hutan dan lahan perladangan. Dari mata pencaharian ini terlihat bahwa sukubangsa Pekal pada saat sekarang berada pada tingkatan peradapan pertanian. Masyarakat sukubangsa Pekal dalam melaksanakan aktivitasnya menggunakan teknik slash and burn dalam membuka lahan dan meningkatkan kesuburan lahan. Teknik ini merupakan ciri-ciri dari tingkatan peradapan pertanian menetap.
Sebagai sukubangsa yang merupakan campuran sukubangsa dan berkembang sebagai campur budaya terlihat bahwa kesenian yang dimiliki oleh orang sukubangsa Pekal merupakan ambilan dari sukubangsa asal yakni Minangkabau dan Rejang. Kesenian teaterikal Gandai yang menjadi kesenian utama sukubangsa Pekal dan sering dipertunjukkan dalam berbagai acara, merupakan campuran dari kesenian Minangkabau dan Rejang. Kesenian Gandai hampir mirip dengan kesenian teaterikal Randai pada kesenian Minangkabau dan menggunakan alat-alat musik yang diambil dari sukubangsa Rejang.
Bahasa sukubangsa Pekal jelas memperlihatkan campur bahasa antara bahasa Minangkabau dan bahasa Rejang. Pada saat sekarang, campur bahasa tersebut tidak hanya terbatas pada bahasa Minangkabau dan Rejang, namun juga mengambil bahasa-bahasa lainnya seperti Batak, Jawa dan Bugis.
Perbedaan varian bahasa menjadi ciri khas lainnya dari campur bahasa pada sukubangsa Pekal. Varian tersebut berkaitan dengan intensitas hubungan dengan sukubangsa Minangkabau dan Rejang. Jika daerah tersebut lebih dekat dengan daerah Budaya Rejang, varian bahasa yang terlihat dari dialek akan mengarah pada bahasa Rejang, jika mendekati wilayah budaya Minangkabau akan mengarah pada bahasa Minangkabau.
Sistem pengetahuan masyarakat sukubangsa Pekal didasarkan pada pengenalan masyarakat terhadap fenomena alamiah disekitarnya. Demikian juga halnya dengan pembagian waktu, arah dan ukuran. Pengetahuan terhadap pertanda alamiah memberikan tanda bagi masyarakat sukubangsa Pekal untuk melakukan suatu aktivitas. Pertanda alamiah tersebut dapat juga berupa pemberitahan datangnya bencana.
Sukubangsa Pekal sebagai salah satu dari 8 sukubangsa yang terdapat di wilayah Propinsi Bengkulu, merupakan salah satu sukubangsa yang sangat menarik untuk diteliti. Sukubangsa ini berada diantara dua sukubangsa dominan berada di perbatasan mereka yakni sukubangsa Minangkabau dan sukubangsa Rejang. Sebagai sukubangsa yang awalnya terbentuk dari campur budaya, menyebabkan sukubangsa Pekal seringkali terlihat mudah menyerap unsur kebudayaan yang masuk dari luar kebudayaan mereka. Campur budaya yang terjadi dari awal pembentukan kesukubangsaan berlanjut sampai saat ini. Hal ini terlihat dari berbagai keragaman aturan yang mengatur anggota masyarakat sukubangsa. Pada tingkatan sekarang, penemuan akar budaya tradisional dalam budaya sukubangsa Pekal adalah sulit ditemukan. Namun campur budaya dapat dianggap sebagai suatu inti dari kebudayaan Pekal. Campur budaya tersebutlah yang menjadi dasar dinamika budaya sukubangsa Pekal. Berikut ini akan dianalisis berbagai informasi yang telah didapat sebelumnya untuk menggambarkan budaya sukubangsa Pekal secara keseluruhan.
Wilayah kebudayaan Pekal secara langsung berbatasan dengan daerah kebudayaan lainnya. Diutara wilayah kebudayaan Pekal berbatasan dengan daerah budaya sukubangsa Muko-muko, di Timur berbatasan langsung dengan daerah budaya sukubangsa Rejang, di Selatan berbatasan dengan wilayah budaya sukubangsa Serawai dan di Barat berbatasan dengan lautan Indonesia.
Mitologi sukubangsa sangat menarik untuk dijadikan bahan kajian tersendiri, melalui kajian mitologi. Mitologi sukubangsa Pekal berkaitan dengan mitologi sukubangsa lainnya yang dominan terdapat diperbatasan sukubangsa Pekal. Mitologi ini berkaitan dengan mitologi sukubangsa Rejang dan hikayat raja Indropuro dari Minangkabau. Mitologi sukubangsa Rejang sendiri memiliki pertalian erat dengan hikayat-hikayat kerajaan Pagaruyung di Minangkabau.
Kisah perjalanan empat pitulai dari Pagaruyung menjadi bagian dari mitologi sukubangsa Rejang. Dalam mitologi tersebut tersampir mitologi keberadaan sukubangsa Pekal. Dalam satu sisi terlihat bahwa secara langsung sukubangsa Rejang mengakui orang-orang dari sukubangsa Pekal merupakan bagian dari sukubangsa Rejang dibawah bangmego Tubui. Dari sisi lain pada dasarnya orang sukubangsa Pekal tidaklah dapat disebutkan sebagai bagian dari sukubangsa Pekal. Hal ini tercermin dari penggunaan bahasa, aturan dan nilai budaya serta struktur sosial lainnya yang sebagian mengambil tata aturan nilai budaya Minangkabau.
Kepercayaan anggota masyarakat sukubangsa Pekal terhadap roh-roh gaib dan tempat-tempat keramat dan diikuti dengan tingkahlah yang mendukung kepercayaan tersebut menyebabkan keraguan apakah religi yang diyakini oleh sukubangsa Pekal merupakan religi yang dilaksanakan dengan sepenuhnya. Ritual yang berkaitan dengan tempat-tempat keramat dan keyakinan terhadap roh yang menghuni suatu tempat menyebabkan kecendrungan untuk melihat bahwa masih terdapatnya kepercayaan animisme ditingkat masyarakat sukubangsa Pekal.
Pada suku bangsa Pekal campur budaya pada sistem kekerabatan terlihat melalui penarikan garis keturunan, ketentuan adat menetap setelah menikah, pewarisan, sistem pemerintahan adat dan struktur sosial. Penarikan garis keturunan pada sukubangsa Pekal adalah dengan sistem Patrilinial, namun dalam pelaksanaan ketentuan adat setelah menikah terlihat kecendrungan uxorilokal pada tahun pertama.
Sukubangsa Pekal 80% merupakan petani peladang. Hal ini berkaitan dengan lingkungan alamiahnya yang berupa hutan dan lahan perladangan. Dari mata pencaharian ini terlihat bahwa sukubangsa Pekal pada saat sekarang berada pada tingkatan peradapan pertanian. Masyarakat sukubangsa Pekal dalam melaksanakan aktivitasnya menggunakan teknik slash and burn dalam membuka lahan dan meningkatkan kesuburan lahan. Teknik ini merupakan ciri-ciri dari tingkatan peradapan pertanian menetap.
Sebagai sukubangsa yang merupakan campuran sukubangsa dan berkembang sebagai campur budaya terlihat bahwa kesenian yang dimiliki oleh orang sukubangsa Pekal merupakan ambilan dari sukubangsa asal yakni Minangkabau dan Rejang. Kesenian teaterikal Gandai yang menjadi kesenian utama sukubangsa Pekal dan sering dipertunjukkan dalam berbagai acara, merupakan campuran dari kesenian Minangkabau dan Rejang. Kesenian Gandai hampir mirip dengan kesenian teaterikal Randai pada kesenian Minangkabau dan menggunakan alat-alat musik yang diambil dari sukubangsa Rejang.
Bahasa sukubangsa Pekal jelas memperlihatkan campur bahasa antara bahasa Minangkabau dan bahasa Rejang. Pada saat sekarang, campur bahasa tersebut tidak hanya terbatas pada bahasa Minangkabau dan Rejang, namun juga mengambil bahasa-bahasa lainnya seperti Batak, Jawa dan Bugis.
Perbedaan varian bahasa menjadi ciri khas lainnya dari campur bahasa pada sukubangsa Pekal. Varian tersebut berkaitan dengan intensitas hubungan dengan sukubangsa Minangkabau dan Rejang. Jika daerah tersebut lebih dekat dengan daerah Budaya Rejang, varian bahasa yang terlihat dari dialek akan mengarah pada bahasa Rejang, jika mendekati wilayah budaya Minangkabau akan mengarah pada bahasa Minangkabau.
Sistem pengetahuan masyarakat sukubangsa Pekal didasarkan pada pengenalan masyarakat terhadap fenomena alamiah disekitarnya. Demikian juga halnya dengan pembagian waktu, arah dan ukuran. Pengetahuan terhadap pertanda alamiah memberikan tanda bagi masyarakat sukubangsa Pekal untuk melakukan suatu aktivitas. Pertanda alamiah tersebut dapat juga berupa pemberitahan datangnya bencana.
0 comments:
Post a Comment