Propinsi Bengkulu yang berasal dari kata Bengkoloen merupakan sebuah kota yang diberi nama oleh bangsa Inggris saat zaman kolonial, letak Propinsi ini di sebelah barat pantai Sumatera yang memanjang sekitar 512 km di sebalah utara berbatasan dengan Sumatera Barat, sebelah barat Samudra Hindia, sebelah selatan Propinsi Lampung dan TNBBS, dan seblah timur berbatasan dengan TNKS dan Sumatera Selatan, diapitnya propinsi ini oleh dua taman nasional, menjadikan propinsi Bengkulu merupakan surga bagi satwa liar dimana habitat alami satwa liar masih terjaga dengan alami bila tak ada gangguan dari manusia. Pertumbuhan penduduk yang berdampak dan mengacam habitat satwa liar dimana hutan dirambah untuk perkebunan membuat terdesaknya dan mengalami degradasi terhadap pertumbuhan satwa liar di kawasan konservasi yang ada di Bengkulu.
Bengkulu surga pemburu satwa liar Keterancaman ini berdampak sehingga propinsi Bengkulu menjadi neraka bagi satwa liar dan surga bagi para pemburu dan pedagang satwa liar. Berdasarkan pantauan Forum Anggota ProFauna Indonesia tahun 2003-2005 bahwa ada 46 ekor satwa liar yang dipelihara oleh masyarakat hasil dari Perdagangan Ilegal, dari 46 satwa liar yang dilindungi tersebut 40 ekor siamang, 1 ekor owa, 4 ekor buaya dan 1 ekor beruang berhasil disita oleh BKSDA Bengkulu yang dibantu oleh PPS Petungsewu dan PPS Yogyakarta. Jumlah 46 ekor tersebut dimiliki secara illegal, 26 % adalah pegawai Pejabat Negeri sipil Bengkulu, 22 % angota TNI dan Polri, sisanya adalah masyarakat sipil. Rendahnya kesadaran hukum dan lemahnya ketegasan dari aparat penegak hukum Khususnya Polda Bengkulu dan BKSDA Bengkulu menambah keterpurukan usaha pelestarian satwa liar di Propinsi Bengkulu, berbagai operasi penyitaan dilakukan namun usaha tersebut setengah hati dan tidak ada keseriusan dalam membrantas kejahatan di bidang perdagagan satwa liar. Selama 3 tahun terakhir F.A ProFauna Daerah Bengkulu, memantau kasus perdagangan dan perburuan setidaknya ada 11 kasus , 4 kasus menggenai perdagangan harimau, dan 6 kasus lainya merupakan kasus perdagangan siamag, beruang, trenggiling, penyu dan opsetan satwa liar lainya. Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah Harimau loreng yang tersisa di indonesia setelah punahnya Hariamau Bali dan dianggap punahnya Harimau Jawa, meski Populasi di alam terus menurun akibat terjadi perburuan Harimau di wilayah Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Di Bengkulu Harimau Sumatera saat ini seringkali ditemukan di sekitar kawasan yang berbatasan dengan masyarakat di Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Bengkulu Selatan. Sedangkan di hutan-hutan lindung lainnya di Provinsi Bengkulu sudah sangat sulit untuk menemukan binatang langka itu, data RPU dan TPU tahun 2003 yang bekerja di TNKS wilayah Bengkulu diperkirakan, paling banyak harimau Sumatera di Provinsi Bengkulu 200 ekor.’ Sebagian besar perdagangan Harimau dalam bentuk opsetan dan bagian-bagian tubuh harimau seperti cakar, taring dan tulang dimana harga opsetan mencapai Rp. 5-10 juta atau 50 -100 USD. Jaringan penjualan anak Harimau Sumatera yang berada di Kabupaten Muko-Muko, Bengkulu pernah terbongkar oleh pihak KSDA dan TPU. Transaksi jual-beli anak harimau tersebut dilakukan di daerah perbatasan antara Bengkulu dengan Sumatera Barat (Sumbar). Praktik jual-beli anak harimau tersebut diperkirakan sudah berlangsung sejak tahun 2002 dan kasusnya baru terungkap pada tahun 2003 yang dengan tertangkap tangan seorang anggota DPRD Bengkulu Utara. Praktek sindikat jual-beli anak harimau itu diduga melibatkan cukong dan oknum aparat keamanan. Modus operandi dengan memberikan uang kepada warga untuk memburu anak harimau. Jika warga mendapatkan anak harimau akan dibayar langsung sesuai dengan kesepakatan, dipotong uang operasional yang diberikan sebelumnya oleh sindikat. Maraknya pemburuan Harimau dikarenakan permintaan pejabat dan tokoh masyarakat di Bengkulu serta oknum TNI/Polisi untuk dikoleksi dan diawetkan atau dipajang di rumah. Bentuk koleksi biasanya dalam bentuk opsetan, kulit, tulang maupun bagian-bagian tubuh lainnya. | |
Rabihul Kanal yang merupakan anggota DPRD Kab. Bengkulu Utara dari Fraksi Golkar ditangkap tim gabungan dari Polhut dan Polresta Bengkulu, dan bersamanya disita satu kulit Harimau Sumatera yang masih “basah”. Kasus lainya mengenai Perdangangan harimau adalah pada awal tahun 2005 dari tangan Fadila yang beroperasi sebagai tukang pijat, diberikan sejumlah uang untuk mencari opsetan Harimau oleh Kombes Genot Hariadi yang pada saat itu ( tahun 2004) bertugas sebagai Ka.Reskrim Polda Bengkulu, tertangkapnya Fadila yang akhirnya mengaku bahwa harimau yang dimiliki merupakan pesanan Perwira tinggi di Polda bangkulu, namun sangat disayangkan sampai dengan saat ini belum ada putusan dari Pengadilan Negeri Bengkulu, dan Tak mampunya pihak kejaksaan menghadirkan “Genot” di persidagan dengan alasan sudah tidak berdinas di Polda Bengkulu. Selain Kab Muko-muko praktik perburuan Harimau Sumatera juga memiliki jaringannya yang berpusat di Kota Lubuk Linggau, Sumsel. Dimana pada april 2006 ini seorang mafia “Ahuri “yang sudah sering kali melakukan perdagangan harimau di tangkap oleh Polres Bengkulu Rejang Lebong dan Polhut TNKS serta BKSDA Bengkulu, Ahuri ditangkap saat membawa kulit anak Hariamau sepanjang 86 cm untuk dijual ke pada Arma di Lubuk Linggau Sumsel, Ahuri pun mengaku dia mendapat kulit ini dari pejabat Dinas Kesehatan di Bengkulu selatan. Rencananya kulit harimau ini aka diual seharag Rp. 12 Juta.
Perburuan satwa Ilegal yang di legalkan Tak ada babi, Rusa pun Jadi inilah prinsip para perkumpulan yang legal di Indonesia yang punya hobi sakit jiwa, menembak dan berburu satwa liar, dengan surat izin alasan berburu babi yang sebagi hama namun kenyataan banyak kasus yang justru satwa liar di lindungi yang menjadi buruan. Pada akhir tahun 2004 bulan November seorang anggota PERBAKIN yang merupakan pejabat di dinas Kimpraswil di gerebek di kediamnya oleh Reskrim Polresta Bengkulu dan BKSDA. Dimana didapat 4 ekor rusa yang terdiri atas 12 kaki, 4 buah kulit 11 kantong daging yang rata-rata 1 Kg , penangkapan ini berkat informasi masyarakat di sekitar perumahan BTN Lingkar timur kepada ProFauna bahwa ada orang yang menjual daging rusa dengan harga Rp 35000. Selanjutanya beberapa anggota ProFauna melaporkan kepada Ka.Balai KSDA, yang saat itu dijabat oleh Agus Priambudi dan langsung berkoordinasi degan Polresta Bengkuu, penggrebekan ini merupakan prestasi yang dapat diancungin jempol, atas keseriusan BKSDA dan Polresta Bengkulu menegakan hukum, dengan tidak ditemukan kepala rusa yang dicurigai telah di berikan kepada tukang opset maka dilakukan penggrebekan di 2 lokasi milik M.Zen, Iwan , ke duanya rutin menerima dan membuat opsetan satwa, dan ditemukan opsetan 1 ekor beruang madu (Hereactus malaysianus) 18 ekor kulit kucing hutan (Felis bengalensis) 3 ekor simpai( Presbytis melalophos) 3 ekor opsetan Elang laut, Adanya Keterlibatan anggota perbakin dengan beberapa perwira polda Bengkulu ini yang ternyata sudah menjadi pemandangan umum dan sangat disayangkan bahwa Polda Bengkulu sendiri tak pernah serius dalam menindak kasus ini bahkan pada saat itu gelagat untuk mempetieskan kasus Burhanudin, hal ini nampak dengan dimutasikan para penyidik dan perwira polresta yang saat itu menangani kasus ini. Perburuan yang dilakukan oleh perkumpulan ini hampir setiap tahun ada 4 kali mengunjungi Bengkulu, yang datang dari berbagi daerah sepeti PERBAKIN DKI JAKARTA, JATENG, JABAR, bahkan pernah masyarakat di Pusat Konservasi Gajah Seblat memberikan informasi adanya mobil jeep yang berstiker SAFARI Bhayangkari yang ternyata disponsori oleh KAPOLRI dalam rangka peringatan HUT POLRI. melakukan perburuan Rusa Sambar (Cervus Unicolor) di dalam hutan lindung.
Sindikat Satwa liar di Bengkulu dan Sumsel Hasil Investigasi yang dilakukan oleh F.A ProFauna Daerah Bengkulu pada tahun 2004 di Sumatera Selatan tepatnya di pasar 16 Hilir Palembang tercatat bahwa setiap bulannya ada 40 ekor kukang (Nyticebus coucang), 5-10 ekor anak lelang dari berbagai jenis, 20 ekor Kucing Hutan (Felis bengalensis), 10 ekor Siamang dan Simpai dijual secara terang-terangan, kesemua jenis tersebut didapat dari penyalur yang berasal dari Bengkulu dan Jambi. Hasil investigasi ini pernah dilaporkan kepada pihak KSDA BKSDA dan dilakukan beberapa operasi yang berhasil digagalkannya pengiriman satwa liar ke Palembang, seperti yang dilakukan oleh Rojak bin Nawawi ‘ yang akan membawa 20 kg kulit trengiling dan 16 ekor trengiling hidup, ke Palembang dengan menggunakan bus angkutan umum “Po Raflesia” pengakuan Rojak diketahui bahwa telah ke 3 kalinya dia membawa satwa liar dilindungi ini untuk dijual ke penampung di 16 Hilir Palembang. Terbongkarnya sindikat rojak membawa informasi bahwa ada pesiunan TNI di Curup yang juga kerap kali mengirim satwa liar ke Palembang. Operasi ini dilakukan oleh Polhut TNKS seksi wilayah Rejang lebong dan KSDA Bengkulu yang didapat di dalam rumahnya berupa 4 ekor opset siamang, 2 ekor simpai, 1 ekos beruang madu 5 tanduk rusa sambar dan 1 ekor Harimau sumatera. Barang bukti tersebut rencananya akan dijual ke toeke di Lubuk Linggau Sumatera Selatan selanjutnya akan dijual di Palembang. Beruang madu yang merupakan maskot satwa Propinsi Bengkulu, juga mengalami penurunan populasi di alam, dikarenakan perdagangan beruang madu hidup dan bagian –bagian tubuh lainnya. Hasil Invesitigasi Profauna tahun 2001 menujukna 64, 5 % toko obat tradisional di Indonesia menjual obat yang mengandung empedu beruang, selain empedu bagian tubuh lainnya yang sering dijual adalah cakar, taring, dan telapak tangan, di Bengkulu sendiri terdapat 3 Toko yang menjual jamu yang produknya yang menggnunakan empedu beruang. Obat-obat yang mengandung empedu beruang sebagian besar diimpor dari Cina dan dijual dengan harga bervasriasi antara Rp70.000- Rp. 3000.000. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa yang terancam karena perburuan gading dan pembunuhan oleh masyarakat yang dianggap hama dan perusakan tanaman perkebunan sawit. Data CRU Gajah Seblat populasi gajah liar berada di Kab. Mukomuko dan Bengkulu Utara, dengan populasi sekitar 200-300 ekor. Penyebaran kelompok gajah liar terbesar di luar kawasan konservasi. Hasil pantau CRU gajah Seblat bahwa pemburu gading melakukan operasi di sekitar wilayah Kab. Bengkulu Selatan yang berbatasan dengan Lampung (lokasi ini paling marak di Bengkulu).Kab. Mukomuko HPKh PLG Seblat dimana pada bulan Juni 2006, Tim Patroli menemukan jejak pemburu gajah di daerah Sabai-Bakar Jaring yang berjumlah sekitar 4-5 orang (kelompok Yusup dkk) yang berasal dari kampung Naga Rantai. Adanya kelompok pemburu gajah karena berhasil adanya penampung gading gajah yang merupakan pewira TNI di Palembang yang berpangkat Letkol, denga harga jual gading gajahnya senilai Rp. 780 juta atau 5-10 juta / Kg. Sebagai perantara dan penjual gading adalah seorang intel Kodim Bengkulu Utara. Selain itu adanya keterlibat oknum Polri dimana Kasat Reskrim di Bengkulu Selatan antara bulan Mei-Juni 2006 melakukan transaksi 2 pasang gading yang dibawa ke Lampung dan selanjutnya akan dijual ke Jakarta. Sebagai perantara dan penjual gading tersebut selalu melibatkan anak buahnya. Upaya operasi yang dilakukan oleh Polhut KSDA atau TNKS dan Polres merupakan hal yang diancungi jempol, namun bila upaya penegakan hukum dengan tidak memberikan efek jera, maka tidak akan pernah berhasil membuat para pedagang dan pemburu jera. Dari berbagai kasus tersebut hanya beberapa saja yang telah dilakukan putusan hukum namun rata-rata hanya mendapatkan hukuman 1 tahun percobaan itupun sudah dipotong masa tahan dan penyidikan. Meski Bengkulu memiliki kawasan konservas yang luas namun perlindungan terhadap jenis satwa liar yang dilindungi sangat buruk.
(R. Tri Prayudhi Koordinator Forum Anggota ProFauna Daerah Bengkulu) |
http://www.suarasatwa.profauna.or.id/ss2006/VolXNo3-2006/perburuan-satwaliar-bengkulu.html
0 comments:
Post a Comment