PERKAWINAN TUNGGU TUBANG DAN
PERKAWINAN KAMBIK ANAK
A. Latar Belakang
Adat Tunggu Tubang adalah anak perempuan tertua dari suatu keluarga yang bertugas menunggu dan memelihara serta mengusahakan harta pusaka nenek moyang secara turun temurun. Dimana harta tersebut milik bersama dalam keluarga itu dan sebagai tempat berhimpun atau bermusyawarah anggota keluarga.
Adat Tunggu Tubang merupakan suatu adat yang terdapat pasa masyarakat Semendo yang masih berlaku sampai sekarang dan berjalan secara turun temurun, dimana adanya yang terjadi di masyarakat ada yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam dan ada yang sudah menyimpang dari ajaran Islam tetapi masih berlaku dan dilaksanakan oleh masyarakat.
Perkawinan ambik anak, di dalam istilah bahasa asing disebut “Inlijfhuweliijk”. Secara umum, faktor penyebab terjadinya “Perkawinan Ambik Anak” di Kecamatan Pagar Alam ialah faktor adat yang menetapkan bahwa anak perempuan memiliki peranan yang dominan (besar) bagi seorang anak perempuan (istri) dalam suatu keluarga. Peranan yang besar ini dikaitkan dengan pemeliharaan keturunan orang tua dan penguasaan harta benda peninggalan orang tua. Untuk itu selalu diupayakan, agar si istri tetap tinggal di rumah orang tuanya sendiri.
B. Pengertian
1. Perkawinan Tunggu Tubang
Bentuk Perkawinan Tunggu Tubang
Di desa Tanjung Agung Semendo Darat Ulu, ada dua macam bentuk perkawinan tunggu tubang, yaitu :
a. Perkawinan Tunggu Tubang Anak Tue
“Tubang” artinya tabung yang terbuat dari bambu yang mempunya tutup, kegunaannya untuk menyimpan bahan-bahan makanan sehari-hari. Kemudian tabung tersebut diterjemahkan kepada suatu tempat yang menampung bermacam-macam barang yang berlain-lainnan jenisnya.ut menjaga tabung itu jangan cepat rusak, maka kebiasaaannya tabung itu diletakkan di atas dapur yang masih kena asap api. Dengan demikian maka tunggu tubang diartikan menunggu tabung, maka disamakanlah tempat menampung berbagai bahan. Tunggu Tubang adalah nama jabatan yang diberikan kepada anak perempuan yang tertua sebagai pewaris harta pusaka dari orang tua.
Menurut Hilman Hadikosomo, SH dalam bukunya Ensiklopedia Hukum adat dan adat budaya Indonesia :
“Tunggu Tubang adalah anak wanita yang tertua yang menguasai semua harta warisan yang tidak terbagi-bagi, dalam penguasaan harta itu Tunggu Tubang diawasi dan dibantu oleh anak laki-laki tertua yang disebut payung jurai”
Di dusun Tanjung Agung Semendo Darat Ulu orang yang berhak menduduki Tunggu Tubang adalah sebagai berikut :
- Anak perempuan yang tertua
- Apabila tidak ada anak perempuan, maka dipilih salah seorang anak laki-laki yang ada
- Apabila terjadi anak tunggal otomatis menjadi Tunggu Tubang
b. Perkawinan Tunggu Tubang Ngangkit
Perkawinan Tunggu Tubang Ngangkit ini sama keadaannya dengan Tunggu Tubang Anak Tue, hanya saja perbedaannya Tunggu Tubang ini terjadi apabila tidak ada anak perempuan, hanya mempunyai beberapa orang anak laki-laki di mana dalam perkawinan ini isteri harus ikut suami dan statusnya sama dengan Tunggu Tubang Anak Tue.
Bentuk-bentuk perkawinan tunggu tubang yang penulis uraikan di atas dapat dipecah lagi menjadi empat macam :
a. Tunggu tubang ulat junjung
Tunggu tubang ini adalah suatu jabatan tunggu tubang yang telah menduduki keturunan kedua atau lebih (turun temurun).
b. Tunggu tubang tihi
Tunggu tubang ini adalah suatu jabatan tunggu tubang yang baru satu kali atau dua kali (belum turun temurun).
c. Tunggu tubang tugane
Tunggu tubang tugane adalah suatu jabatan tunggu tubang yang betul-betul menuruti dan menjalankan tuagsnya sebagaimana yang telah ditentukan oleh peraturan tata tertib tunggu tubang.
d. Tunggu tubang ngancur kapur
Tunggu tubang ini adalah suatu jabatan tunggu tubang yang tidak menuruti ketentuan tata tertib tunggu tubang, dan tidak menjalankan tugas dengan sempurna, yakni tidak menuruti adat yang semestinya.
Hak dan Kewajiban Tunggu Tubang
Orang yang menjadi tunggu tubang mempunyai hak sebagai berikut :
1) Memakai dan mengambil manfaat yang tidak ada batasnya, yakni rumah dan sawah
2) Mempunyai hak untuk memperbaiki pusaka tunggu tubang
3) Mempunyai hak suara dalam rapat keluarga (Nunggalkah apik jurai).
Di samping yang tersebut di atas, tunggu tubang juga berkewajiban :
1) Memelihara sebaik-baiknya pusaka tunggu tubang
2) Memelihara nenek sampai ke atas yang ada dalam rumah tunggu tubang tersebut.
3) Memelihara saudara-saudara dari isteri, baik laki-laki atau perempuan asal saja belum kawin.
Dasar-Dasar Tunggu Tubang
Orang yang menjadi tunggu tubang harus mengamalkan dasar-dasar tunggu tubang. Dasar tunggu tubang itu adalah :
a. Memegang pusat “jale” (jala), yang artinya bila dikipaskan batu jale itu bertaburan dan apabila ditarik kembali bersatu. Dengan kata lain, menghimpun semua sanak famili, baik yang jauh maupun yang dekat
b. Memegang kapak, artinya segala pengurusan tidak boleh berbeda-beda antara kedua belah pihak, baik dari pihak suami ataupun dari pihak isteri. Yang keduanya itu harus adil, tidak boleh berat sebelah.
c. Harus bersifat tombak (balau), yang artinya kalau dipanggil atau diperintahkan harus segera melaksanakan, yang menurut kebiasaannya, perintah itu datang dari “Entue Meraje”.
d. Harus bersifat guci yang artinya orang yang menjadi tunggu tubang harus tabah dalam menghadapi segala macam persoalan yang menimpa diri mereka.
e. Memelihara kolam (tebat) yang artinya menggambar ketenangan dan ketentraman dalam rumah tangga, tidak membocorkan rahasia rumah tangga. Walaupun ada problem dalam rumah tangga, harus dijaga jangan sampai bocoro diketahui oleh semua ahli tunggu tubang, terutama kepada “Entue Meraje”. Kesemuanya ini harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
2. Perkawinan Kambik Anak
Di Kecamatan Pagar Alam ada beberapa macam bentuk perkawinan Ambik Anak, yaitu :
a. Perkawinan Ambik Anak dengan Cara “Di tunakka”
Faktor penyebab ialah tidak adanya seorang anak perempuan dalam suatu keluarga, padahal yang dominan dalam suatu keluarga adalah anak perempuan. Oleh karena itu, keluarga laki-laki mengambil seorang anak perempuan dari keluarga lain, agar menjadi menanti dan sekaligus memiliki peranan yang besar dalam keluarga yang baru, si wanita tadi harus rela melepaskan diri dari orang tuanya dari segi hubungan pewarisan. Dengan demikian, di istri terikat dengan keluarga suaminya.
b. Perkawinan Ambik Anak dengan Cara “Penantian”
Faktor penyebab ialah adalah seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki dalam suatu keluarga. pada perkawinan ini, si istri untuk sementara waktu harus berperan penting dalam keluarga dan dalam penguasaan harta benda orang tuanya. Oleh karena itu, keadaan ini dimungkinkan jika si istri masih memiliki adik (saudara) laki-laki yang belum menikah. Selama saudara laki-laki si istri itu belum menikah, selama itu pula ia belum boleh keluar dari lingkungan keluarga orang tuanya. Setelah saudara laku-lakinya itu menikah, barulah ia boleh melepaskan peranannya yang besar dalam lingkungan keluarga orang tuanya itu. Untuk selanjutnya, ia bersama suaminya boleh pindah ke tempat lain sesuai dengan kehendak mereka. Maka peranannya digantikan oleh istri saudara laki-lakinya tadi. Dengan demikian si suami terikat dengan keluarga istrinya untuk sementara waktu.
c. Perkawinan Ambik Anak dengan Cara “Tunggu Jurai”
Faktor penyebabnya ialah adanya harta peninggalan dari orang tua yang tidak dapat dibagi-bagi. Harta peninggalan tersebut harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang anak perempuan. Untuk itu, peranan anak perempuan tetap harus besar, meskipun ia telah menika. Ia harus dapat “menunggui” (menjaga dan memelihara) keturunan dan harta benda peninggalan orang tuanya. Apabila ia telah bersuami, maka suaminya itu harus tinggal bersamanya dan terikat dengan keluarga pihak istrinya.
d. Perkawinan Ambik Anak dengan Cara “Semendean”
Faktor penyebabnya ialah karena si suami dan si istri mempunyai peranan yang harus dipegangnya dalam keluarga orang tuanya masing-masing. Oleh karena itu, suami istri tersebut boleh memilih untuk ikut keluarga si suami atau ikut keluarga si istri. Keduanya tidak dipaksa untuk terikat pada salah satu keluarga. Hubungan antara kedua keluarganya bersifat seimbang atau “Semendean”.
Akibat Perkawinan Ambik Anak
Adapun akibat dari Perkawinan Ambik Anak ada dua, yaitu :
1. Akibat Terhadap Pewarisan
Perkawinan Ambik Anak membawa akibat terhadap kehidupan keluarga. Dalam Perkawinan Ambik Anak, seorang suami harus memenuhi segala ketentuan yang berlaku di dusun tempat tinggalnya bersama istri yang merupakan tempat tinggal keluarga isterinya, sebagaimana dikemukakan bahwa yang dominan dalam rumah tangga ialah si isteri.
Sebagai akibat dari Perkawinan Ambik Anak, maka ada sedikit prerbedaan peranan antara suami dan isteri. Suami tetap berkedudukan sebagai kepala keluarga, namun ia tidak begitu dominan dalam penguasaan harta benda. Sedangkan isteri juga tetap berperan dalam penguasaan sebagai ibu rumah tangga sekaligus memiliki dan menguasai harta benda peninggalan orang tua.
Berdasarkan peranan isteri seperti itu, maka harta benda dalam Perkawinan Ambik Anak semuanya dimiliki oleh isteri. Meskipun demikian, setelah berumah tangga, ada pula harta benda yang disebut “harta bersama”. Kedua macam harta tersebut berbeda dalam hal orang yang berhak menerimanya sebagai harta warisan. Penjelasan tentang harta tersebut adalah sebagai berikut :
a. Harta yang dimiliki oleh isteri
Harta semacam ini hanya diwariskan kepada anak perempuan yang menunggu atau tinggal di rumah orang tuanya. Selain dia, menurut adat tidak berhak menerimanya. Harta tersebut memang tidak untuk dibagi-bagikan, tetapi hanya untuk diambil manfaatnya.
b. Harta bersama
Harta ini dapat diwariskan kepada semua orang yang berhak menerimanya. Jika suami meninggal, maka yang berhak menerima warisan ialah isteri, anak-anak, bapak ibu dan ahli waris lainnya. Demikian pula halnya jika isteri yang meninggal maka yang berhak menerima warisan ialah suami, anak-anak, bapak, ibu dan ahli waris lainnya.
2. Akibat Terhadap Hubungan dengan Orang Tua
Perkawinan Ambik Anak selain berakibat terhadap pembagian harta waris bagi anak-anak, juga berakibat terhadap sistem kekeluargaaan. Seorang suami atau isteri terlepas hak dan tanggung jawabnya terhadap keluarga orang tuanya, sehingga berakibat pula terhadap hak warisnya dari orang tuanya itu. Seorang suami umpamanya, tidak berhak lagi atas warisan yang ditinggalkan oleh orang tuanya.
Hubungan keluarga antara seorang anak laki-laki dengan orang tuanya masih tetap berlangsung, walaupun sebagai akibat dari Perkawinan Ambik Anak yang dilakukannya, ia tidak mempunyai hubungan yang menyangkut harta waris.
Dari segi tanggung jawab terhadap orang tua, mungkin sekali seorang anak tidak akan dapat memikul secara penuh, karena ia telah berkeluarga. Meskipun demikian, ia harus tetap berusaha untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Sedapat mungkin ia menyempatkan diri untuk berkunjung kepada kedua orang tuanya itu untuk mengetahui keadaannya. Dari segi ini, tampaknya masih dapat dikatakan sesuai dengan ajaran Islam.
Pemutusan hubungan pewarisan antara orang tua dan anaknya yang melakukan Perkawinan Ambik Anak merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Menurut syariat Islam, hubungan waris mewarisi antara orang tua dan anaknya tetap berlaku dan wajib dilaksanakan. Pengecualian hanya ada, jika terdapat pegnhalang bagi salah satu untuk mewarisi harta peninggalan.
C. Tinjauan Hukum Islam
Q.S an-Nisa : 11
Artinya :
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Pembagian harta sebagaimana tersebut di atas berbeda dengan pembagian harta menurut ajaran Islam. Masing-masing ahli waris mendapat bagian tertentu sesuai dengan ketetapan.
Q.S an-Anfal : 75
Artinya :
“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu juga. Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Berdasarkan ayat tersebut, keluarga tetap mendapatkan bagian dari harta peninggalan si mati, asalkan ia memang merupakan salah seorang ahli warisnya. Sedangkan seorang anak adalah salah seorang dari anggota keluarga. Oleh karena itu, bagaimana pun cara perkawinan yang ditempuhnya, ia tetap berhak atas harta peninggalan orang tuanya, jika tidak ada penghalang baginya untuk mendapatkan harta waris.
Pelaksanaan adat Tunggu Tubang pada masyarakat Semendo dan pelaksanaan ajaran Islam di atas dapat diketahui bahwa adat yang ada pada masyarakat yang lebih dikenal dengan istilah Tunggu Tubang ini masih berlaku dan masih banyak masyarakat mematuhi dan melaksanakan aturan-aturan yang ada pada adat tersebut.
Meskipun adat tersebut bertentangan dengan ajaran Islam, mereka masih kuat untuk melaksanakannya dan masih mematuhi adat tersebut. Seperti pada sistem pembagian waris, masyarakat memahami bahwa dalam pembagian warisan perempuan mendapatkan ½ daripada laki-laki, namun mereka lebih menyukai dan menyetujui jika perempuan mendapatkan bagian warisan lebih daripada laki-laki. Sebagaimana yang terlaksana pada adat Tunggu Tubang di mana harta pusaka yang lebih berhak menerima adalah anak perempuan bukannya anak laki-laki.
Jadi, dari uraian di atas dapat diketahui bahwa adat itu, khususnya adat Tunggu Tubang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan ajaran Islam. Karena adat merupakan suatu kebiasaan yang dilaksanakan secara turun menurun dan sangat sulit sekali untuk diubah. Sebagaimana yang terjadi pada adat Tunggu Tubang dan acara-acara yang terdapat pada adat tersebut.
0 comments:
Post a Comment