BANDUNG, SENIN--Komputerisasi aksara atau huruf Sunda akan menjadi langkah maju penyelamatan naskah-naskah Sunda Kuno yang selama ini dikuatirkan hancur termakan umur atau hilang sebelum berhasil diterjemahkan. "Huruf Sunda saat ini menjadi salah satu dari empat huruf di Nusantara yang sudah resmi masuk standard Unicode 5.1., tiga lainnya huruf Bali, Bugis dan Rejang," kata Dadan Sutisna dari Paguyuban Panglawungan Sunda di sela-sela Seminar "Standarisasi Aksara Sunda untuk Unicode" di Kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Senin.
Unicode adalah lembaga independen yang berusaha memecahkan persoalan huruf di komputer yang didirikan oleh perusahaan software dunia. Aksara yang memenuhi standar Unicode bisa dengan mudah digunakan dalam komputer karena Unicode tidak memisah-pisahkan bahasa dan bentuk huruf.
Ia menyebutkan, bentuk huruf sunda yang telah didaftarkan ke Unicode sebanyak 55 bentuk yang terdiri dari "aksara swara" (vokal mandiri), "aksara ngalagena" (konsonan), angka dan "rarangken". "Slot yang disediakan oleh Unicode sebanyak 64 karakter, artinya pengkode-an huruf Sunda lebih sederhana bila dibandingkan dengan huruf Bali yang mencapai 121 karakter," kata Dadan.
Wacana komputerisasi huruf Sunda itu telah muncul sejak tahun 2002. Dalam pertemuan Pusat Studi Sunda (PPS), Almarhum Prof. Dr. Edi S Ekadjati, menyatakan perlunya aplikasi komputer yang bisa membaca naskah-naskah Sunda Kuno terutama yang menggunakan naskah Sunda Kuno.
Hal itu, kata Dadan, dikemukakan menyusul hingga saat ini masih ada ratusan naskah Sunda yang belum tergali isinya. "Tidak banyak yang ahli terhadap naskah Sunda, kalau dihitung tidak akan lebih dari 10 orang," katanya.
Ia menyebutkan, dua ahli naskah Sunda, Edi S Ekadjati dan Prof. Dr. Ayatrohaedi meninggal dunia, kini tinggal dua orang lagi yang ahli naskah Sunda Kuno yakni Drs. Undang A Darsa M. Hum dan Dra. Tien Wartini M.Hum. Menurut Dadan, era digital saat ini bisa dimanfaatkan untuk melestarikan peninggalan luhur itu. "Dua tahun lalu Pusat Studi Sunda telah merancang proyek inventarisasi, dokumentasi, transliterisasi dan menerjemahkan 2.500 naskah yang ditulis di daun lontar, namun hingga kini belum terrealisasikan karena keterbatasan dana," katanya.
Bertahap
Untuk menghidupkan kembali huruf Sunda bukan hal gampang karena sudah terdesak huruf lainnya seperti Aksara Cacarakan, Pegon dan Latin. "Malah pada abad ke-19, warga Sunda tidak tahu bahwa mereka punya aksara atau huruf sendiri buatan leluhurnya," kata Dadan.
Sementara itu Pakar Bahasa Sunda dari Universitas Padjadjaran Bandung, Undang Ahmad Darsa menyebutkan, berdasarkan sejarah, Tatar (kawasan) Sunda terdapat tujuh bentuk/jenis huruf yakni Pallawa, Pranagari, Sunda Kuno, Jawa (Carakan), Arab (Pegon), Cacarakan dan Latin. "Rata-rata huruf itu dipakai 2-3 abad, tergantung periode pemeritahan, sosial dan budaya waktu itu," kata Undang Darsa.
Dilihat dari jihad kebudayaan, kata Darsa, huruf Sunda merupakan salah satu bagian dari kebudayaan Sunda, oleh karena itu memasyarakatkan huruf Sunda harus dikaitkan dengan upaya memelihara kebudayaan Sunda secara utuh. "Memasyarakatkan huruf Sunda perlu bertahap, pasalnya sudah sekitar tiga abad tidak dikenal oleh masyarakat Sunda," kata Undang Darsa menambahkan. (ANT)
Reference :
Kompas.com
0 comments:
Post a Comment