weblogUpdates.ping Taneak Jang, Rejang Land, Tanah Rejang http://rejang-lebong.blogspot.com Taneak Jang, Rejang land, Tanah Rejang: Pengertian Petulai

Pengertian Petulai

·

Untuk menyelami dan memahami Hukum Adat suku bangsa Rejang, memang diperlukan benar pengetahuan tentang sejarah suku bangsa itu. Sebelum kita membicarakan Hukum Adat Mereka, perlu rasanya diterangkan lebih dahulu, seluk beluk atau susunan masyarakat Hukum Adat mereka, karena sangatlah erat sekali hubungan antra kedua persoalan tersebut. Adanya Hukum Adat disebabkan oleh adanya Masyarakat Hukum Adat, karena Masyarakat Hukum Adat merupakan satu himpunan manusia yang tunduk pada satu kesatuan hukum yang dijalankan oleh penguasa yang timbul sendiri dari Masyarakat Hukum Adat itu.

Dalam sejarah kita melihat bahwa asal usul tempat kediamana sukubangsa Rejang ialah di wilayah LEBONG sekarang. Mereka berasal dari Empat petulai, yaitu Jurukalang, Bermani, Selupu dan Tubai atau Tubei.

Perkataan mego yang disamakan dengan perkataan petulai oleh beberapa penulis, tidak asli dan merupakan terjemahan perkataan marga ke dalam Bahasa Rejang. Ini terbukti, karena perkataan mego baru muncul di dalam buku `De REDJANG` dari almarhum HAZAIRIN (1936), yang dikutipkan dari sebuah tambo karangan Muhamad Hoesein yang menyamakan petulai dengan bang-mego atau marga.

Kemudian ada pula sarjana Barat yang turut berpendapat bahwa petulai sama dengan mego, dan ini sebenarnya membingungkan dan juga tidak tepat, karena baik buku-buku karangan orang-orang inggris seperti Marsden dan Raffles maupun karangan orang - orang Belanda seperti Rees dan Swaab, tidak menyebut perkataan mego.

Demikian juga menurut penelitian saya sendiri di wilayah-wilayah Lais, Rejang dan Lebong, perkataan mego tidak di kenali oleh orang tua-tua suku rejang sebagai sebutan `clan` mereka. Yang mereka kenal adalah perkataan petulai sebagai sebutan.

Apakah yang dimaksud dengan Petulai?

Petulai adalah kesatuan kekeluargaan yang rimbul dari sistem unilateral (disusurgalurkan kepada satu pihak saja), dengan sistem garis keturunannya yang Patrilineal (penyusur-galuran menurut garus bapa) dan cara perkawinannya yang eksogami, sekalipun mereka berada terpencar pencar dimana mana.

Disebut unilateral patrilineal, karena memperhitungkan garis keturunan sepihak saja, yaitu pihak bapak. Perhatikan dari perkawinan dari Biku Bermano dengan putri Senggang anak Rajo Megat pengganti Bikau Sepanjang Jiwo, keturunannya masuk garis keturunan Bikau Bermano dan masuk kesatuan kekeluargaan petulai Bermani.

Kita lihat pula perkawinan dari Bikau Bembo dengan putri Jenggai anak Bikau Bermano, keturunannya masuk garis keturunan Bikau Bembo dan kesatuan kekeluargaan Petulai Jurukalang.

Demikian juga dengan perkawinan Rio Taun dari petulai Jurukalang dengan putri Jinar Anum dari petulai Tubeui, keturunannya masuk petulau Jurukalang.

Disebut eksogam, karena ada larangan kawin dengan anggota sepetulai. Ini ternyata dari perkawinan-perkawinan tersebut di atas dan dari denda maskuteui di kemudian hari sebagai hukuman atas sesuatu pelanggaran karena kawin dengan orang sepetulai.

Seterusnya larangan manari antara gadis/bujang petulai Tubeui dengan bujang/gadis petulaiMerigi memperkuat cara perkawinan eksogami di sukubangsa rejang dan memang sudah sewajarnya harus demikian, karena eksogami adalah syarat mutlak bagi timbulnya petulai sebagai `clan`.

Sistem kekeluargaan yang patrilineal inilah merupakan tulang punggung dari masyarakat Rejang, yang di bina dari keturunan petulai mereka masing masing, yang semuanya terikat satus ama lain menurut garis laki-laki. Sistem kekeluargaan ini mempengaruhi sistem kemassyarakatan dan akhirnya ini mempengaruhi pula bentuk kesatuan kekuasaan dalam masyarakat.(disarikan dari buku Hukum Adat Rejang, admin)

Reference:
1. Tanah rejang http://rejang-lebong.blogspot.com
2. Prof. Abdulla Siddik, Hukum adat rejang, 1980 hal 101-103
3. Ter Haar, Adat Law in Indonesia (terjemahan ) 1962 hal.171
4. Hazairin, De Redjang hal 1 dan Muhammad Hoesein, Tembo naskah
5. M.A. Jaspan, From Patriliny to Matriliny, thesis, canberra 1964 hal 140, 144
6. Hazairin, Hendak kemana hukum islam, 1960, hal 9.

0 comments:

Rejang Land Pal

Support by

Add to Technorati Favorites blog-indonesia.com