Potensi Berbalut Hutan Lindung
BARANGKALI belum banyak yang mengetahui bahwa Kabupaten Rejang Lebong di Provinsi Bengkulu merupakan daerah penghasil sayur-mayur dan kopi yang besar. Ini jelas suatu berkah dari kondisi daerah ini yang beriklim sejuk, berada di pegunungan dengan ketinggian bervariasi antara 600 meter sampai 733 meter di atas permukaan laut (dpl).
Curah hujan yang turun sepanjang tahun di sebagian wilayah Rejang Lebong, membuat lahan pertanian di sana sangat subur. Lihatlah apa yang berkembang di Kota Curup, ibu kota Kabupaten Rejang Lebong sendiri. Kota berhawa sejuk yang berada pada ketinggian 733 meter dpl itu merupakan sentra penghasil sayur-mayur terbesar di Bengkulu. Puluhan truk tiap hari membawa sayuran dari sini ke berbagai kota di wilayah Sumbagsel (Sumatera Bagian Selatan) misalnya Lubuk Linggau, Palembang, dan Lampung.
Beragam jenis sayuran dan palawija ditanam oleh para petani yang mendiami lereng-lereng perbukitan di sekitar Kota Curup misalnya cabai, wortel, kol, buncis, dan lain-lain. Karena penanaman sayur berlangsung terus-menerus, warga Curup sekitarnya relatif lebih makmur. Apalagi daerah ini memiliki jalan akses langsung ke jalan negara lintas tengah Sumatera.
Sebagai penghasil sayur terbesar di Bengkulu, ekonomi warga Curup berdenyut dengan mulus. Kondisi ini dapat dibuktikan dengan kehadiran rumah-rumah semi permanen dan permanen relatif baru di kiri-kanan jalan dan berdekatan dengan areal kebun sayuran.
Selain itu, seandainya kita melintasi jalan negara mulai perbatasan Kota Lubuk Linggau arah ke Bengkulu, atau arah Curup ke Lubuk Linggau (Sumsel) dengan gampang bisa ditemukan petani yang sedang menunggu angkutan. Di sisi mereka tergolek tumpukan karung dan keranjang rajutan berukuran besar berisi sayur-mayur, palawija, dan kopi asalan.
"Pemandangan seperti ini hal yang lazim ditemukan saban hari. Biasanya truk-truk milik para juragan sayur justru paling ramai datang sejak sore hari sampai menjelang malam," ungkap Suhapri (36), petani sayur di Desa Ujanmas, Curup, yang ditemui akhir pekan lalu.
Tidak diperoleh data resmi tentang produksi palawija dan sayuran dari Kabupaten Rejang Lebong. Namun, jumlahnya diperkirakan ratusan ton sehari, terutama kalau dikaitkan dengan tingginya frekuensi truk yang memuat produk-produk pertanian tersebut. Selain dibawa ke Bengkulu dan kota lain di daerah itu, produk pertanian Rejang Lebong juga dikirim ke luar daerah antara lain Lubuk Linggau dan Palembang di Sumatera Selatan.
***
SELAIN penghasil sayuran, Rejang Lebongjuga dikenal sebagai sentra kopi robusta di Provinsi Bengkulu. Dengan areal kebun kopi rakyat yang cukup luas, daerah ini juga penghasil kopi terbesar sejak dulu. Data kantor Dinas Perkebunan setempat mencatat, luas areal tanaman kopi di Rejang Lebong hingga kini mencapai 58.000 hektar.
"Menyangkut kopi dan sayuran, Rejang Lebong dari dulu memang dikenal sebagai gudangnya. Dari segi kesuburan tanah, lahan pertanian di daerah ini memang sangat ideal untuk budi daya tanaman kopi dan palawija. Justru itu, kalau pemerintah daerah setempat ingin menetapkan tanaman apa yang jadi unggulan, maka yang paling tepat dipertahankan adalah komoditas kopi, sayuran, dan pala-wija tersebut," ungkap Zulkifli Hosein, Ekonom Universitas Bengkulu.
Jika dikaitkan dengan kondisi lahan dan luas wilayah Rejang Lebong, sebetulnya daerah ini memiliki potensi lahan memadai. Akan tetapi, untuk melangkah lebih lanjut ternyata sudah dihadang kendala besar yang sama sekali tidak bisa ditawar-tawar. Sebab, hampir semua lahan di daerah ini bukanlah sebagai areal budi daya, namun sudah dibalut hutan lindung. Lahan yang terhampar di kaki Pegunungan Bukit Barisan yang berada di wilayah Rejang Lebong merupakan kawasan yang menurut peraturan memang tidak diizinkan digarap, dijadikan areal pertanian dan perkebunan.
Perkembangan budi daya pertanian di Rejang Lebong memang sangat ironis dan dilematis. Karena kalau betul-betul ditegakkan aturan, idealnya Rejang Lebong tidak bisa melakukan usaha pertanian karena memang daerah itu tidak memiliki kawasan budi daya. Tengoklah data Dinas Kehutanan Bengkulu (tahun 2000), terlihat jelas betapa lahan yang ada di Kabupaten Rejang Lebong hanya berupa kawasan lindung seluas 206.175,43 hektar. Dengan rincian Taman Nasional 137.063 hektar, hutan lindung 52.598,11 hektar dan sisanya berupa hutan suaka alam, hutan wisata, dan cagar alam. Sebaliknya, daerah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Selatan itu justru sama sekali tidak memiliki kawasan budi daya.
Kalau aturan betul-betul ditegakkan, barangkali Rejang Lebong tidak akan tercatat sebagai penghasil kopi terbesar dan sentra sayur utama di daerah itu. Sebab, kopi dan sayuran paling hanya akan bisa ditanami di lahan pekarangan rumah penduduk yang luasnya terbatas.
Akan tetapi, peraturan kini tampaknya cuma sekadar di atas kertas. Larangan budi daya pertanian di kawasan lindung, ternyata hanya sekadar catatan belaka. Terbukti di Rejang Lebong, kabupaten yang sama sekali tidak memiliki kawasan budi daya, sekarang malah tampil sebagai produsen kopi terbesar. Jelas tidak bisa dipungkiri, kebun kopi tersebut tentu sebagian berada di kawasan lindung.
"Perladangan kopi di kawasan lindung di Rejang Lebong akhir-akhir ini memang tampak makin marak. Salah satu contohnya adalah pembukaan kebun kopi besar-besaran di sekitar hulu Musi, persis di daerah tangkapan air PLTA Musi. Jika penggundulan itu tidak cepat dihentikan, sudah pasti bakal mengancam keberadaan PLTA. Padahal, proyek PLTA Musi punya arti sangat penting dan strategis terutama dalam mengatasi krisis listrik ke depan," ungkap seorang pejabat proyek PLTA Musi belum lama ini.
Apa pun kondisinya, yang jelas hutan nonbudi daya di Rejang Lebong sekarang memang tidak utuh lagi. Tuntutan hidup dan cap sebagai penghasil kopi terbesar, barangkali termasuk salah satu pemicu okupasi besar-besaran ke kawasan hutan sehingga membuat hutan lindung di wilayah itu kian merana.
Dari segi budi daya, terutama dalam pembangunan sektor pertanian dan perkebunan, Kabu-paten Rejang Lebong jelas berhasil. Namun harus diingat, meski dibalut hutan lindung ternyata potensi alam itu tetap bisa dikuras. Akibatnya, salah satu harus mengalah yakni hutan itu sendiri. Kalau tidak percaya, silakan lihat kondisi kawasan lindung di Rejang Lebong dewasa ini.... (Ahmad Zulkani)
http://els.bappenas.go.id/upload/other/Potensi%20Berbalut%20Hutan%20Lindung.htm
0 comments:
Post a Comment